jpnn.com, PALU - Masjid Jami di Pantoloan, Tawaeli Kota Palu masih berdiri tegak meski dihajar tsunami 28 September lalu.
Ismail, 49, seorang saksi mata mengatakan, gelombang tsunami tidak menghajar rumah ibadah, tempat dia biasa menjalankan salat lima waktu itu. Dia mengaku kaget, gelombang tinggi tsunami seakan enggan menghancurkan Masjid Jami Pantoloan.
BACA JUGA: Gempa di Situbondo tidak Berpotensi Tsunami
Padahal masjid tersebut hanya berlokasi sejauh 50 meter dari garis pantai. Sementara kondisi permukiman warga dan pepohonan yang berada di lingkungan masjid luluh lantak diterjang gelombang tsunami.
"Pada saat terjadi tsunami di dalam masjid, cukup besar meninggi sekitar 12 meter lebih ketinggian air melewati masjid," kata Ismail menceritakan dengan antusias kepada JawaPos.com di Masjid Jami Pantoloan, Kelurahan Pantoloan, Palu Utara, Sabtu (13/10).
BACA JUGA: Terseret Tsunami, Bayi 2 Bulan Selamat Tersangkut di Pohon
Ketika muadzin sedang mengumandangkan azan untuk memanggil warga melaksanakan salat maghrib, warga dikagetkan oleh gempa berkekuatan 7,4 skala Richter (SR). Banyak warga berhamburan untuk menyelamatkan diri dari guncangan keras tersebut.
Bak karpet yang digoyangkan, Ismail mengaku tidak mampu berdiri tegak saat gempa berkekuatan besar tersebut mengguncang wilayah Sulteng. Namun sebagian jemaah yang berada di Masjid Jami Pantoloan tetap berniat untuk menjalankan ibadah salat maghrib.
BACA JUGA: Panglima Kogasgabpad Imbau Warga Kembali ke Sulawesi Tengah
Ketika lafadz 'hayya alassholah' dikumandangkan, secara tiba-tiba gelombang air laut meninggi, menghantam yang ada di depannya terkecuali Masjid Jami Pantoloan.
"Tidak terbelah dua, dia bergelombang naik meninggi ke atas kubah masjid," ujar Ismail bercerita.
Masjid bercat hijau itu seolah berada di bawah gelombang tsunami, tidak terlihat pecahan kaca yang menempel di dinding masjid. Namun hanya pagar masjid yang telihat hancur diterjang amukan air laut tersebut.
"Setelah surut baru sempat masuk ke dalam masjid, tapi enggak sampai penuh masuk ke dalam. Sekitar di bawah lutut kaki," ujar Ismail.
Sementara itu saksi mata lainnya, Muhammad Alif Firmansyah, 18, menceritakan betapa dahsyatnya guncangan gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah Sulteng.
Alif terkejut tiba-tiba desanya diguncang gempa 7,4 SR. Saat itu, sambung Alif, banyak warga yang jatuh hingga terbalik akibat goyangan gempa tersebut. "Waktu gempa ada yang tersalto hingga terjatuh," ungkap Alif.
Tidak lama kemudian, secara tiba-tiba gelombang air laut meninggi menyapu semua yang ada di daratan. Dia pun mengaku gelombang tsunami itu seolah melewati Masjid Jami Pantoloan.
Warga pun berhamburan seraya mengucap dzikir mengingat Sang Pencipta. "Waktu tsunami terbelah, air itu terbelah, air itu lompat melewati masjid," terang Alif mengingat peristiwa mencekam itu.
Alif kaget dan merasa kagum, rumah ibadah umat Islam tersebut tetap berdiri kukuh meski terdapat peristiwa tsunami. "Sebenarnya kalau tidak ada masjid ini semua rumah tersapu," paparnya.
Usai gempa dan tsunami, lanjut Alif, banyak relawan yang menyumbangkan bantuan untuk keperluan masjid tersebut. "Banyak orang melihat masjid ini kagum, banyak orang memberikan bantuan seperti karpet, genset dan bantuan lainnya," pungkasnya. (rdw/jpc)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Mega Berbagi Pengalaman soal Penanganan Bencana
Redaktur : Tim Redaksi