JAKARTA - Perjalanan DPR periode 2009-2014 sudah genap berusia dua tahun per 1 Oktober laluBukannya semakin membaik dari tahun sebelumnya, kinerja DPR di tahun kedua ini, baik kinerja legislasi, anggaran, maupun pengawasan, justru semakin merosot.
"Masih bisa dipahami kalau pada tahun pertama, kinerja DPR agak terpuruk
BACA JUGA: Kedepankan Kompetisi, PKB Jaring Caleg Lebih Dini
Soalnya, tahun pertama biasanya masih perlu penyesuaian dan belajarMenurut Sebastian, fungsi-fungsi DPR memang berjalan
BACA JUGA: Noriyu Luncurkan Buku Atas Nama Jiwa
Tapi, tidak menghasilkan kinerja dan produk yang benar "benar memenuhi kepentingan publik"Kuatnya dugaan telah terjadi praktek mafia dan percaloan dalam proses anggaran, legislasi, dan pengawasan di Senayan semakin memperburuk wajah DPR," katanya.
Sebastian mencontohkan, dari aspek anggaran, DPR seolah sengaja tidak kritis dan mendorong efisiensi
BACA JUGA: PKB Ingin UU Pemilu Lebih Simpel
Alokasi anggaran yang disetujui DPR, hampir selalu lebih besar dari usul anggaran yang diajukan pemerintahGejala ini terlihat dengan kasat mata pada APBN tahun 2011.Pemerintah awalnya mengajukan anggaran belanja negara sebesar Rp 1.202 triliunAlih-alih berfikir efisiensi, DPR justru menyetujui anggaran dalam jumlah yang lebih besar, yakni Rp 1.229,5 triliun"DPR menambah Rp 27,5 triliun dari yang diusulkan pemerintah," kata Sebastian.
Hal yang sama terjadi pada alokasi belanja kementerian/lembagaPemerintah hanya mengusulkan Rp 410,4 triliunOleh DPR, disepakati sebesar Rp 432,7 triliunArtinya, ada tambahan "bonus" sebesar Rp 22,3 triliunMeskipun sudah mendapat tambahan, ternyata masih ada nomenklatur lain yang disebut "tambahan belanja kementerian/lembaga" yang nominalnya mencapai Rp 21,8 triliun.
Sebastian mengatakan DPR sebenarnya tidak perlu menambah alokasi anggaran yang diajukan pemerintahKarena pemerintah pasti sudah memperhitungkan masak "masak anggaran yang diajukannyaAkibatnya, kesan yang ditangkap publik adalah DPR tidak taat asas efisiensi dan cenderung menghamburkan keuangan negara.
"Inilah yang disinyalir menjadi lahan atau sumber "penggarongan" bagi permainan para mafia anggaran," kata SebastianAkibat lain dari penambahan anggaran itu, kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dalam APBN semakin besar"Defisit anggaran di tahun 2011 menjadi Rp 214,6 triliun," ujarnya.
Mungkin karena sudah terjebak kongkalingkong dengan pemerintah, DPR tidak bisa lagi mengkritisi postur APBN secara objektifMisalnya, soal alokasi belanja modal atau pembangunan sebesar Rp 121,8 triliun yang jauh lebih kecil dari alokasi belanja rutin atau pegawai sebesar Rp 180,6 triliun"Jadi, dana untuk kesejahteraan rakyat jauh lebih kecil dari anggaran untuk pegawaiBisa dibilang APBN ini hanya untuk melayani pemerintah," kata Sebastian.
Kinerja legislasi DPR juga tidak lebih baikTarget legislasi tahun 2011 adalah 70 RUU prioritas prolegnas ditambah 23 RUU "luncuran" dari tahun 2010Sejauh ini, baru 12 RUU yang rampung dan disahkan menjadi UUSemuanya berasal dari 23 RUU "luncuran", yakni RUU yang sudah berjalan proses pembahasan tingkat I bersama pemerintah
"Ironis sekaliTidak ada satupun RUU yang telah disahkan itu berasal dari 70 RUU yang ditetapkan sebagai prioritas 2011," kata Sebastian.
Padahal, lanjut dia, anggaran untuk legislasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan signifikanPada 2011 dialokasikan Rp 301,7 miliar untuk proses legislasiBahkan, pada tahun 2012, pagu yang diusulkan meningkat pesat menjadi Rp 541,2 miliar.
Sebastian menyebut anggaran untuk 1 RUU inisiatif DPR pada 2011 sebesar Rp 6,6 miliar, RUU usulan pemerintah Rp 4,3 miliar, RUU Pemekaran Daerah Rp 2,2 miliar, dan RUU yang meratifikasi kesepakatan internasional Rp 868,06 miliar"Sayangnya tidak ada korelasi positif antara peningkatan anggaran legislasi dengan kinerja legislasi DPR," ujarnya.
Efektivitas fungsi pengawasan, lanjut Sebastian, juga tidak jelasDia mencontohkan raker komisi dengan kementerian mitra kerjanya berjalan intensNamun, hasilnya belum secara langsung membawa perubahan pada perbaikan kinerja pemerintah"Contoh lainnya pembentukan timwas century yang setelah bekerja sejak 27 April 2010 hasilnya belum jelas," kata Sebastian.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan performance dan kinerja DPR sebagai episentrum politik nasional tidak terlepas dari dinamika menuju penyerahan estafet kepemimpinan nasional pada 2014Dalam situasi seperti itu, otomatis masing "masing partai melalui fraksinya di DPR berusaha memanfaatkan sisa waktu yang masih ada untuk pembangunan citra.
"Kami akui dua tahun ini, fraksi-fraksi di DPR memang banyak disibukkan kegiatan yang sifatnya panggung politik," kata Taufik
Dia menegaskan, DPR mengaspresiasi masukan dan kritik dari masyarakat"Pada prinsipnya, kami di DPR tetap bekerja dengan maksimal sesuai mekanisme dan tata perundangan yang ada," kata Sekjen DPP PAN, itu.
Terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie enggan menanggapi evaluasi kritis dari FormappiMenurut dia, karena kritik itu disampaikan oleh lembaga yang tidak kredibel, dirinya tidak perlu memberikan tanggapan"Dia itu menilai DPR sebagai apa, kapasitas apa, dan dibayar siapa," ujar Marzuki usai diskusi di Restoran Bumbu Desa, Jakarta, kemarin.
Menurut Marzuki, tidak pada tempatnya DPR memberikan tanggapan kepada FormappiTerlebih dahulu, sebaiknya Formappi juga patut diuji akuntabilitasnya sebagai lembaga"Ukur dulu, akuntabilitasnya bagaimana," tandasnya(pri/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yenny Wahid Optimistis PKBN Lolos Verifikasi
Redaktur : Tim Redaksi