jpnn.com, YOGYAKARTA - m
Sebagai informasi, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAKIAI) telah mengesahkan PSAK 74 yang merupakan standar akuntansi baru dalam mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan kontrak asuransi.
BACA JUGA: BPJS Ketenagakerjaan Bayarkan Santunan Hingga Rp 3 Miliar untuk Petugas Regsosek
Standar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan relevansi informasi keuangan bagi pengguna laporan keuangan industri asuransi.
Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Asep Rahmat Suwandha mengatakan standar akuntansi ini bertujuan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan perusahaan asuransi, khususnya yang berorientasi profit.
BACA JUGA: Tinjau Lahan Pemkab Kendal, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Jajaki Rencana Bangun Rusunawa
"Pada prinsipnya dalam penyusunan laporan keuangan kami patuh dan mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku, termasuk dengan terbitnya PSAK baru mengenai kontrak asuransi," tegas Asep.
Saat ini, lanjut Asep, pihaknya telah mengkaji dan mendiskusikan berbagai aspek terkait penerapan standar tersebut bersama akademisi dari Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, termasuk dengan pemerintah sebagai regulator dan pengawas, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) serta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Asep mengatakan pihaknya tengah melakukan penyiapan infrastruktur penerapan dan simulasi terhadap standar akuntansi tersebut.
Namun ditemukan beberapa kondisi yang membutuhkan penyesuaian regulasi akibat perbedaan karakteristik mendasar antara jaminan sosial dan asuransi komersial atau swasta.
Dia menyampaikan PSAK 74 memang berfokus pada industri asuransi komersial yang berorientasi profit, sedangkan program Jaminan Sosial sendiri bersifat nirlaba.
"Sehingga setelah kami melakukan kajian dan analisis penerapan, kami menemukan beberapa ketentuan dalam PSAK 74 yang perlu disesuaikan agar relevan dengan karakteristik jaminan sosial, antara lain kami bahas lebih seperti batasan kontrak asuransi untuk jaminan sosial," terangnya.
Selain Asep, turut hadir pada kegiatan tersebut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby, Anggota DJSN Iene Muliati, Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Kemudian hadir juga Kushari Suprianto dan M Iman NHB Pinuji, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Mahfud Sholihin, perwakilan dari OJK, dan para praktisi akuntansi dan keuangan nasional.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Mahlil Ruby menambahkan jika BPJS Kesehatan serupa dengan BPJS Ketenagakerjaan, yakni telah menyiapkan infrastruktur penerapan PSAK 74 yang mencakup kompetensi SDM, kebijakan akuntansi dan aktuaria serta sistem informasi.
"Concern sudah saya sampaikan tadi, mulai concern daripada regulasi, concern nature-nya, prosesnya, kemudian juga aspek SDM nya, dan satu lagi bagi kami, adalah concern timeline-nya. Pertanyaan yang mungkin dalam forum diskusi nanti apakah akan tetap di 2025 atau kita akan sedikit mundur, karena kalau kita mengikuti di Australia kan juga dia mundur 2026," papar Mahlil.
Anggota DJSN Iene Muliati menegaskan terdapat perbedaan yang esensial antara perusahaan asuransi komersial dengan BPJS atau jaminan sosial.
Karena itu jika dipertimbangkan, menurut Iene Muliati, PSAK 74 ini memang memerlukan pengaturan khusus untuk jaminan sosial.
"BPJS ini kan sifatnya nirlaba, kemudian guarantornya adalah negara atau pemerintah, beda dengan perusahaan asuransi komersial, mereka kan bisa dibangkrutkan, BPJS itu tidak bisa dibangkrutkan, dan sampai kapanpun program jaminan sosial itu akan selalu ada," jelas Iene.
Dia menyebutkan bahwa muruah PSAK memang bertujuan untuk hal yang baik.
Aturan tersebut akan mendorong perusahaan asuransi untuk menerapkan tata kelola yang baik, transparansi dan kepatuhan.
"Sebetulnya sudah dilakukan oleh BPJS, malah pengawasan BPJS itu ada tiga lapis, yakni DJSN, KPK, bahkan kalau ada investigasi lebih lanjut ada BPK, selain tentu saja publik," terangnya.
Iene mengatakan bahwa pembahasan lanjutan juga perlu dilakukan bersama IAI, kemudian Persatuan Aktuaris Indonesia.
Pasalnya menurut Iene, aktuaris-aktuaris lah yang nantinya akan menghitung liabilitas.
"Jadi ini bukan proses yang baru juga, karena dulu waktu keluar PSAK 24 kita melalui proses yang sama. Mudah-mudahan kita bisa sampai di posisi tersebut sehingga menghasilkan PSAK 74 yang bisa applicable juga untuk jaminan sosial," pungkasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi