Gempur Sulu, Pasukan Malaysia Langgar HAM

Senin, 11 Maret 2013 – 10:32 WIB
LAHAD DATU - Pemerintah Filipina mengungkapkan keprihatinan mendalam kepada aparat Malaysia yang melancarkan Operasi Daulat untuk memberantas gerilyawan Kesultanan Sulu. Merujuk laporan sejumlah media Filipina, banyak warga sipil tak bersalah yang dilecehkan sesudah terjebak dalam pertempuran antara pasukan Malaysia dan pengikut Sultan Sulu di Sabah.

Gara-gara dituding sebagai pengikut Sultan Sulu Jamalul Kiram III, banyak warga Filipina yang menetap di Sabah yang dipukuli dan ditembak pasukan Malaysia.

"Kami prihatin atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilaporkan di media Filipina. Perlakuan seperti itu terhadap warga negara Filipina tidak dapat diterima," kata Abigail Valte, juru bicara Presiden Benigno Aquino, seperti dikutip Philippine Daily Inquirer kemarin.

Dia mengingatkan bahwa Presiden Aquino secara pribadi sudah meminta Perdana Menteri Malaysia Najib Razak memastikan sekitar 800 ribu warga Filipina di Sabah tidak dianiaya. "Mereka hanya terjebak karena tinggal di sana," imbuhnya.

Selama berabad-abad, suku Sulu dari Filipina Selatan secara bebas menyeberangi laut masuk Sabah untuk mencari pekerjaan dan berdagang. Banyak yang tinggal di Sabah selama bertahun-tahun. Kini situasinya berubah pascainvasi gerilyawan Kesultanan Sulu ke Sabah.

Selain itu, mulai kemarin screening media lebih ketat. Jawa Pos yang selama seminggu ini bebas meliput ke lokasi Felda Sahabat dilarang masuk. Polisi CID (Criminal Investigation Division) yang selama ini membantu akses koran ini juga tiba-tiba menghindar dan tak bersedia mengangkat ponsel.

Polisi Malaysia juga melarang dua wartawan televisi dan online asal Indonesia yang baru datang ke Lahad Datu. Praktis hanya media asal Malaysia yang boleh berada di lokasi Felda, sekitar sejam dari Kota Lahad Datu.

Ismail mengulangi larangan bagi setiap penduduk untuk mendekat ke lokasi. Saat ini polisi Malaysia sudah menangkap 85 orang yang diduga berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan invasi gerilyawan Sulu ke Sabah.

Pimpinan polisi wilayah Sabah Datuk Hamza Taib menjelaskan, kontak tembak dengan gerilyawan Sulu berlangsung sejak Sabtu malam (9/3) hingga Minggu pagi (10/3). "Sejak Sabtu pukul 8 malam hingga tadi pagi (kemarin) pukul 4," ucapnya.

Dua anggota Pasukan Gerak Am terluka dan dievakuasi de­ngan helikopter ke sebuah rumah sakit di Sandakan. "Satu orang terluka di betis, satu lagi terluka di perut," katanya.

Wartawan Malaysia yang meliput di sekitar Felda Sahabat kemarin dilaporkan berjumpa dengan gerilyawan Sulu. Mengutip informasi wartawan kantor berita Malaysia Bernama Mohd Hisham, mereka menemukan kampung kosong di kawasan Tanjung Labian.

Saat hendak mendekat, mereka melihat seorang berpakaian hitam-hitam dan membawa senjata. Wartawan dari Bernama, The Star, dan New Strait Times langsung kembali ke arah media center. Mereka mengaku mendengar empat kali letusan senjata.

Sulu Jago Menyelundup

"Jangan masuk Kampung Puyut sendirian, sangat berbahaya," ujar Izudin, warga Lahad Datu yang ditemui Jawa Pos di pusat kota, kemarin (10/3). Warga Malaysia yang minta dipanggil Bang Zudin itu adalah seorang yang cukup disegani di "dunia hitam" Lahad Datu.

Yang dimaksud Kampung Puyut adalah kampung air (rumahnya berada di atas laut). Kampung itu dihuni warga keturunan suku Sulu dan Bajo laut. "Mereka sangat curiga dengan orang asing. Apalagi wartawan," katanya.

Dia lantas mengajak koran ini naik ke kereta (mobil) hitam miliknya. "Saya antar berkeliling dulu," ujar Zudin. Mobil dipacu ke jalan-jalan tikus di sekitar pasar rakyat Lahad Datu. "Lihat, itu mereka yang terang-terangan menjual rokok. Mereka asal Sulu," ucapnya.

Rokok yang dijual berasal dari Filipina dan Indonesia. Harganya jauh lebih murah daripada pasaran. "Karena masuknya memang tidak resmi," ungkapnya. Zudin berhenti sejenak, lalu meminta sebuah merek rokok dari Indonesia. Dia merogoh dompet dan mengeluarkan 4 ringgit (sekitar Rp 13.000). "Oh, Anda tidak merokok, ya," ujarnya saat Jawa Pos menolak rokok yang cukup laris di Indonesia itu.

Zudin menceritakan, rokok-rokok tersebut masuk lewat Tanjung Batu dan Kampung Tanduo yang kini sedang menjadi medan perang. "Itu sudah berlangsung lama sekali di sini, sudah biasa," katanya.

Dua kampung itu terkenal sebagai jalur masuk ilegal ke Lahad Datu. Jarak tempuh yang hanya 30 menit dari Tawi-Tawi Filipina membuat kampung tersebut gampang sekali dimasuki imigran asal Filipina Selatan. "Dia masuk, lalu bergabung dengan peladang sawit. Sampai kota, mereka akan melapor dulu ke Kampung Puyut," ujarnya.

Jika apes dan tertangkap petugas imigrasi, warga asal Filipina Selatan yang masuk ilegal itu harus masuk ke karantina. "Tapi, di sekitar wilayah Lahad Datu ini tidak ada konsulat Filipina. Bisa terkatung-katung tiga sampai enam bulan. Baru bisa diurus, itu pun kalau ada petugas yang datang dari Semenanjung (Kuala Lumpur)," tambahnya.

Selain rokok, jalur Kampung Tanduo dan Tanjung Batu menjadi akses masuk buah dari Filipina. Misalnya, mangga, semangka, atau durian. "Yang berjualan buah di depan pasar juga warga Sulu," katanya. Mereka terkenal menguasai dunia malam Lahad Datu. Termasuk, menjaga lokasi karaoke dan tempat minum-minum. "Tapi, karena konflik ini, semua tutup dulu. Biasanya ada empat tempat yang buka hingga jam 3 pagi," ujarnya. (rdl/c10/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Karzai Tuding AS Kolusi dengan Taliban

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler