Gencatan Senjata dengan Palestina Bikin Israel Retak

Senin, 19 November 2018 – 16:06 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu. Foto: AFP

jpnn.com, TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu harus membayar mahal gencatan senjata di Jalur Gaza pekan lalu. Avigdor Lieberman, sekutu dekatnya, mengundurkan diri. Sekaligus mencabut dukungan partainya, Yisrael Beiteinu, terhadap pemerintahan. Kini sebagian partai dalam koalisi pemerintah menuntut percepatan pemilu.

Kabar buruk bagi pemerintahan Netanyahu itu menjadi berita bagus bagi Hamas. Kelompok yang berkuasa di Jalur Gaza tersebut merayakan mundurnya Lieberman dan partainya dari koalisi. Hamas merasa menang karena bisa mengguncang koalisi Israel lewat gencatan senjata yang diprakarsai Mesir dan PBB itu.

BACA JUGA: Indonesia Harus Lebih Lantang Lawan Aksi Keji Israel di Gaza

"Orang-orang Israel terkejut melihat betapa lemahnya pemerintahan mereka," ujar salah seorang senior Hamas.

Lieberman yang adalah ketua partai Yisrael Beiteinu itu tak suka dengan gencatan senjata di Jalur Gaza. Lieberman satu suara dengan penduduk Kota Sderot di Jalur Gaza. Sekitar 460 roket milik Hamas jatuh di wilayah tersebut sepanjang pertempuran awal pekan lalu. Mereka berang. Tapi, mereka tidak menginginkan gencatan senjata.

BACA JUGA: Tak Rela Gaza Tenang, Menhan Israel Mundur dari Kabinet

"Meski kami merasa kasihan dengan penduduk sipil Palestina yang tidak berdosa, saya rasa kita tetap harus melanjutkan ini," ujar Maxine Dorot, penduduk Kota Ashkelon. Sama dengan Sderot, kota itu pun berbatasan dengan Jalur Gaza.

Namun, Netanyahu tidak ingin pertempuran berlanjut. Bagi Israel, satu nyawa sangat berarti. Apalagi, jika itu nyawa personel militer. "Saya tak menginginkan perang yang tidak perlu," tegas Netanyahu di hadapan Knesset, parlemen Israel.

BACA JUGA: Fraksi PKS Serukan Aksi Global Menghentikan Agresi Israel

Dia sadar, mustahil bagi IDF untuk membasmi tuntas Hamas. Sebab, setiap kali ada yang mati, ada orang lain yang menggantikannya.

Jalur Gaza tidak sama dengan Syria. Jika bom yang dijatuhkan di Syria bisa membuat konsolidasi Iran tertunda, tidak demikian halnya di Jalur Gaza.

Di wilayah yang dikuasai Hamas itu, pertempuran selalu kembali ke titik semula. Yang membedakan hanya makin banyaknya makam dan penghuni rumah sakit. Sedangkan perlawanan tetap sama sengitnya.

Bagaimanapun, pengunduran diri Lieberman memang membuat posisi Netanyahu sulit. Sumber di internal pemerintahan menyatakan bahwa Netanyahu akan berusaha bertahan hingga enam pekan mendatang.

Dengan kata lain, tak ada pemilu percepatan seperti tuntutan partai-partai yang berkoalisi dengannya. Pemilu tetap akan digelar tahun depan.

Di tempat terpisah, Miko Peled, aktivis perdamaian Israel, menegaskan bahwa Netanyahu tak akan terguling meski pemilu dipercepat.

Dukungan masyarakat memang rendah karena banyaknya skandal yang menjerat suami Sara tersebut. Tapi, dia juga menuai pujian karena banyaknya prestasi yang dicapai.

"Saya rasa Lieberman dan partai-partai lainnya membuat kesalahan besar jika mereka pikir bisa mengalahkan Netanyahu. Netanyahu adalah politikus paling cerdas dan berpengalaman di Israel saat ini," ujarnya seperti dilansir RT.

Salah satu rekor yang dicapainya adalah pengakuan dari AS dan beberapa negara lain bahwa Jerusalem adalah ibu kota Israel. Dia juga bisa mendorong AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Dia juga punya hubungan baik dengan negara-negara Arab. Karena itu, akan sulit mencari tandingannya di Israel.

"Dia akan kembali dan bahkan ada kemungkinan dia bakal kembali lebih kuat dari sebelumnya," tegasnya. (sha/c10/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Israel Serang Gaza, RS Indonesia Rusak


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler