jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, pentingnya perlindungan sumberdaya genetik.
Hal itu, kata dia, dilatarbelakangi fakta bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan kaya akan sumber daya alam hayati.
BACA JUGA: KLHK Hentikan Izin Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Capai 66,18 Juta Hektar
Menurut dia, Indonesia yang berada di antara dua benua besar, yaitu Asia dan Australia memiliki posisi sangat strategis dengan kekayaan memiliki endemisitas spesies flora dan fauna yang tinggi.
Dia menyebutkan, kekayaan Keanekaragaman Hayati (Kehati) yang tersimpan di wilayah perairan (marine mega biodiversity) Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, sedangkan di daratan merupakan nomor dua di dunia setelah Brazil. Kekayaan kehati ini mencakup genetik, spesies hingga beranekaragam ekosistem unik.
BACA JUGA: KLHK Beberkan Perkembangan NDC dan Strategi Indonesia Dalam Pengendalian Perubahan Iklim
Dilihat dari aspek geopolitik, kata Siti, perairan laut lepas dan daratan Indonesia yang terdiri dari kepulauan (archipelagic state) memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Oleh karena itu Indonesia memiliki daya tarik sendiri bagi para investor yang bergerak dibidang pemanfaatan sumber daya alam termasuk sumber daya alam hayati dan sumber daya genetiknya.
"Geopolitik Indonesia yang dirumuskan dalam Ketetapan MPR Tahun 1993 dan Tahun 1998 menunjukan konsep cara pandangan politik nasional Indonesia, yang dirumuskan sebagai Wawasan Nusantara, yang memandang tatanan pulau dan lautan, serta masyarakat di dalam wilayah NKRI sebagai satu kesatuan wilayah, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta dijadikan sebagai landasan visional bagi pembangunan nasional," ujar Menteri Siti dalam sambutan pembukaannya FGD KLHK.
BACA JUGA: KLHK: FABA Hasil Pembakaran Batu Bara Wajib Dikelola
Seperti diketahui, KLHK menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Geopolitik dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia, Selasa, 23 Maret 2021. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan membangun komitmen bersama dalam perlindungan dan pemanfaatan sumber daya genetik Indonesia.
Menteri LHK, Siti Nurbaya, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, serta Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko hadir sebagai keynote speakers.
Turut pula hadir 12 (dua belas) orang narasumber yang berasal dari pejabat Eselon I di 11 (sebelas) Kementerian/Lembaga terkait.
Lebih lanjut Siti menjelaskan jika relevansi penerapan Wawasan Nusantara dapat dilihat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, meliputi kesadaran akan pentingnya bersatu untuk mencapai tujuan bersama yakni mengenalnya sebagai persatuan dan kesatuan.
Kemudian, kata dia, penguatan jati diri dan ikatan batin bangsa sebagai bangsa yang bermartabat, besar dan disegani sebagai konsep kebangsaan.
"Kesatuan wilayah nasional untuk menjamin keutuhan ruang hidup dan sumber kehidupan bangsa, sering kita sebut negara kepulauan," kata dia.
Kemudian, lanjut Siti, kesatuan bangsa Indonesia dengan tanah airnya yang menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan bangsa, yakni konsep geopolitik.
Selain itu, kesatuan dalam kemajemukan agar bangsa Indonesia tetap bersatu meskipun dari latar belakang yang berbeda-beda untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan, yakni kita menyebutnya Bhineka Tunggal Ika.
"Satu kesatuan kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat untuk menjamin kesejahteraan, kedaulatan dan kemerdekaannya sebagai konsep negara kebangsaan," tutur dia.
Atas dasar hal tersebut, Siti berujar, maka perlu ada kesepahaman dalam kesepakatan terhadap penentuan prioritas pemerintah dalam menyikapi posisi Indonesia terhadap negara lain dalam kerangka kesepakatan global dibidang sumber daya genetik.
