jpnn.com - JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Martin Hutabarat menghargai hak prerogatif Presiden memberikan grasi terhadap Ratu Narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby.
"Grasi memang hak presiden atas pertimbangan-pertimbangan. Tapi ke depan pemberian grasi memang perlu diperketat," kata Martin dikonfirmasi, Kamis (6/2).
BACA JUGA: Diupayakan Pengumuman Kelulusan Honorer K2 Pekan Ini
Menurutnya, belajar dari kasus Corby ini, presiden harus lebih selektif memberikan grasi terhadap pelaku kejahatan dalam kasus korupsi, narkoba dan terorisme.
Namun pengetatan itu tetap harus mempertimbangkan banyak aspek. Sebab, tidak sedikit juga warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan kejahatan di luar negeri mendapat keringanan hukuman dari negara setempat.
BACA JUGA: Pasek: SBY Tak Akan Lakukan Hal Bodoh Seperti Syarif Hasan
"Berpuluh-puluh WNI tertangkap kasus narkoba. Ada yang sudah divonis mati tapi mendapat grasi, ada yang bebas, ada yang hukuman berkurang. Kita juga harus menghargai itu," sebut politikus Partai Gerindra itu.
Ratu narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby, dalam beberapa hari ke depan akan menghirup udara bebas. Perempuan kelahiran 10 Juli 1977 itu akhirnya mendapat pembebasan bersyarat (PB). Kepastian itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin di kantornya kemarin.
BACA JUGA: KPK Panggil Politisi PKS
Namun, politikus Partai Demokrat itu membantah mengistimewakan perempuan yang membawa 4,1 kg ganja tersebut. Amir menyebutkan, ada 1.700 narapidana yang pengajuan PB-nya tengah diproses TPP. "Dari jumlah itu, memang Corby termasuk di dalamnya," jelas Amir. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratu Marijuana Corby Lusa Keluar Penjara
Redaktur : Tim Redaksi