GP Ansor: Jangan Rampok Hak Demokrasi Warga

Senin, 15 April 2019 – 16:58 WIB
Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas (tengah) bersama anggota Banser usai Apel Pemuda Indonesia di PP PON, Cibubur, Jumat (26/10). Foto: GP Ansor

jpnn.com - Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas berharap Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) bersikap netral dalam Pemilu 2019. Menurut dia, PPLN harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara menyalurkan hak pilihnya.

Yaqut mengungkapkan harapan ini setelah menerima informasi WNI di luar negeri, kesulitan menyalurkan hak pilihnya. "Hak demokrasi warga jangan dirampok. Semua warga negara punya hak yang sama untuk memilih. Apa pun pilihannya, hak konstitusional warga harus dijamin. Bukan menghalangi. Ini ada ancaman pidananya," kata Yaqut, dalam pesan singkatnya, Senin (15/4).

BACA JUGA: WNI Gagal Salurkan Suara, Muncul Petisi Pemilu Ulang di Sydney

BACA JUGA: Ansor Siap Kerahkan Jutaan Banser untuk Rabu Putih saat Coblosan Pemilu 2019

Yaqut menduga kegagalan WNI menyalurkan hak pilih karena PPLN tidak profesional. PPLN wajib mengantisipasi membludaknya warga yang datang ke TPS LN.

BACA JUGA: Ribut-Ribut Saat Pemungutan Suara di TPS di Sidney

"Harusnya, panitia menyiapkan berbagai rencana antisipasi terhadap segala kemungkinan, termasuk membludaknya pemilih di ujung waktu. Ada plan A, B, C dan seterusnya," ucap dia.

Menurut dia, PPLN tidak pantas menutup lokasi pemungutan suara ketika banyak warga mengantre untuk menyalurkan hak pilih.

BACA JUGA: Ingat, Dilarang Dokumentasikan Kegiatan di Bilik Suara

"Bukan lantas menutup TPS karena alasan batas waktu habis atau sewa gedung habis, sementara pemilih masih antre dan surat suara masih menumpuk banyak. Alasan kok, kaleng-kaleng begini," ucap pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini.

Gus Yaqut mengerti perasaan pemilih yang marah ketika hak pilihnya tidak tersalurkan, karena PPLN menutup lokasi pencoblosan.

"Batas waktu mencoblos, kan, sampai pukul 18.00, pemilih datang sebelum jam tersebut. Harusnya tetap diberi kesempatan mencoblos. Nah, kalau datang setelah jam 18.00 baru ditolak. Ini kan enggak. Bayangkan antre berjam-jam tetapi enggak bisa milih, ya, kecewa dan marah," ungkap Gus Yaqut.

Sebelumnya, muncul petisi daring agar dilakukan Pemilu ulang di Sydney, Australia. Hingga Senin (15/4), pukul 13.00 ini, petisi tersebut sudah ditandatangani sekitar 24.804 orang.

Petisi ini dibuat oleh 'The Rock', kelompok komunitas pemilih Indonesia di Sydney. Mereka membuat petisi ini untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Pembuat petisi mengaku pemungutan suara Pemilu 2019 di Australia tidak berlangsung mulus pada 13 April 2019. Banyak warga Indonesia yang memiliki hak mencoblos, tidak dapat menyalurkan suaranya.

"Ratusan warga Indonesia yang mempunyai hak pilih tidak diijinkan melakukan haknya, padahal sudah ada antrian panjang di depan TPS Townhall dari siang," ucap pembuat petisi dalam laman change.org. (mg10/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW: Waspadai Genderuwo Pengintimidasi Pemilih


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler