jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Gerindra DPR kembali melancarkan kritik terhadap pemerintah yang dinilai gagal mewujudkan target pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Gerindra, apa yang dilakukan pemerintah selama empat tahun terakhir tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
"Target pemerintah masih banyak yang belum tercapai, pemerintah kurang fokus pada hal yang strategis. Uang begitu besar dikeluarkan setiap tahun, tenyata dampaknya di masyarakat tidak begitu terasa," ucap Edhy saat konferensi pers usai sidang paripurna DPR, Kamis (24/5).
BACA JUGA: Kronologi Politikus Gerindra Ditangkap di Bandara Banyuwangi
Dalam sidang paripurna itu Fraksi Gerindra memberikan banyak catatan kritis dan koreksi atas materi yang disampaikan pemerintah mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2019.
"Pilihan-pilihan kebijakan pemerintah bukan saja semakin jauh dari pertimbangan strategis. Bahkan pilihan kebijakan dalam mengatasi tantangan pembangunan dan gejolak ekonomi global justru seringkali abai terhadap kesejahteraan rakyat," ucap Heri.
BACA JUGA: Gerindra Sambut Gembira Rencana SBY
Anggota Komisi XI DPR itu menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi seyogianya diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, berkeadilan dan berkedaulatan. Bukan hanya sekadar memberikan alokasi bantuan sosial yang berbau populis demi mengejar popularitas di mata rakyat.
Terkait KEM-PPKF Tahun 2019, Heri menyebutkan bahwa pada tahun 2019 pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen hingga 5,8 persen, sementara pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan oleh pemerintah berada pada kisaran 7 persen. Faktanya dari tahun ke tahun hanya tercapai berkisar antara 5,06 persen hingga 5,19 persen.
BACA JUGA: SBY Bakal Bertemu Prabowo, Begini Respons Elite PKS
"Pertumbuhan ekonomi selalu berada dibawah target pertumbuhan yang dipatok APBN, dalam kurun waktu tiga tahun anggaran belakangan ini. Capaian ini tentunya mengindikasikan adanya kegagalan pemerintah dalam memenuhi target pertumbuhan ekonomi nasional," tegasnya.
Laju inflasi, walaupun terlihat positif namun memberi pesan bahwa telah terjadi penurunan daya beli masyarakat. Kondisi itu merupakan dampak dari rupiah yang cenderung terdepresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia.
Kemudian diikuti oleh kenaikan BBM non subsidi dan penertiban subsidi tarif dasar listrik terhadap 20 juta pelanggan, yang diperkirakan masih akan terjadi pada tahun 2019.
Terkait tingkat suku bunga Surat Perbendaharan Negara (SPN) 3 bulan dalam asumsi makro ditetapkan berkisar antara 4,6 persen hingga 5,2 persen, masih belum kondusif untuk masuknya arus modal ke Indonesia, dan kenaikan suku bunga The Fed sepanjang tahun 2018 diperkirakan berdampak pada tahun 2019 yang mengakibatkan likuiditas akan banyak mengalir ke luar negeri.
Fraksi Gerindra juga berpandangan bahwa nilai tukar rupiah yang stabil akan sangat berperan penting bagi APBN dan perekonomian nasional. Namun ada phenomena baru yang menarik terjadi pada bulan April 2018, terjadi depresiasi rupiah sebesar 3 persen terhadap USD, tapi nilai ekspor bulan April turun dibandingkan bulan sebelumnya.
Kemudian harga minyak mentah Indonesia (ICP) tahun 2019 diperkirakan akan naik seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Gerindra memprediksi harga minyak dunia dapat menembus angka psikologis US$100 per barel, sebelum tahun 2019.
Lifting minyak bumi yang diperkirakan pemerintah berkisar antara 772-805 (ribu barel setara minyak per hari), melihat kondisi saat ini dan program kebijakan yang dilakukan pemerintah, angka itu dianggap terlalu optimis mengingat dalam beberapa tahun belakangan pemerintah tidak pernah mampu mencapai target lifting.
"Kami perkirakan lifting minyak bumi sekitar 750 (ribu barel setara minyak per hari), demikian juga dengan perkiraan Pemerintah untuk lifting gas bumi yang berkisar 1.210 -1.300, kami perkirakan 1.250 (ribu barel setara minyak per hari)," jelasnya.
Di akhir pandangan fraksinya, Heri mengingatkan pemerintah bahwa tahun 2019 merupakan tahun transisi politik. Kebijakan yang diambil tentunya tidak boleh membebani apalagi menghambat perbaikan kinerja pemerintahan terpilih melalui Pemilu tahun 2019. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inikah Sinyal PKS Restui Prabowo - AHY?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam