jpnn.com, JAKARTA - Tim advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Kapitra Ampera menganggap bahwa tuntutan jaksa terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama seperti ingin membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut Kapitra, tuntutan satu tahun penjara dengan pidana dua tahun percobaan, mencoreng organisasi yang mewadahi umat Islam tersebut. Kapitera menerangkan, pada awalnya pihaknya mengharap jaksa menuntut vonis maksimal terhadap Ahok. Namun, di luar dugaan, justru JPU mengatakan bahwa Ahok tidak menista agama.
BACA JUGA: Karangan Bunga untuk Ahok Dibakar, Ini Respon Anies
"Karena itu GNPF hadir untuk mengawal sikap keagamaan yang menyatakan Basuki menistakan agama. Sedangkan JPU menyebut tak ada penistaan agama," kata Kapitra dalam konferensi pers di gedung AQL Jakarta Selatan, Selasa (2/5).
Kapitra menilai, ketika jaksa menimbang bahwa tidak adanya penodaan agama, maka fatwa MUI diabaikan. "Karena fatwa MUI dianggap tidak valid, tidak benar dan bohong. Itu makna yang kami rasakan atas tuntutan JPU," ujarnya.
BACA JUGA: Yakinlah, Aksi 55 Bakal Tertib dan Damai
Dia juga mengungkapkan, jika dihubungkan peristiwa dengan tuntutan, hal itu sangat tidak sesuai. Sementara itu, lanjut dia, kasus-kasus penodaan agama sebelumnya tidak pernah dihukum ringan atau bebas.
"Boleh bandingkan dengan kasus Arswendo Atmowiloto. Arswendo cuma menurunkan grade Rasulullah SAW yang menempatkan Rasulullah di bawah sejumlah nama," terangnya.
BACA JUGA: Din Syamsuddin, Aa Gym dan Arifin Ilham Bakal Ikut Aksi 55
Di samping itu, kata dia, tuntutan tersebut pun cukup melukai hati umat muslim. Terutama umat yang kerap turun aksi mengawal kasus tersebut sampai persidangan.
"Maka pasal 156a harus diterapkan jaksa sebagai lembaga yang mewakili korban, yakni umat Islam. Pada 212, tujuh juta orang turun ke jalan, itu mereka yang disakiti oleh jaksa," pungkas dia. (mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Endus Drama di Sidang Ahok, GNPF Bakal Gelar Aksi Lagi
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga