Golkar Menang, Nasdem Populer

Senin, 12 Maret 2012 – 13:15 WIB

JAKARTA - Andai pemilihan umum diadakan saat ini, Partai Golkar bisa jadi meraup suara terbanyak. Dia mengungguli Demokrat, pemenang sesungguhnya pada Pemilu 2009. Sejumlah kasus dugaan korupsi yang mendera Demokrat membuat mereka sulit mendapat simpati besar dari publik.

Posisi panggung politik seperti itu tecermin dari survei yang dilakukan LSI (Lembaga Survei Indonesia). Golkar berada di posisi teratas dengan 17,7 persen. Berkurangnya jumlah undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan, tampaknya, memberikan keuntungan kepada partai berlambang beringin tersebut.

Berdasar survei LSI yang melibatkan 2.418 responden di 33 provinsi itu, di belakang Golkar adalah PDIP dengan 13,6 persen dan Partai Demokrat dengan 13,4 persen. "Golkar adalah partai yang paling banyak mendapat dukungan, sedangkan PDIP paling stabil," ujar Dodi Ambardi, direktur eksekutif LSI, dalam paparannya di sekretariat LSI, Jakarta.

Menurut Dodi, pasca terungkapnya sejumlah kasus hukum yang mengakibatkan konflik, Partai Demokrat belum menunjukkan pemulihan. Dalam tiga bulan terakhir pantauan LSI, Demokrat tetap berkutat pada angka elektabilitas 13 persen dukungan responden. "Angkanya tetap cukup jauh dari hasil Pemilu 2009," ujar Dodi.

Namun, ujar Dodi, yang paling mengejutkan adalah perolehan elektabilitas Partai Nasdem. Baru diikutkan sebagai peserta pemilu dalam survei LSI pada 25 Februari?5 Maret 2012, Partai Nasdem mendapatkan dukungan publik 5,9 persen. "Jika dihitung secara pesimistis (tanpa margin of error sebesar 2 persen, Red), Nasdem setidaknya sudah mendapat 3,9 persen. Namun, jika dihitung optimistis, Nasdem sudah mendapat dukungan 7,9 persen," jelas Dodi.

Dodi menduga, elektabilitas Partai Nasdem naik lantaran belanja iklan yang besar. Itu sama dengan Partai Demokrat saat Pemilu 2009. Sama-sama gencar beriklan seperti Partai Gerindra, iklan Partai Demokrat mendapat perhatian publik karena lebih bisa diingat.

"Perjalanannya mirip, namun dengan gelombang yang lebih tinggi. (Pengaruh elektabilitas atas iklan) itu nanti kami uji di survei selanjutnya," ujar Dodi.

Peneliti senior LSI Burhanuddin Muhtadi menambahkan, naiknya perolehan suara Partai Golkar ke kisaran 18 persen disebabkan berbagai faktor. Dalam survei yang sama, jumlah undecided voters berkurang dari sebelumnya 29 persen menjadi 23,4 persen. "Itu tafsiran pertama kami," ujar Burhanuddin.

Naiknya suara Partai Golkar, lanjut Burhanuddin, juga disebabkan menurunnya perolehan partai yang tidak memperoleh kursi Senayan. Jika dibandingkan dengan jumlah pada Pemilu 2009, akumulasi suara partai di luar DPR mencapai 18 hingga 19 persen. Kini perolehan suara partai yang disebutkan dengan partai lain-lain itu hanya mencapai 8,7 persen.

"Hal yang sama berlaku pada perolehan Partai Nasdem," kata Burhanuddin. Perolehan Partai Nasdem itu sekaligus mengungguli Partai Nasional Republik (Nasrep) yang sama-sama berstatus partai baru. Dalam survei LSI itu, Nasrep hanya memperoleh dukungan 0,5 responden.

Dodi menambahkan, naiknya perolehan suara Partai Golkar dan Partai Nasdem tidak disebabkan penurunan suara partai menengah dan kecil di DPR. Sebab, tren setiap partai penghuni DPR, terkecuali Partai Golkar, mengalami stagnasi elektabilitas.
"Sampai pada titik ini, kita tidak melihat Nasdem menggerogoti partai di DPR, namun bisa saja terjadi dua tahun mendatang," ujarnya.

Dodi mengungkapkan, penurunan elektabilitas partai politik dalam satu periode kerap dihubungkan dengan pemberitaaan media. Partai Demokrat pernah menghubungkan penurunan elektabilitas yang mereka alami dengan masifnya pemberitaan atas masalah internal mereka. Namun, hasil rilis LSI menyatakan sebaliknya."Survei LSI membuktikan, mayoritas publik lebih suka sinetron," ujar Dodi.

Di antara 74,2 persen responden yang memilih menonton TV, sebanyak 42,9 responden menonton sinetron; 30 persen berita; 14,1 persen komedi atau musik; 2,5 persen talk show; dan 7,5 persen menonton lainnya.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso semringah dengan pencapaian beringin di survei LSI itu. Menurut Priyo, setelah Pemilu 2009, jumlah publikasi iklan Partai Golkar relatif sedikit. Karena itu, pencapaian tersebut merupakan kerja konsolidasi partai yang berjalan efektif. "Di tengah-tengah parpol yang sedang dirundung, ini adalah perkembangan," ujar Priyo saat dihubungi.

Apalagi, ada gejala positif bahwa makin banyak undecided voters yang memilih. Pilihannya pun ditafsirkan kepada Partai Golkar. Itu bisa menjadi sinyal cerah bagi Partai Golkar untuk Pemilu 2014. "Ini gejala positif, semakin banyak yang meyakini untuk memilih parpol," tandasnya.

Bagaimana dengan Demokrat" Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan masih yakin penurunan suara partainya yang terekam dalam survei bersifat sementara. "Kami tak khawatir survei sekarang merosot, kalah survei hari ini tak masalah, yang penting pemilu kami yakin menang lagi," tandas Ramadhan yang menanggapi hasil survei LSI.

Ramadhan lantas menyinggung adanya beberapa kader Demokrat yang bermasalah beberapa waktu terakhir. Demokrat, menurut dia, ikut terkena imbas negatif atas kasus yang mereka hadapi. "Tapi, seiring kasus Nazaruddin ini beres, saya yakin elektabilitas Demokrat akan naik dan pulih," imbuhnya. (bay/pri/dyn/c10/tof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Rugi Tak Usung Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler