jpnn.com - JAKARTA - Yayasan Swiss German University Asia (YSGUA) sebagai penyelenggara pendidikan di SGU diminta bertanggung jawab atas hak-hak dan kelangsungan masa depan pendidikan mahasiswa.
Hal itu penting jika pengadilan membatalkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah dan gedung milik PT BSD yang kini dijadikan sebagai kampus SGU.
BACA JUGA: Kapal Perang Rusia Sandar di Tanjung Priok Hingga 5 November
"Jangan mencari kambing hitam, apalagi sampai membenturkan mahasiswa dengan pihak luar demi kepentingan sekelompok orang. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan merupakan tanggungjawab YSGUA sebagai penyelenggara pendidikan di SGU, bukan tanggungjawab mahasiswa atau pihak lain,” ujar Sekjen Komnas Pendidikan, Andreas Tambah melalui keterangan pers.
Andreas mengatakan, YSGUA harus segera mencari lahan dan gedung kampus baru.
BACA JUGA: 15 Tahun Dicuekin Pemprov DKI, Warga Curhat ke Anies Baswedan
Hal ini terkait dengan syarat pendidikan perguruan tinggi, yakni harus memiliki lahan dan gedung sendiri atau menyewa minimal 20 tahun.
Pelanggaran syarat sarana dan prasarana pendirian perguruan tinggi bisa dikenai sanksi pencabutan izin penyelenggaraan pendidikan.
BACA JUGA: FPI: Jumlah Massa Terus Bertambah, tapi Semua Satu Komando
Di sisi lain, pemerintah juga diingatkan untuk bertindak tegas jika perguruan tinggi tersebut terbukti melanggar peraturan yang berlaku.
''Mahasiswa jangan sampai menjadi korban. Bila pemerintah mengambil tindakan tegas menutup SGU, maka pemerintah harus memaksa pihak SGU untuk bertanggung jawab atas hak-hak mahasiswa. Paling tidak mengganti rugi atau memfasilitasi pindah ke perguruan tinggi lain yang sesuai,'' imbuhnya.
Seperti diketahui, pihak PT BSD menggugat pembatalan PPJB terhadap PT SGU atas tanah dan gedung yang dibangun PT BSD yang kini dijadikan sebagai kampus SGU.
Pihak PT BSD menuding PT SGU melanggar kesepakatan dan tidak pernah membayar cicilan tanah dan gedung yang ditempati sejak 2010 hingga sekarang.
Mediasi telah dilakukan berkali-kali namun gagal.
Akhirnya, PT BSD melayangkan gugatan ke Pengadilan Tangerang.
Berkaca dari kasus ini, Andreas juga melihat adanya keteledoran pemerintah dalam memberikan izin operasional perguruan tinggi.
Seharusnya bukti kepemilikan dan atau surat kontrak sarana gedung harus benar-benar sudah sah secara hukum. Barulah diterbitkan izin operasionalnya.
''Pemerintah sebaiknya mewajibkan perguruan tinggi untuk mempublikasikan status kepemilikan sarana prasarana, apakah milik sendiri ataukah kontrak ke pihak lain,'' jelasnya.
Dalam PermenRistekDikti no.50 Tahun 2015 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan dan PencabutanIzin PTS antara lain menyatakan, ketiadaan sarana dan prasarana dapat membawa konsekwensi pencabutan izin operasional PTS tersebut.
Sebelumnya, dalam sidang gugatan pembatalan PPJB yang diajukan PT BSD terhadap PT SGU, Rabu (26/10) lalu saksi ahli mantan Hakim Agung Yahya Harahap menyatakan, pihak penggugat berhak membatalkan perjanjian karena adanya wanprestasi.
Itu artinya, penggugat (PT BSD) bisa mengambil kembali lahan yang digunakan sebagai kampus SGU.
Karena itulah, yayasan tersebut sudah seharusnya memikirkan nasib para mahasiswanya yang bisa saja terlantar akibat persoalan itu. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Putri Bung Karno Siap Turun ke Jalan Bersama Habib Rizieq
Redaktur : Tim Redaksi