Girindra Sandino Tolak Pemantau Asing jika Partisan

Rabu, 27 Maret 2019 – 14:35 WIB
Peneliti 7 (Seven) Strategic Studies, Girindra Sandino. Foto: Ist for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejatinya kehadiran gerakan sipil untuk memantau proses pelaksanaan pemilu baik dalam maupun luar negeri adalah sebuah keniscayaan dalam demokrasi. Kehadiran lembaga pemantau memang diperlukan untuk memberikan kontribusi, masukan kritik yang membangun. Termasuk protes terbuka jika ada penyimpangan dalam proses tahapan pemilu.

Lembaga pemantau dapat berperan sebagai penyeimbang sekaligus penyumbang legitimasi pemilu yang pertanggungjawabannya kepada publik. Juga dalam sistem politik demokrasi modern, pemantau pemilu dapat merupakan bagian dari kelompok penekan (pressure groups), atau organisasi publik.

BACA JUGA: Hai Milenial, Ayo Ikut Awasi Pemilu lewat Aplikasi JAPRI

“Pemantau pemilu harus bersifat independen. Ada juga yang mengklaim independen namun partisan, sebagai bagian dari pertarungan wacana dalam konteks pemenangan pemilu. Akan tetapi lembaga pemantau pemilu semacam itu akan terusir dengan sendirinya dari medan interaksi wacana kontestasi demokrasi, apabila kinerja mereka menyimpang dari kaidah-kaidahnya sebagai pemantau pemilu independen, serta tidak mampu mengedepankan pertanggungjawaban publik,” kata Girindra Sandino, Wakil Sekjen KIPP Indonesia/ Direktur Eksekutif 7 (Seven Strategic Studies) dalam keterangan persnya, Rabu (27/3).

Menurut Girindra, Pemantau pemilu pertama dalam sejarah Indonesia lahir sejak tahun 1996 yakni Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) yang dengan perjuangan militannya melawan rekayasa pemilu Orde Baru, dan memantau pemilu 1997 ditengah situasi teror terhadap aktivis prodemokrasi. Pasca reformasi pemilu 1999 baru menjamur pemantau pemilu baik dalam negeri dan luar negeri untuk memantau jalannya pelaksanaan pemilu di Indonesia hingga pemilu serentak 2019 ini.

BACA JUGA: Girindra: Pelatihan Pemantauan Pemilu Bagian Dari Pendidikan Politik

Pemantauan pemilu juga merupakan bentuk komunikasi politik sebagai salah satu ciri kehidupan demokrasi yang semakin menunjukan dinamika tersendiri sebelum, saat dan pasca-pemilu dilaksanakan. Bahkan temuan-temuannya menjadi rujukan berbagai pihak.

“Jadi tidak ada aneh jika ada pemantau asing hadir untuk menyaksikan dan memantau proses kontestasi demokrasi walau sempat terjadi friksi pada tahun 1999 antara lembaga asing dan pemantau dalam negeri soal menata transisi demokrasi menuju konsolidasi demokrasi yang sesungguhnya,” katanya.

Menurut Girindra, saat ini marak sekali di media sosial soal meminta dan memohon pertolongan dengan sangat kepada lembaga atau organisasi pemantau pemilu asing untuk hadir dan memantau pemilu di Indonesia. Hal ini mulai dari tagar #INAelectionObserverSOS, #IndonesiaCallObserver, dan baru muncul lagi #IndonesiaCallsCarterCenter, mungkin maksud dari memanggil atau meminta pertolongan dari The Carter Center, ada cerita sejarahnya, bahwa keberhasilan penyelenggaraan pemilu Tahun 2004, mendapat pengakuan dari dunia internasional, sebagai pemilu yang demokratis, jujur dan adil.

Pengakuan tersebut berasal dari negara Uni Eropa, pemerintah negara-negara sahabat seperti Amerika Serikat, negara-negara ASEAN, dan lembaga-lembaga seperti PBB, The Carter Center, The Australian Electoral Commission. Bahkan seperti yang dikatakan Presiden Carter saat itu bahwa pemilu Indonesia Tahun 2004 saat itu membuktikan bahwa tidak benar Islam tidak compatible dengan demokrasi.

“Mungkin itulah alasan pihak kubu capres-cawapres bernomor urut 02 dan pendukungnya ingin sekali mereka datang. Namun demikian, dari paparan di atas berikut tanggapan kami Seven Strategic Studies,” kata Grindra.

Pertama, bahwa kehadiran pemantau asing adalah hal yang sudah tidak eneh lagi, juga saat ini sudah diatur dalam Pasal 435 hingga Pasal 447 UU No. 7/2017 Tentang Pemilu, dan Perbawaslu No. 4 Tahun 2018 tentang Pemantau Pemilu. Sehingga sah-sah saja kehadiran pemantau asing itu hadir asal patuh terhadap aturan main yang telah ditetapkan oleh regulasi-regulasi terkait pemantauan pemilu dalam negeri.

Kedua, hebohnya tagar yang dibuat para politisi seperti INAelectionObserverSOS, #IndonesiaCallObserver, #IndonesiaCallsCarterCenter, seperti politik yang kekanak-kanakan, tidak usah dipanggilpun mereka akan datang sendiri atau diundang. Namun menurut Bawaslu lembaga pemantau asing yang terakreditasi di Bawaslu hanya ada dua lembaga, yakni, Asia Democracy Network dan Asian Network For Free Elections. Dan bagi lembaga pemantau pemilu asing yang ingin terlibat memantau harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UU Pemilu dan Perbawaslu.

Ketiga, tagar-tagar yang bermunculan meminta tolong, memohon dengan sangat kepada pemantau asing untuk datang ke Indonesia seperti ingin menunjukkan kepada dunia mereka yang “ngebet” pemantau pemilu asing datang ke Indonesia, seperti pahlawan kesiangan yang baru saja merobohkan dinding pemerintahan otoriter menuju pemerintahan transisi demokrasi. Seakan negara dalam keadaan kritis dalam penyelenggaraan pemilu di mata internasional

Keempat, hal ini sudah merupakan pelecehan baik bagi penyelenggara pemilu dan gerakan sipil pro demokrasi yang selama ini kritis terhadap pelaksanaan tahapan pemilu 2019. Walau memang gaungnya tidak besar. Akan lebih baik melatih saksi-saksi mereka agar lebih militan dan memadai wawasannya terkait pengetahuan tehnis pemilu di TPS, agar jeli dalam mendeteksi penyimpangan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara serta proses rekap selajutnya.

Kelima, mengimbau kepada penyelenggara, khususnya Bawaslu harus membuka ruang komunikasi politik seluas-luasnya kepada gerakan sipil demokratik untuk saling memberi masukan, kritikan, kerja-kerja aktivisme demokrasi yang memiliki sinergi tinggi dan berkualitas, tidak hanya mengakomodasi beberapa kelompok yang itu-itu saja. Namun demikian, kerja-kerja Bawaslu bagaimanapun harus dihargai sebagai garda terakhir pengawasan pemilu yang resmi.

“Dan Bawaslu agar selektif terhadap lembaga pemantau asing yang akan hadir ke depan memantau proses pelaksanaan pemilu 2019, jika terindikasi “pesanan keberpihakan”, maka sudah selayaknya kehadiran pemantau pemilu asing itu ditolak,” tegas Girindra.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler