JAKARTA - Langkah Partai Demokrat yang ingin mengajak anggota koalisi untuk membahas posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tampaknya, bertepuk sebelah tangan. Partai Golkar menyiratkan tidak tertarik untuk membahas "pemecatan" PKS dari koalisi. Bahkan, partai berlambang beringin itu justru menilai posisi PKS masih dalam taraf yang wajar.
Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie mengatakan, PKS -seperti halnya PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura- harus diapresiasi. Menurut dia, tidak ada yang salah dengan perbedaan pendapat yang terjadi di paripurna. "Apresiasi saya kepada PKS, PDIP, Gerindra, dan Hanura yang telah melihat jalan lain," ujar Ical "sapaan akrab Aburizal" di kediamannya di Jakarta kemarin (2/4).
Menurut Ical, posisi PKS di dalam koalisi tidak perlu dibahas. Sebab, Ical berpandangan, koalisi saat ini masih kompak. "Kalau penilaian kan skala 1-10, nah sekarang nilainya tujuh. Koalisi kan ada enam (parpol). Yang setuju lima, berarti masih lulus," jelas Ical.
Dia juga menolak jika hasil paripurna adalah kemenangan Golkar. Menurut dia, hasil paripurna yang menunda kenaikan harga BBM itu merupakan kemenangan bersama.
Secara terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso juga terkesan pasang badan terhadap posisi PKS. Menurut Priyo, sudut pandang Golkar dan PKS awalnya sebenarnya hampir sama. Saat awal sidang paripurna, Golkar dan PKS sama-sama mengusulkan supaya pemerintah bisa menyesuaikan kenaikan harga BBM dengan persyaratan tertentu.
Golkar dan PKS sedikit berbeda soal persyaratan yang tercantum dalam pasal 7 ayat 6a. Golkar menawarkan kenaikan harga BBM bisa dilakukan sesudah terjadi kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) 15 persen dari rata-rata harga enam bulan. Sedangkan PKS mengajukan angka 20 persen dari rata-rata harga tiga bulan.
"Awalnya kami moderat. Tapi, PKS ternyata mengambil jalan lain yang orang lihat cukup radikal," kata Priyo, lantas tersenyum.
Seperti diketahui, dalam sidang paripurna, PKS memang memutuskan untuk menolak kenaikan harga BBM dengan mencabut usulnya di pasal 7 ayat 6a itu.
Menurut Priyo, Golkar sepenuhnya menghormati keputusan PKS. "Kami menghormati pilihan terakhir PKS dan kami yakin itu tidak mudah," ungkapnya. Dia mengaku dapat memahami ketika para elite Partai Demokrat merasa terusik dengan manuver PKS. Namun, Priyo mengingatkan, evaluasi terhadap PKS hanya akan memicu meningkatnya tensi politik nasional.
"Kami tidak menyarankan agar PKS disetrap atau dievaluasi. Kami tidak mendorong Pak SBY (selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat) untuk melakukan apa pun. Evaluasi akan menambah derajat gesekan politik," kata wakil ketua DPR itu.
Priyo menganggap fenomena pertentangan sikap antarfraksi dalam pengambilan keputusan mengenai kenaikan harga BBM merupakan rivalitas politik yang normal. Karena itu, tidak perlu terlalu berlebihan dalam menyikapinya. "Membangun kebersamaan itu tidak mudah. Memotong kebersamaan yang sudah susah payah dibangun juga tidak mudah," ujarnya.
Saat disentil soal tiga kursi menteri berlatar belakang PKS yang bakal kosong kalau PKS disingkirkan dari koalisi, Priyo menegaskan bahwa itu sepenuhnya hak prerogatif presiden.
"Masalah ada atau tidak ada evaluasi, sampai penggantian posisi di kabinet, Golkar tidak mau ikut campur. Itu sepenuhnya yurisdiksi presiden," tegasnya.
Secara terpisah, Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyampaikan, apakah evaluasi terhadap PKS akan berimplikasi terhadap tiga kursi menteri dari PKS, itu merupakan wilayah otoritas Presiden SBY. "Ada reshuffle atau tidak, siapa ganti siapa, mutlak SBY. Di luar SBY, ya spekulasi saja," ucap Ramadhan.
Saat ini tiga kader PKS duduk sebagai menteri. Mereka adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri. "Faktanya, realitasnya, sampai sekarang belum ada perubahan. Jadi, kita lihat saja perkembangannya," tegas Ramadhan. (bay/pri/c10/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebut DPR Main Coret Pasal di RUU, IDI Keluar Dari Panja
Redaktur : Tim Redaksi