Golkar Berat Lepas Sultan HB X

Selasa, 28 Agustus 2012 – 05:34 WIB
JAKARTA - Keputusan DPR dan pemerintah dalam draf final RUU Keistimewaan (RUUK) Jogjakarta yang melarang gubernur berparpol diterima Partai Golkar dengan berat hati. Meskipun siap menerima apa pun keputusan akhir, partai berlogo beringin itu berpendirian bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menentukan pilihan politiknya.

"Dalam kaitan dengan keistimewaan Jogjakarta, kalau pembahasan di DPR diputuskan begitu, tentunya kita harus mematuhi UU. Tapi, pada prinsipnya Golkar berpendapat setiap orang punya hak menentukan pilihan politiknya. Itu adalah hak politik setiap warga negara yang harus dihormati," kata Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar Akbar Tandjung kemarin (27/8).

Seperti diberitakan, Minggu siang (26/8) DPR dan pemerintah merampungkan pembahasan RUUK Jogjakarta. Salah satu keputusan yang cukup penting adalah Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Paku Alam yang ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur Jogja tak diperbolehkan menjadi anggota parpol.

Kesepakatan itu merupakan konsekuensi dari tetap dipertahankannya mekanisme penetapan. DPRD Jogja nanti bertugas memverifikasi status nonpartisan Sultan dan Paku Alam yang akan ditetapkan sebagai kepala daerah.

Akbar menegaskan, Sultan HB X sudah lama aktif di Golkar. Di antaranya, pernah menjadi ketua DPD I Partai Golkar Jogjakarta. Bahkan, Sultan menjadi anggota Dewan Penasihat Partai Golkar periode 2005-2010. Tapi, sekarang hanya menjadi anggota biasa. Dengan adanya keputusan tersebut, otomatis setelah pengesahan RUU, Sultan harus melepas keanggotaannya dari Golkar.

"Beliau memang dikenal sebagai tokoh Golkar, pemimpin. Di masa Orba sempat menjadi anggota DPR. Begitu reformasi, Sultan memang tidak melibatkan diri lagi di struktural DPP Golkar. Tapi, secara aspiratif saya yakin Sultan tetap sejalan dengan aspirasi Golkar," ujar mantan ketua umum Partai Golkar itu.

Akbar lantas kembali mengungkapkan kegalauannya atas keputusan dalam pembahasan RUUK Jogja. Menurut dia, sejak terpilih dan dilantik menjadi pejabat publik, sekalipun awalnya diusung partai politik, kepala daerah itu sudah menjadi milik seluruh masyarakat di daerah bersangkutan. Hal yang sama berlaku bagi presiden yang terpilih. "Sultan pun setelah ditetapkan menjadi gubernur melalui ketentuan UU, tentu dia menjadi milik seluruh masyarakat Jogja," katanya.

Dengan pelarangan Sultan HB berpartai, Akbar memastikan Golkar akan mengambil langkah-langkah strategis ke depan. Dia menyebut Golkar masih memiliki banyak kader di Jogja yang bisa didayagunakan sepenuhnya. Salah satunya adalah adik kandung Sultan, yakni Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo.

Pria kelahiran Jogja, 27 Oktober 1955, itu pernah menjadi ketua DPP Partai Golkar yang membidangi pertanian, kelautan, kehutanan, dan lingkungan hidup di era kepemimpinan Jusuf Kalla (JK). Joyokusumo juga pernah menjadi anggota DPR periode 2004"2009. "Joyokusumo pada saat-saat reformasi masih aktif di Partai Golkar. Joyokusumo adalah adik Sultan yang bisa dianggap tokoh yang mewakili Sultan,"  tandas Akbar.

Secara terpisah, Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, DPR memiliki pertimbangan atas aturan larangan berpolitik bagi gubernur dan wakil gubernur Jogja. Klausul tambahan itu penting sebagai bagian dari keistimewaan terhadap rakyat Jogja. "Alasan kenapa Sultan dan Paku Alam tidak boleh menjadi anggota partai karena supaya bisa lebih mengayomi rakyatnya," kata Agun.

Menurut Agun, aturan itu tidak serta-merta melarang Sultan maupun Paku Alam untuk berpolitik. Apalagi, ujar anggota Fraksi Partai Golkar itu, Sultan masih menjadi anggota beringin. "Tidak ada larangan berpolitik dan berpartai, yang ada dalam ketentuan adalah gubernur dan wakil gubernur Jogja adalah Sultan dan Paku Alam yang bertakhta, yang dalam melaksanakan kewajibannya dilarang melakukan keberpihakan terhadap parpol atau kelompok politik tertentu," jelasnya.

Dalam hal ini, Agun tidak secara tegas menyatakan apakah Sultan tetap keluar dari Golkar atau tidak. Dalam persyaratan menjadi gubernur dan wakil gubernur Jogja, dijelaskan bahwa keduanya bukan anggota parpol.

"Artinya, semuanya dikembalikan kepada Sultan dan Paku Alam agar ketika dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DIJ, Sultan dan Paku Alam menjadi milik semua warga DI Jogja dan milik semua kepentingan politik dan parpol," tandasnya. (pri/bay/c10/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Sampang, Pimpinan MPR Khawatirkan Tindakan Balasan

Redaktur : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler