”Pada pemilu 2014, Golkar dan PDIP akan bersaing ketat dan mengungguli sepuluh partai lainnya. Golkar memperlihatkan tingkat dukungan yang cukup solid. Survei CSIS pada 2012 , elektabilitas Golkar sama. Ini mengindikasikan bahwa Golkar memiliki jaringan mesin partai yang solid di daerah dan menandai bahwa Golkar adalah partai parlemen,” kata Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Philips J. Vermonte saat menggelar jumpa pers di JW Luwansa Hotel, Minggu, (26/05).
Adapun PDIP, lanjut Philips, dalam pemamparan surveI yang bertema ‘Antara Partai Politik yang Tidak Terlembaga dan Pencarian Capres Alternatif,’ ini akan mengalami tren kenaikan dukungan publik. Survei CSIS pada Januari 2012 , elektabilitas PDIP sebesar 7,8 persen, Juni 2012 sebesar 11 ,6 persen, dan April 2013 12 ,7 persen. ”Di sinilah grafik kenaikan elektabilitas konstan menanjak, karena itu tidak salah jika parpol lain perlu belajar dari PDIP bahwa dua periode menjadi opsisi, tapi tidak mati,” terangnya.
Patut diektahui, hasil survei CSIS menunjukkan elektabilitas Partai Golkar sebesar 13,2 persen dan PDI Perjuangan 12,7 persen. Di bawah dua parpol itu, berurutan Partai Gerindra 7,3 persen, Partai Demokrat 7,1 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 4 persen, Partai Kebangkitan Bangsa 3,5 persen. Selanjutnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 2,7 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2,2 persen, Partai Hanura 2,2 persen, Partai Nasdem 1,3 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,4 persen, dan di urutan terakhir Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,2 persen.
Survei tersebut dilakukan secara tatap muka dengan jumlah responden 1.635 orang yang berada di 31 provinsi pada 9-16 April 2013 . Warga Papua dan Papua Barat tidak dilakukan survei lantaran situasi yang tidak kondusif. Angka itu, juga bisa saja berubah lantaran margin of error atau tingkat kesalahan sebesar 2,42 persen.
Seperti survei selama ini, tingkat undecided voters dan golput masih tinggi. Sebanyak, 40,5 persen responden belum menentukan pilihan dan 2,7 persen golput.
Soal makin tingginya angka Golput, Philips menjelaskan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang lemah antara konstituen dengan partai politik (parpol) atau politisi. ”Ini menimbulkan kualitas hubungan yang buruk di antara pemilih dan partai. Perilaku beli putus dan tidak adanya hubungan emosional antara rakyat dengan si politisi menjadi penyebabnya,” katanya.
Berdasarkan jajak pendapat CSIS angka undecided votters mencapai 40,5 persen sedangkan golput dan lainnya 2,7 persen. Karena sebagaimana temuan survei-survei CSIS terdahulu, survei kali ini menguatkan pandangan tentang tidak terlembaganya parpol yang mengakibatkan proses rekrutmen dan kaderissi yang merupakan pintu gerbang hubungan partai konstituen juga lemah.
”95,3 persen konstituen partai tidak punya kartu tanda anggota. Sekitar 97,5 persen tidak pernah beri sumbangan pada partai. Hanya 75,9 persen konstituen yang pernah ikut kegiatan partai, itupun bisa diartikan ikut dalam arti, terlbat karena ada kamapnye masal atau pun ada kerumunan masa disalahsatu temnpat,” tandasnya.
Dia menambahkan, temuan jajak pendapat CSIS ini mengingatkan bahwa fungsi representasi yang dijalankan parpol melalui kader-kadernya di parlemen masih berada pada level sangat rendah. “Sekitar 82 persen konstituen tidak kenal anggota DPR dari dapilnya. Sebesar 88,3 persen tidak tahu cara menghubungi wakil rakyat mereka. Ini memprihatinkan, karena pada dasarnya fungsi anggota DPR ada dua yakni legislasi dan representasi,” pungkasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... LHI Anggap KPK Kurang Bukti
Redaktur : Tim Redaksi