Golkar Mengkaji Wacana Perpanjangan Jabatan Presiden Jokowi

Minggu, 27 Februari 2022 – 03:05 WIB
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Partai Golkar (PG) akan mengkaji serius wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Wakil Ketua Umum PG Melchias Markus Mekeng menilai wacana perpanjangan jabatan presiden bukan hal yang tabu untuk dibicarakan.

BACA JUGA: Burhanuddin Kecam Pihak yang Manipulasi Hasil Survei demi Perpanjang Masa Jabatan Presiden

“Yang tidak bisa diubah hanya Kitab Suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi,” kata Melchias Markus Mekeng di Jakarta, Jumat (25/2/2022).

Dia menjelaskan keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi karena adanya permintaan masyarakat, baik disampaikan ke Ketua Umum PG Airlangga Hartarto maupun kepada anggota DPR RI dari Fraksi PG.

BACA JUGA: Di Tengah Isu Penundaan Pemilu, Golkar Serius Garap Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Sebagai partai politik (Parpol) yang memperjuangkan aspirasi masyarakat, menurut Melchias Mekeng, Partai Golkar harus merespons permintaan tersebut.

“Tentu harus melibatkan semua parpol di parlemen dan unsur DPD RI. Bagaimana sikap PDIP, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD RI. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi,” ujar Mekeng.

Dia menyebut yang paling penting dari ide perpanjangan jabatan Jokowi adalah dari sisi ekonomi.

Menurut Melchias, ekonomi Indonesia akan terganggu atau defisit makin dalam jika tahun 2024 dilaksanakan Pemilu. Padahal ekonomi Indonesia saat ini saja belum berjalan normal dan defisit anggaran masih tinggi.

Menurut anggota Komisi XI DPR ini, mulai tahun 2023 ini, defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen. Artinya, defisit anggaran negara kembali ke aturan UU Keuangan Negara yaitu berada di bawah 3 persen.

Selama pandemi Covid-19, defisit anggaran dibolehkan berada di atas 3 persen. Pembiayaan negara juga banyak ditopang oleh utang.

Tahun 2021, utang negara mencapai Rp 1.100 triliun. Tahun 2022 ini sedikit berkurang karena ekonomi sudah mulai membaik yaitu Rp 600 triliun. Sementara tahun 2023, sudah tidak boleh utang lagi.

“Kalau sudah tidak boleh utang lagi, maka pemerintah harus jeli mencari penerimaan negara. Artinya, penerimaan pajak harus meningkat, investasi harus meningkat, Produk Domestik Bruto (PDB) harus naik,” kata Mekeng.

Dia menyebut selama Covid-19, pembiayaan negara lebih banyak ditopang oleh utang karena penerimaan negara berkurang.

“Nanti kalau sudah ada hiruk-pikuk Pemilu 2024, bagaimana meningkatkan penerimaan negara. Pasti tersendat. Ini bahaya,” ujar Mekeng.

Dia menegaskan dalam kondisi penerimaan negara yang kurang dan utang tidak boleh, negara dituntut untuk mengurangi angka kemiskinan.

Di sisi lain, berbagai bantuan yang ada selama ini seperti Bansos, dan PKH, tidak boleh langsung berhenti. Sebab, berbagai bantuan tersebut untuk menjaga masyarakat tidak jatuh miskin.

Selain itu untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda ekonomi tetap jalan.

“Jika utang tidak boleh dan semua bantuan ditarik karena menjelang Pemilu, bagaimana ekonomi bisa bergerak. Ekonomi bisa tambah hancur kalau semua itu ditarik,” tegas Mekeng.

Apalagi, lanjut Mekeng, saat Pemilu investasi hampir tidak ada karena pengusaha dalam posisi wait and see. Mereka menunggu even politik selesai.

Di sisi lain, biaya untuk Pemilu cukup besar yaitu mencapai Rp 100 triliun dan harus dipenuhi negara. Dari mana pemerintah mendapatkan dana itu sementara sumber-sumber penerimaan negara berkurang karena Covid 19.

Ditambah lagi UMKM harus tetap berjalan. Selama Covid-19, banyak UMKM disubsidi. Tujuannya agar mereka bisa bertahan karena UMKM sebagai penopang utama ekonomi Indonesia saat ini.

“Kalau semua berhenti karena Pemilu, kan bahaya. Ekonomi akan lumpuh. Makanya, wacana perpanjangan masa jabatan itu realistis dan rasional,” tutur Mekeng.

Dia menambahkan semangat perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi juga penting karena saat ini sedang terjadi perang antara Rusia dan Ukraina. Perang itu bisa panjang dan mungkin saja akan terjadi perang besar.

“Perang berdampak pada perekonomian dunia akibat harga minyak akan naik dan nilai tukar dolar terhadap rupiah juga naik,” kata Mekeng.(fri/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler