Gegara Mengkritik Erdogan, Politikus Kurdi Dijebeloskan ke Penjara

Rabu, 23 September 2020 – 05:55 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto: AFP

jpnn.com, ANKARA - Sebahat Tuncel, warga Kurdi eks anggota parlemen Turki yang telah dipenjara atas tuntutan terorisme, dikenai hukuman tambahan karena karena menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Pekan lalu, Tuncel dijatuhi hukuman lagi selama 11 bulan 20 hari atas ucapannya yang dianggap menghina Erdogan dalam pidato tahun 2016 --yang disebut pengacaranya telah ditarik keluar konteks.

BACA JUGA: Erdogan Terus Membungkam Oposisi, Asosiasi Pengacara pun Jadi Target Operasi

"Terdakwa mengatakan bahwa presiden adalah musuh perempuan dan orang Kurdi," kata pengacara Tuncel, Sivan Cemil Ozen. Ia menambahkan bahwa pernyataan kliennya itu merupakan kritik rival politik yang masih berada dalam batasan kebebasan berekspresi.

Tuncel sebelumnya menjabat anggota parlemen Turki dari Partai Demokratik Rakyat (HDP) yang pro Kurdi.

BACA JUGA: Menantu Erdogan Selesaikan Uji Coba Pertama Mobil Terbang Cezeri

Dalam persidangan pada Juli, Tuncel menyangkal tuntutan yang dituduhkan kepadanya, dengan menyebut bahwa dia semestinya boleh mengkritik lawan politik.

Tuduhan terhadap dirinya, menurut Tuncel, adalah upaya untuk mencegah kebebasan dan pemikiran, ekspresi dan organisasi, khususnya kebebasan dalam politik.

BACA JUGA: Turki Makin Songong di Laut Mediterania Timur, Simak Pernyataan Terbaru Erdogan Ini

Tahun lalu, Tuncel dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena menyebarkan propaganda terorisme serta menjadi bagian dari Partai Buruh Kurdi (PKK), yang dilarang di Turki dan dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Tuncel juga menyangkal tuntutan tersebut.

Di Turki, dakwaan atas penghinaan terhadap presiden dapat dipidana dengan hukuman maksimal empat tahun penjara. Kasus seperti itu meningkat 30 persen pada 2019, dengan 26.115 orang yang diselidiki, dan 5.000 orang di antaranya menjalani persidangan sementara 2.462 lainnya dijatuhi hukuman bui, menurut data Kementerian Kehakiman Turki. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler