Gegara Istri, Filri Bahuri Dilaporkan ke Dewas KPK

Rabu, 09 Maret 2022 – 15:24 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri . Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi Korneles Materay melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah.

Firli dianggap melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku.

BACA JUGA: Diserbu Haters, Wanda Hamidah: Berharap Saya Kena Mental, Kali ini Kalian Salah Orang

Korneles mengatakan laporan ini berangkat dari peristiwa pemberian penghargaan kepada Ardina Safitri, sebagai pencipta himne KPK.

Ardina Safitri merupakan istri dari Firli Bahuri.

BACA JUGA: Wibi NasDem Diperiksa KPK, Ada soal Aliran Duit Haram ke Gondangdia?

“Hubungan suami istri ini kami pandang kental dengan nuansa konflik kepentingan. Tak hanya itu, proses penerimaan himne KPK sebagai hibah juga berpotensi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Korneles di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (9/3).

Penunjukkan dan pemberian penghargaan kepada Ardina Safitri sebagai pencipta himne KPK, terdapat dua permasalahan yang penting untuk diuraikan lebih lanjut.

BACA JUGA: BTN Siapkan Program Khusus KPR Mandalika, Banjir Promo

Pertama, peristiwa itu jelas menggambarkan benturan konflik kepentingan.

Benturan konflik kepentingan ini disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di KPK.

Korneles menilai dua regulasi itu pada dasarnya menjelaskan konflik kepentingan terjadi saat keputusan yang diambil oleh seorang pejabat publik berkaitan erat dengan kebutuhan pribadi atau kelompok.

Hal itu berpengaruh terhadap netralitas keputusan tersebut.

Dia menambahkan penjelasan itu membuat pelanggaran yang dilakukan Firli semakin terang. Sebab, pihak yang ditunjuk dan diberikan penghargaan merupakan istrinya sendiri.

Kedua, dia menduga Firli tidak mendeklarasikan konflik kepentingan dalam pembuatan himne KPK tersebut.

Deklarasi tersebut diatur dalam Perkom 5/19, yang isinya mewajibkan setiap Insan KPK untuk memberitahukan kepada atasannya.

Dalam konteks ini, seharusnya Firli mendeklarasikannya kepada komisioner lain dan Dewan Pengawas.

Peristiwa ini juga menggambarkan ketiadaan mekanisme check and balance di internal KPK.

“Kami juga mengkhawatirkan adanya dominasi peran Firli dalam pengambilan kebijakan lembaga, yang membuat seolah menghapus prinsip kolektif kolegial dari sisi kepemimpinan di KPK,” kata Korneles.

Laporan etik yang disampaikan Alumni AJLK juga mempersoalkan pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Dia mengatakan Alex menyebutkan himne KPK merupakan hibah dari Ardina Safitri.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah menyebutkan harus memenuhi sejumlah prinsip, salah satunya kehati-hatian.

Pemberian hibah dari istri dari Ketua KPK, seharusnya dapat dihindari karena adanya benturan kepentingan dengan pengambil kebijakan.

Berdasarkan rangkaian kejanggalan tersebut, menurut dia, patut diduga tindakan Firli melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 4 ayat (2) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 7 ayat (2) huruf a, dan Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020.

"Kami mendesak Dewan Pengawas segera memanggil, memeriksa, dan menjatuhkan sanksi kepada Firli," jelas dia.

Dia menekankan konflik kepentingan itu merupakan pemahaman dasar yang harus dihindari oleh setiap pejabat publik, terlebih Ketua KPK.

“Kami mendesak Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat kepada Firli. Selain itu, desakan ini diperkuat dengan kondisi Firli yang telah dua kali melanggar kode etik. Jadi, jika ini terbukti, maka Firli telah melakukan pengulangan dan layak untuk diminta mengundurkan diri oleh Dewan Pengawas,” kata Korneles.

Menurut dia, sebagai alumni AJLK2020, mereka mendapatkan pelajaran dalam program milik KPK itu. Saat mengikuti AJLK2020, para peserta menerima 40 jam materi yang sangat lengkap tentang antikorupsi.

“Sebagai Alumni AJLK, kami merasa punya kewajiban menjaga KPK dari pelemahan dan penghancuran yang saat ini datangnya justru dari dalam,” kata Korneles. (tan/jpnn)


Redaktur : Yessy
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler