Giliran UU Intelijen Digugat Ke MK

Kamis, 05 Januari 2012 – 17:44 WIB
JAKARTA - Koalisi Advokasi UU Intelijen Negara yang tergabung dalam AJI, IMPARSIAL, ELSAM, YLBHI, Perkumpulan Masyarakat Setara, dan 13 warga negara Indonesia mengajukan uji materi  Undang-Undang Intelijen Negara di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (5/1).

Mereka menilai, Pengesahan Rancangan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara pada Oktober 2011 lalu, telah menyisakan banyak permasalahan substansial. Sebab, beberapa materi dalam UU ini tidak sejalan dengan hak asasi manusia (HAM) dan semangat untuk mereformasi intelijen.

"Sedikitnya 16 ketentuan yang kami anggap bermasalah, sejumlah definisi yang kami anggap multi tafsir,” kata Peneliti Hukum Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar usai memasukan gugatan ke MK.

Para penggugat juga menilai, beberapa pasal dalam UU Intelijen Negara ini telah melahirkan sejumlah ancaman bagi jaminan kebebasan sipil, perlindungan hak asasi manusia, dan kebebasan pers. UU yang seharusnya menjaga tegaknya akuntabilitas intelijen lanjut Wahyudi, beberapa bagiannya malah membuka ruang penyelahgunaan kewenangan oleh lembaga intelijen. "Ini kan tidak sejalan dengan arah reformasi negara, masih mencampurkan intelijen sipil dan militer. Personil-personil militer yang masuk ke intelijen negara, seharusnya melepaskan jabatannya. Kalau ada pelanggaran pertanggungjawabannya kan juga jadi jelas, apakah sipil atau militer,” tegas Wahyudi.

Ke-16 pasal yang dinilai bermasalah itu, antara lain Pasal 1 ayat (4), ayat (6), ayat (8), Pasal 4, Pasal 6 ayat (3), Pasal 22 ayat (1), Pasal 25 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 26 jo. Pasal 44 dan Pasal 45, Pasal 29 huruf d jo., Pasal 31 jo. Pasal 34 jo., Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 36.

Dari ke-16 pasal itu, yang diminta untuk dibatalkan oleh MK, yakni Pasal 1 ayat (8), Pasal 26 jo. Pasal 44 dan Pasal 45, Pasal 29 huruf d, dan Pasal 34. Sedangkan Pasal 32, Koalisi Advokasi UU Intelijen Negara meminta inkonstitusional bersyarat.

Wahyudi menambahkan, Pasal 16 jo Pasal 44 dan Pasal 45 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai yang paling krusial. Ketentuan inilah kata dia, yang memberikan ancaman serius terhadap warga negara, karena setiap orang yang dianggap melakukan pembocoran rahasia intelijen, baik sengaja maupun tidak diancam dengan hukuman pidana yang berat.

"Ketentuan ini berpotensi disalahgunakan karena dibuat secara lentur, bersifat multitafsir, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi penguasa. Sehingga situasi ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum,” ucapnya.

Kemudian, Pasal 31 jo Pasal 34. Penjelasan Pasal 34 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 tentang pengistilahan penggalian informasi. Menurut Wahyudi, ketentuan ini sangat potensial akan merampas kebebasan sipil warga negara. Sebab, dengan menggunakan tangan aparat penegak hukum, intelijen negara dapat melakukan penggalian informasi terhadap seseorang yang dianggap mengancam keamanan dan kepentingan nasional. "Ketentuan ini juga potensial mengacaukan sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang sudah diatur sedemikian rupa di KUHAP,” imbuhnya.

Pasal 36 tentang pengangkatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) juga dianggap krusial. Ketentuan ini mengatur tentang pengangkatan Kepala BIN yang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPR.

"Seharusnya tidak perlu minta persetujuan DPR, cukup Presiden saja. Pelibatan DPR dalam hal pemilihan Kepala BIN justru membuka ruang terjadinya politisasi. Kami berharap MK bisa mengabulkan permohonan ini, dengan membatalkan sejumlah pasal-pasal yang bermasalah dan memberi tafsir yang baru,” ujar  Wahyudi.

Direktur Eksekutif Imparsial Poengky menambahkan, pihaknya sebenarnya tidak anti atau menolak UU Intelijen Negara. Namun ternyata, ketika disahkan justru ada beberapa pasal yang snagat merugikan masyarakat sipil. "Kelompok yang berseberangan bisa jadi sasaran intelijen. Kental nuansa politis ketimbang nuansa hukum. Uji materi UU ini terkait kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Sampai saat ini kasusnya masih gelap, tidak terbongkar,” pungkasnya. (kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Seriusi Mobil Esemka

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler