Golkar Butuh Strategi Kampanye untuk Menggaet Pemilih Muda

Rabu, 23 November 2022 – 08:50 WIB
Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengungkapkan salah satu upaya meningkatkan elektabilitas adalah memperkuat media dan penggalangan opini.

Partai Golkar, kata dia, akan mengerahkan seluruh kekuatan baik pasukan darat maupun udara untuk memenangkan Golkar dan Airlangga Hartarto di Pemilu 2024.

BACA JUGA: Elektabilitas Airlangga Masih Rendah, Golkar Sebut karena Sibuk Kerja

Lodewijk juga meminta Bidang Media dan Penggalangan Opini (MPO) Partai Golkar menjadikan kaum milenial sebagai target utama konstituen Pemilu 2024.

“Kalau untuk menang ada dua kegiatan yang kita lakukan. Kalau saya menggunakan istilah operasi, ada dua operasi yaitu operasi pasukan darat yaitu infanteri. Kedua, operasikan pasukan udara dengan cara memasang media media di luar ruangan dan di luar ruangan dan memasang media elektronik itu secara kolektif harus dilakukan,” kata di sela-sela Rakornas MPO Golkar di Jakarta, Senin (21/11/2022).

BACA JUGA: Rakornas MPO Golkar, Lodewijk F Paulus Sebut Target Gaet Suara Milenial

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengungkapkan strategi serupa juga pastinya dilakukan partai lain.

Sebab, kata kang Ujang, pemilih pada Pemilu 2024 banyak didominasi pemilih muda yang angkanya diprediksi mencapai 60 persen dari total pemilh.

BACA JUGA: Menjelang Pemilu 2024, Jokowi Beri Peringatan Ini kepada Bakal Capres dan Cawapres

Ujang menilai Golkar harus menekankan aspek diferensiasi pada kerja-kerja kampaye mereka.

Oleh karena itu, sebenarnya yang mereka lakukan adalah bagaimana membangun konstruksi kampanye yang berbeda dari sebelumnya.

“Kalau hanya melakukan penggalangan opini publik, lalu kampanye di media. Itu hal yang biasa. Partai-partai lain pun melakukan hal serupa,” ujar Kang Ujang, Selasa (22/11).

Ujang menyarankan Golkar harus menekankan aspek diferensiasi pada kerja-kerja kampayenya. Hal itu patut dilakukan untuk menggaet para pemilih muda.

“Saya melihat harus ada variasi, harus ada pembeda, harus ada daya tarik yang diberikan Golkar pada pemilih, termasuk pemilih muda. Kalau tidak? Ya, akan sama, akan biasa saja, akan tergerus oleh partai lain dengan kampanye yang sama," tegas Ujang.

Menurutnya, Golkar adalah partai yang sudah cukup mapan dan matang dengan infrastruktur politik yang besar.

Namun, karena dengan konstruksi pemilih baru yang didominasi kalangan muda, Golkar juga harus menerapkan pendekatan baru.

"Golkar harus mengambil posisi yang bisa menjangkau pemilih muda dengan cara baru yang kreatif, atraktif, dan bisa menawarkan solusi, agar mereka simpati. Oleh karena itu butuh terobosan, strategi, dan butuh cara-cara baru, termasuk diferensiasi dalam kampanye, untuk mendapatkan simpati dari pemilih terutama pemilih muda," tegas Ujang.

Ujang menekankan pentingnya keberadaan strategi berbeda yang harus dilakukan Golkar.

“Kalau gaya kampanyenya sama dengan partai lain, maka itu tidak berhasil. Penggalangan opini, berkampanye di media secara masif, itu hal yang bagus. Tapi jangan lupa diferensiasi, ada strategi pembeda," pungkas Ujang.

Dampak Elektoral

Sementara itu, Pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN)  Silvanus Alvin mengatakan peran media massa bisa memberi dampak elektoral yang positif bagi parpol dan calon.

“Ketika media dianggap sebagai entitas yang objektif maka ketika media mendukung seorang tokoh tertentu maka bisa memberi dampak elektoral yang positif,” kata Alvin, Selasa (22/11).

Apalagi lanjut Alvin, media massa tidak akan tergantikan di tengah maraknya media sosial.

“Keberadaan media massa secara umum masih belum tergantikan. Di tengah menjamurnya para content creator saat ini, justru media massa menjadi relevan,” sebut Alvin.

Alvin mengatakan berdasarkan Reuters Institute ada peningkatan kepercayaan pada media-media di Indonesia. Ini karena media massa berlaku profesional dan menerapkan etika dalam menulis berita.

“Media massa menghadirkan fakta atau purveyor of facts. Di era post truth, fakta itu utama agar masyarakat tidak dikaburkan dan malah tersesat dalam labirin informasi,” tambah Alvin.

Alvin menambahkan media massa dan media sosial tidak bisa dipisahkan.

“Ketika bicara komunikasi politik, sudah saatnya menerapkan praktik transmedia atau lintas media. Tidak hanya cukup media sosial saja tapi butuh didorong oleh media massa,” tegas Alvin.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler