Gerindra: Satu Tahun Berkuasa, Rapor Jokowi-JK Banyak Nilai Merah

Selasa, 13 Oktober 2015 – 00:44 WIB
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Politikus Partai Gerindara Heri Gunawan mengatakan pada tanggal 20 Oktober mendatang, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla genap satu tahun berkuasa. Berdasarkan sejumlah parameter, menurut Heri, pemerintahan Jokowi-JK belum menunjukkan kinerja sesuai Tri Sakti dan Nawacita. Ibarat anak sekolah, anggota DPR RI ini menyatakan isi rapor Jokowi-JK banyak merahnya.

“Parameter pertumbuhan ekonomi nasional misalnya, semenjak pemerintahan ini tidak henti-hentinya ekonomi nasional ini tekanan. Dari data BPS, saat ini ekonomi hanya tumbuh 4,67 persen. Dan ini terburuk dalam 5 tahun terakhir,” kata Heri Gunawan, Senin (12/10).

BACA JUGA: Hal-hal Ini yang Dibicarakan Jokowi dan PM Malaysia

Lalu untuk parameter pengangguran ujarnya, sesuai data BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat 300 ribu orang atau naik sebesar 0,81 persen. Peningkatan pengangguran ini memperkuat indikasi bahwa ekonomi nasional sedang sakit.

Buruknya kinerja ekonomi hingga triwulan III 2015 telah berimbas kepada bertambahnya jumlah pengangguran. “Padahal, jumlah orang yang butuh pekerjaan terus bertambah 3 juta orang," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini.

BACA JUGA: Habibie Pamitan ke Jokowi, Mau Kemana Pak?

Kemudian parameter inflasi di Asean, menurut Heri justru Indonesia paling tinggi inflasinya. Berdasarkan analisis Indonesia for Global Justice (IGJ), misalnya, laju inflasi bergeser dari proyeksi yang ditetapkan sebesar 4,4 persen.

“Bulan Mei 2015, laju inflasi mencapai 7,15 persen atau naik sebesar 2,75 persen dari target pemerintah. Sehingga inflasi Indonesia adalah yang tertinggi se-ASEAN sebesar 6,18 persen,” katanya.

BACA JUGA: Banyak Maskapai Indonesia Gunakan Jasa Pilot Asing? Ini Alasannya

Inflasi menurut Heri, tidak hanya di daerah perkotaan tapi juga di pedesaan yang ditandai dengan naiknya indeks seluruh kelompok konsumsi.

“Kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi komponen tertinggi penyumbang inflasi, di samping komponen naiknya harga sembako," ujarnya.

Lalu parameter nilai tukar petani dan nelayan yang anjlok. Petani dan nelayan menurut Heri, adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan terhadap gejolak perekonomian nasional. Dampak dari buruknya ekonomi nasional telah menyebabkan anjloknya nilai tukar petani dan nelayan.

“Bahkan, peningkatan jumlah pengangguran 2015 pun disumbang dari tenaga kerja di sektor pertanian," imbuhnya.

Begitu juga dengan nelayan. Menurut Heri, dampak kenaikan BBM menyebabkan anjloknya Nilai Tukar Nelayan (NTN) hingga angka 102,97 yang merupakan angka terburuk dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

“Berdasarkan data BPS dan analisis IGJ, hingga kini NTN masih menunjukkan nilai yang fluktuatif. Komponen BBM menempati hingga 60-80 persen dari total biaya melaut. Selain itu, distribusi BBM yang tidak merata pun turut menjadi penyebabnya,” pungkas Heri Gunawan.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi dan Jaksa tak Boleh Sembarangan Pidanakan Pejabat Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler