jpnn.com, JAKARTA - Sejak Semester pertama 2021, tren perekonomian nasional menunjukkan arah membaik. Hal ini terlihat dari meningkatnya indikator konsumsi, manufaktur, dan aktivitas perdagangan internasional.
Kondisi itu menggambarkan bahwa program pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 berada di jalur yang benar.
BACA JUGA: Dorong Pemulihan Ekonomi, Bea Cukai Lakukan Asistensi Kepada Pengguna Jasa
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Muhidin M Said di Jakarta, Selasa (13/7).
“Kita patut bersyukur sudah melewati Semester I APBN 2021 dengan baik. Walau sempat diliputi kekhawatiran meningkatnya serangan Covid-19 pada awal tahun dan pelarangan mudik lebaran, tren perekonomian nasional menunjukkan arah membaik,” kata Muhidin.
BACA JUGA: PBB Sebut Minimnya Pelibatan Perempuan Ancam Pemulihan dari Pandemi
Politikus senior Partai Golkar itu menyebutkan sejumlah indikator makro-ekonomi yang dimaksud, meliputi bertumbuhnya konsumsi, manufaktur, dan aktivitas perdagangan internasional.
Perbaikan tersebut, tergambar dalam pertumbuhan ekonomi semester I-2021 yang diprediksi mencapai 3,1 persen hingga 3,3 persen. Atau lebih baik ketimbang periode sebelumnya.
BACA JUGA: Lahirnya Golkar Institute Membuktikan Airlangga Hartarto Lebih Berkualitas dari Ketum Partai Lain
Dia menilai perekonomian global yang berangsur pulih seiring peningkatan perdagangan dan manufaktur global serta tren kenaikan harga komoditas dunia.
“Tetapi kita tidak boleh lengah, masih tingginya penyebaran Covid-19 serta kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dimulai pada 3 hingga 20 Juli 2021, tentu akan memberikan dampak terhadap ketidakpastian bagi perekonomian dan pelaksanaan APBN pada paruh kedua tahun 2021,” imbuhnya.
Di sisi lain, Muhidin mengingatkan dinamika moneter di Amerika Serikat, terkait kebijakan tapering off dan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed).
Kebijakan itu berpotensi menimbulkan dampak ikutan bagi perekonomian nasional, khususnya terhadap nilai tukar Rupiah dan suku bunga SBN.
Pada Semester I-2021, lanjutnya, nilai tukar rupiah cenderung stabil di level Rp 14.299 per dolar.
Oleh sebab itu, Bank Indonesia (BI), perlu terus lebih pasang mata dan telinga lebih waspada, guna mengantisipasi perkembangan dari Negeri Paman Sam.
"Semuanya perlu dilakukan demi melindungi nilai tukar rupiah dan stabilitas moneter di dalam negeri," tegasnya.
Dalam semester pertama ini, realisasi APBN 2021 memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian nasional dan pencapaian APBN hingga akhir 2021. Membaiknya konsumsi dalam negeri serta peningkatan aktivitas perdagangan internasional akan mendorong pertumbuhan penerimaan perpajakan, baik yang bersumber dari pajak maupun kepabeanan dan cukai.
Menurut dia, realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada semester I-2021, mencapai Rp 206,9 triliun. Tumbuh 11,4 persen dibandingkan realisasi semester I-2020 yang mencapai Rp 185,7 triliun.
Hal ini didukung peningkatan PNBP SDA nonmigas dan pendapatan BLU. sehingga mendorong peningkatan pendapatan negara.
Sedangkan realisasi pendapatan negara di semester I-2021, mencapai Rp 886,9 triliun. Atau 50,9 persen dari target yang tersemat dalam APBN 2021. Atau meningkat 9,1 persen jika dibandingkan realisasi semester I-2020.
"Tentunya kita berharap tren positif pendapatan negara akan terus berlanjut pada semester II-2021. Begitupula dari sisi belanja negara, kami melihat terjadi akselerasi belanja negara dalam mendukung penanganan Covid-19 dan mempercepat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," tuturnya.
Dia mencatat, realisasi belanja negara di semester I-2021, mencapai Rp 1.170,1 triliun, atau 42,5 persen dari APBN 2021.
"Capaian tersebut meningkat apabila dibandingkan realisasi semester l tahun 2020 yang mencapai Rp1.069,7 triliun. Artinya, kinerja belanja negara kita positif di semester I-2021," tuturnya.
Meski demikian, Muhidin berharap kinerja belanja Pemerintah masih perlu ditingkatkan di semester selanjutnya untuk mendukung berbagai program terutama penanganan kesehatan dampak pandemi, pelaksanaan vaksinasi, bantuan usaha mikro, dan bantuan sosial.
Kinerja belanja pemerintah pusat pada semester II-2021, sangat dipengaruhi keberhasilan pelaksanaan Program Ekonomi Nasional (PEN) dan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur.
Strategi fiskal yang bersifat ekspansif konsolidatif dalam menjalankan kebijakan countercyclical dalam APBN 2021 membuat realisasi pertumbuhan belanja negara lebih tinggi dibandingkan pendapatan negara sehingga menyebabkan realisasi defisit pada semester I-2021. Bertumbuh jika dibandingkan periode sama pada 2020.
Sementara defisit anggaran di semester I-2021, kata Muhidin berada di kisaran 1,72 persen terhadap PDB, memang lebih tinggi ketimbang semester I-2020 yang mencapai 1,67 persen terhadap PDB.
Strategi ini, harus didukung dengan kebijakan pembiayaan anggaran yang fleksibel, prudent, dan efisien untuk menjaga kesinambungan makro fiskal dan komposisi portofolio utang secara optimal.
Pemerintah perlu mengoptimalkan sumber pembiayaan yang efisien dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit dan investasi Pemerintah, termasuk pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi penerbitan utang baru di tahun 2021.
Sedangkan pencapaian dan realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) katanya sudah berjalan baik.
Di mana realisasi PEN Semester I tahun 2021 sudah menunjukkan kinerja yang cepat yaitu Rp 252,3 triliun, atau 36,1 persen dari pagunya sebesar Rp 699,4 triliun.
“Beberapa kluster yang perlu didorong untuk lebih bekerja lebih optimal adalah Klaster kesehatan yang baru mencapai serapan sebesar Rp 47,7 triliun (24,6 persen) dan Klaster dukungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan korporasi dengan serapan sebesar Rp 51,3 triliun (29,8 persen). Dengan kinerja lebih baik, pencapaian PEN hingga akhir tahun 2021 akan bisa lebih optimal dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” paparnya.
Dia pun mengingatkan, bahwa pemulihan kehidupan masyarakat akan sangat tergantung dari disiplin dan konsistensi seluruh komponen bangsa.
“Selain itu, untuk mengantisipasi lonjakan pasien sedang berat, Pemerintah harus memastikan ketersediaan tempat tidur di ruang perawatan (Bed occupancy rate) terpenuhi dan juga tabung oksigen. Semoga kita bisa keluar dari krisis dan kehidupan kita bisa segera pulih,” ujar Muhidin.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich