Golkar Diingatkan tak Buru-buru Capreskan Ical

Senin, 30 April 2012 – 18:48 WIB

JAKARTA - Pengamat politik dari  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris mengatakan di negara demokrasi tidak ada hak istimewa ketua umum (ketum) partai secara otomatis jadi calon presiden (capres). Termasuk di Partai Golkar.

Karena itu, menurut dia, harus dibuka kesempatan bagi figur atau tokoh di luar ketua umum yang mampu dan layak untuk ikut bersaing sebagai capres.

“Jika ketua umum ngotot dan tidak bisa dihindari lagi, itu berarti di dalam partai sudah menguat apa yang disebut oligarki. Kekuasaan ketum dan lingkungan terdekatnya sudah menguasai Golkar,” kata Syamsudin Haris kepada wartawan, usai diskusi di gedung Nusantara IV, Senayan Jakarta, Senin (30/4).

Dia mengaku heran melihat kecendrungan elit Partai Golkar yang memelihara oligarki tanpa memberi kesempatan tokoh lain yang juga memiliki kemampuan dan mumpuni untuk maju sebagai capres Golkar. Dalam AD/ART Golkar, tidak ada ketentuan yang mengharuskan ketum jadi capres.

“Menurut saya konvensi capres Golkar yang dimulai semasa kepemimpinan Akbar Tandjung sudah bagus, tapi kemudian dihapus oleh Jusuf Kalla, dan kini pola penetapan ketum sebagai capres akan dilanjutkan Aburizal Bakrie,” ungkapnya.

Jika oligarki yang dikedepankan dan kesempatan bagi figur lain bersaing ditutup, maka capres yang diajukan akan terkendala oleh soliditas kader dan pimpinan Golkar. "Mengapa?, pencapresan yang dipaksakan dipastikan menimbulkan gesekan dan perpecahan, dan akan mempengaruhi pemilih nantinya,” kata Syamsudin.

Menjawab pertanyaan wartawan soal pencapresan Ketum Golkar Aburizal Bakrie, Syamsudin Haris mengatakan, Ketum Golkar Ical memiliki sejumlah kendala apabila bersaing dengan capres dari partai lain. Kendala itu akan menghambat laju kemenangannya sebagai presiden.

“Soal kasus Lumpur Lapindo misalnya, meski grup Bakrie sudah maksimal, tapi publik masih belum lupa dengan penderitaan yang diakibatkan luapan lumpur tersebut. Saya menyebutnya ini cacat yang membuat Ical terganjal,” ujar Syamsudin.

Selain faktor lumpur Lapindo, dalam banyak survey, elektabilitas Ical masih kalah dengan capres lain. "Jadi, sebaiknya Golkar memang harus berfikir ulang jika ingin memenangkan pilpres 2014, bukan memaksakan Ical," tegasnya.

Pendapat yang sama juga disampaikan politisi PKS Muhamad Sohibul Iman. Menurut dia, partai politik memiliki kewajiban besar karena konstitusi jelas menyebutkan pengajuan pasangan capres oleh partai atau gabungan partai. “Nah, amanat konstitusi itu harus membuat partai menghidupkan demokrasi untuk menentukan capres terbaiknya,” kata Sohibul.

Penyelenggaraan konvensi capres Golkar itu sangat baik. Di PKS sendiri ada pola yang hampir sama dengan konvensi tapi dengan nama 'Pemilu Internal Raya'. “Dalam pemilu internal, kita memilih kader kader terbaik untuk menduduki jabatan strategis di pemerintahan dan legislative. dari bupati hingga capres. Jadi, ketum tidak otomatis jadi capres,” imbuhnya.

Syamsudin dan Shohibul Iman mengusulkan agar proses pencapresan yang demokratis itu masuk dalam UU Pilpres, sehingga tanggungjawab partai untuk mencari capres yang mumpuni, diwadahi oleh UU yang mengingkat. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Dituding Siasati Anggaran Agar Bisa Plesiran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler