jpnn.com, JAKARTA - Pancasila adalah ideologi bangsa, NKRI merupakan bentuk negara Indonesia, UUD 1945 sebagai konstitusi, serta Bineka Tunggal Ika sebagai bentuk bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk.
Pernyataan ini disampaikan politisi senior Akbar Tandjung dalam webinar kebangsaan yang diselenggarakan oleh Gabungan Pemuda dan Mahasiswa Nusantara (GPM Nus), Kamis (20/5).
BACA JUGA: Peringati Harkitnas, Irman Gusman Luncurkan Buku Soal Hukum dan HAM
"Kami berharap pemuda dan mahasiswa dapat meneruskan apa yang telah diperjuangkan oleh para senior-senior di dalam dunia pergerakan, terlebih untuk mencegah masuknya paham-paham yang bertujuan merusak persatuan dan kesatuan kita," kata salah satu pendiri Kelompok Cipayung ini.
Dalam webinar bertemakan "Urgensi 4 Konsensus Nasional dalam 113 Tahun Kebangkitan Nasional dan 23 Tahun Reformasi untuk Memperteguh ke-Indonesiaan", pengamat pertahanan dan keamanan Connie Rahakundini Bakrie menyampaikan bahwa dalam percepatan teknologi saat ini, banyak informasi dari berbagai sumber yang kemudian dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.
BACA JUGA: Hajatan Warga Seketika Berubah Menjadi Tragedi
Namun, dia menyayangkan banyaknya informasi yang bertujuan untuk merusak dan menyesatkan masyarakat. Sehingga, informasi sesat itu kemudian berpotensi menimbulkan kegaduhan.
"Contohnya seperti kasus yang baru-baru ini, karena menghina Palestina kemudian tidak lama langsung diamankan oleh pihak berwajib. Ini menurut saya sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak tepat sasaran," ujarnya.
Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli mengatakan saat ini ada tiga tantangan yang sedang dihadapi negara yakni bagaimana mentransformasi dan mentransfer pemikiran tentang kebangkitan nasional.
"Kemudian bagaimana kita membangkitkan jiwa nasionalisme, makna etos semangat kebangkitan nasional. Selanjutnya bagaimana menerjemahkan isu kebangkitan nasional dan melihat problematika kekinian dari perspektif memaknai nilai kebangkitan nasional," tuturnya.
Terkait terminologi minoritas dan mayoritas, Firman Jaya meminta masyarakat untuk tidak menggunakan istilah tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Saya sangat tidak sepakat dengan pernyataan mayoritas dan minoritas masih saja digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah jelas dalam Bineka Tunggal Ika kita adalah bangsa yang besar di mana para pendahulu kita memperjuangkan kemerdekaan tanpa membedakan agama, suku, ras, dan golongan," ujarnya.
Sementara itu Anggota DPD RI Angelo Wake Kako mengatakan pemuda harus menjadi agen perubahan dan menjadi barisan yang paling tangguh saat ada dinamika kebangsaan yang sedang bergulir.
"Terlebih saat transformasi revolusi industri yang semakin berkembang, pemuda harus ditekankan untuk dapat memiliki soft skill yang mumpuni agar tidak tergerus oleh persaingan yang kian ketat dan kebutuhan dunia," katanya.
Pendiri Rumah Milenial Indonesia Sahat MP Sinurat menilai empat konsensus nasional sudah final, namun bagaimana kemudian membumikan nilai-nilainya di tengah generasi muda.
Menurut Sahat ada dua hal yang penting dalam implementasi nilai-nilai empat konsensus nasional. Pertama, peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat pusat hingga daerah yang tidak bertentangan dengan keempat konsensus.
Kedua, kata Sahat, pejabat negara, aparatur sipil, dan aparat institusi/lembaga di pusat maupun daerah yang memahami keempat nilai konsensus nasional dan bekerja sebagai pelayan publik yang berdiri di atas semua golongan.
"Sayangnya, masih ada sekelompok orang di tengah masyarakat kita yang mempersoalkan kemajemukan dan keberagaman kita. Generasi muda sebagai orang-orang yang tercerahkan harus dapat terus menggelorakan semangat persatuan di dalam keberagaman," ujarnya.
Ketua Umum GPM Nus Yerikho Manurung berharap agar kegiatan seperti ini dapat rutin dilakukan generasi muda untuk membahas dan menggali lebih dalam pengetahuan terkait persoalan bangsa.
"Seharusnya generasi muda penerus bangsa sering melaksanakan diskusi seperti ini untuk menggali lebih dalam wawasan tentang bangsa ini," kata Yerikho.
Di akhir acara, Sekretaris Jenderal GPM Nus Chrysmon Gultom mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber dan peserta yang proaktif membahas persoalan-persoalan kebangsaan saat ini.
"Pancasila adalah representatif dari nilai-nilai manusia Indonesia. Sayangnya ada sebagian orang yang mengabaikan atau lebih parah lagi berusaha menyingkirkan nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah suatu kesadaran penuh untuk mengindonesiakan Indonesia. Sadar atau tidak, sekarang yang terpenting adalah bagaimana meneruskan perjuangan reformasi tersebut," katanya. (rhs/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti