jpnn.com, JOGJA - Posisi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi sebagai kandidat penerus takhta Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat semakin kuat. Ini setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 31 Agustus 2017 dan Sabdaraja 30 April 2015.
“Prosesnya melihat tiga prasyarat. Laku, lakon dan lampah,” ungkap Sekretaris Pawiyatan Pamong Fajar Sujarwo seperti diberitakan Radar Joga (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Sebaiknya Media Pakai Nama Hamengku Buwono X, Bukan HB Ka 10
Dia menjelaskan putusan MK yang membatalkan pasal 18 ayat (1) huruf m UU No 13 Tahun 2012. Salah satu syarat calon gubernur harus menyertakan biodata istri dinyatakan oleh MK tidak punya kekuatan hukum. “Dengan putusan MK itu persyaratan menjadi gubernur DIJ tidak ada lagi nuansa diskriminatif,” ujarnya.
Dia kemudian bercerita soal pengalamannya menjadi moderator saat Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan makna Sabdaraja 30 April 2015 dan Dawuhraja 5 Mei 2015.
BACA JUGA: Temui Sultan HB X, Kiai Maruf Salat Sunat di Masjid Keraton
Penjelasan itu diberikan di Ndalem Wironegaran pada 8 Mei 2015. “Saya waktu itu yang memandu jalannya acara,” cerita pria asal Banjarnegara ini.
BACA JUGA: Ayo, Jadikan Pulau Derawan sebagai KEK Pariwisata
BACA JUGA: Gerebeg Besar untuk Rakyat Jogja
Sekadar mengingatkan, sabdaraja lima perintah. Di antaranya, keputusan Sultan mengubah nama dan gelarnya. Dari Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Adapun dawuhraja berisi titah dari HB Ka 10 mengganti nama putri sulungnya dari GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
“Perubahan nama itu berarti Gusti Mangkubumi telah menjadi putri mahkota,” tegas Jarwo. (kus)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ricky Komo Dituntut Minta Maaf ke Warga Yogyakarta
Redaktur & Reporter : Soetomo