“Keanekaragaman hayati dan sumber daya genetiknya yang dimiliki Indonesia, selain menjadi potensi yang luar biasa untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia juga menjadi menarik bagi negara-negara yang tidak memiliki sumber daya tetapi memiliki teknologi untuk dapat memanfaatkannya. Hal ini menjadi tantangan dan ancaman bagi kami apabila tidak mampu mengelolanya dengan baik," imbuh dia.
Siti menegaskan, potensi keragaman genetik Indonesia harus dijaga dan dicegah agar tidak beralih kepada pihak asing tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemerintah, lanjutnya.
Menteri Siti mencontohkan jika tercatat bahwa telah terjadi beberapa kasus pencurian sumber daya genetik (biopiracy), antara lain ublikasi peneliti asing tanpa ijin atas penemuan species baru Tawon Raksasa (Megalara Garuda) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Kemudian, kata dia, pendaftaran paten atas 9 (sembilan)jenis tumbuhan asli Indonesia oleh Shiseido perusahaan kosmetik Jepang (kemudian dipaten-kan), meski saat ini sudah dicabut kembali patennya.
Ada juga, lanjut Siti, pencurian Kantong Semar (Nephentes clipeata) di TWA Gunung Kelam, Kalimantan Barat oleh peneliti asing.
"Publikasi tanpa ijin hasil penelitian amphibi dan reptil di TN Lore Lindu Sulawesi Tengah oleh peneliti asing, serta mungkin masih banyak lagi kedepannya jika kita tidak segera mengantisipasi soal pengalolaan sumberdaya genetik kita," papar dia.
Disisi lain Menteri Siti mengungkapkan jika para peneliti pun sebenarnya telah mampu mengungkap potensi sumber daya genetik Indonesia (bioprospeksi), sebagai contoh, seperti pemanfaatan bakteri berguna (microba) untuk pengganti pupuk dan pestisida serta anti frost.
Kemudian, kata dia, penemuan anti-cancer pada soft Coral di TWA Teluk Kupang dan budidaya Jamur Morel yang memiliki nilai ekonomis tinggi di TN Rinjani dan lain sebagainya.
"Potensi-potensi seperti ini harus terus kami cari dan kembangkan, sehingga sumber daya genetik Indonesia dapat kita jadikan sebagai modal/asset (natural capital) yang dirasakan secara nyata untuk mendukung kesejahteraan masyarakat serta menuju Indonesia maju," tegas dia.
Menteri Siti meminta agar Indonesia sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi perlu memiliki kemampuan penguasaan teknologi untuk dapat mengolah kekayaan tersebut.
Perwujudannya, lanjut Siti, memerlukan dibukanya kesempatan/peluang kerja sama dengan negara-negara pemilik teknologi melalui kebijakan pemanfaatan sumber daya genetik yang menguntungkan Indonesia sebagai negara penyedia sumber daya.
"Pemikiran yang dijadikan asas di sini menekankan pada penjaminan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan sumberdaya genetik tersebut bagi pemiliknya. Selain itu diperlukan perhatian atas pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik tersebut," kata dia.
Siti juga menilai, banyak hal yang perlu dikembangkan terkait dengan pengaturan atas pemanfaatan sumber daya genetik, sehingga diperlukan kesepahaman antar Kementerian/Lembaga agar mampu melindungi keberadaan kekayaan keanekaragaman hayati sebagai asset negara untuk masa kini dan masa depan.
Dia menyebutkan, Indonesia perlu mengalokasikan investasi untuk melakukan riset secara komprehensif terkait potensi pemanfaatan kehati dan sumber daya genetik asli yang tersebar di seluruh daerah yang masih belum semuanya di eksplorasi.
Hal ini mengingat bahwa sumber daya genetik memiliki nilai strategis untuk keutuhan pangan, kesehatan, energi, ekonomi, keamanan negara, perkembangan teknologi dan lingkungan serta sebagai bentuk kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar sepakat jika penting bagi Indonesia harus terus berupaya keras menjaga kelestarian keanekaragaman hayatinya, sumber daya genetik dan pengetahuan-pengetahuan tradisional dan mengembangkannya secara berkelanjutan.
Menurut dia, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengelola kehati termasuk dari aspek perlindungan, konservasi, serta pemanfaatan dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan komponen kehati telah dilakukan pemerintah disegala tingkatan dari nasional hingga global.
Di tingkat internasional, ungkap dia, Indonesia menjadi negara pihak konvensi keanekaragaman hayati atau CBD dan telah meratifikasinya menjadi UU No 5/1994. Indonesia juga telah meratifikasi International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) melalui UU No.4/2006 tentang upaya perlindungan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian.
"Pengelolaan kehati Indonesia juga diatur dalam UU No.11/2013 tentang pengesahan Protokol Nagoya mengenai akses pada sumber daya genetik dan pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatannya. Indonesia juga aktif dalam perundingan di forum internasional lainnya," papar dia.
Dia menyebutkan, guna mengoptimalisasi pengelolaan kehati di Indonesia serta menjaga kedaulatan negara atas kekayaan alamnya.
Wamenlu Mahendra Siregar menekan beberapa hal yang kiranya perlu untuk terus dimajukan, yaitu dengan memperkuat kompetensi domestik dan meningkatkan investasi dibidang riset, ilmu pengetahuan teknologi dan inovasi mengenai kehati.
Kemudian, lanjut dia, pentingnya meningkatkan kerjasama multipihak baik dengan pamengku kepentingan nasional maupun internasional, serta dengan penguatan mekanisme dan kerja sama internasional.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian kekayaan kehati global berada di negara-negara berkembang, banyak negara dan perusahaan di negara maju yang memiliki kepentingan baik untuk keperluan usaha, investasi maupun industri mencari potensi sumber daya genetik dari negara-negara berkembang untuk kemudian dikembangkan untuk kebutuhan penelitian, ekonomi, dan komersial. Hal ini yang Pemerintah terus kejar agar terjadi pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan komponen kehati" ujar dia.
Hal senada diungkapkan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko bahwa pengelolaan sumber daya genetik penting dilakukan, LIPI sebagai scientific authority mengupayakan perlindungan sumber daya genetik melalui konservasi eksitu yaitu Kebun Raya.
Dia menyebutkan, LIPI juga mengkoleksi spesimen fisik/spesimen mati baik flora maupun fauna dan juga mikroba kemudian saat ini LIPI juga sudah melakukan ekstraksi data digitalnya baik itu data DNA, struktur protein dan juga senyawa-senyawa aktif yang dikandung di spesimen-spesimen tersebut.
"Informasi dari ekstraksi itu sangat penting karena saat ini kita tidak cukup hanya dengan tracing dari taksonomi konvensional, kita harus masuk ke level molekuler, sehingga kalo kita ingin menuntut benefit sharing sesuai dengan Protokol Nagoya yang telah kita ratifikasi, maka kita bisa membuktikan secara molukuler bahwa ini memang sumber daya genetik asli Indonesia. Kemudian juga tentu akan berguna sampai pemanfaatan khususnya yang terkait dengan bioenginering dan bioteknologi," ungkap Laksana.
FGD ini diselenggarakan selama 2 (dua) hari pada tanggal 23 – 24 Maret 2021 secara hybrid, tatap muka (untuk pembicara) dan on-line (untuk Peserta), bertempat di ruang Rimbawan I Gedung Manggala Wanabhakti Kementerian LHK Jakarta. FGD hari pertama ini dihadiri oleh sekitar 4.021 orang peserta secara online yang terdiri dari perwakilan Kementerian/Lembaga, Akademisi dan Pakar, serta praktisi di bidang sumber daya genetik. (jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia