jpnn.com, SERANG - Gubernur Banten Wahidin Halim meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa segera merealisasikan rencana merger Bank Banten ke dalam Bank Jawa Barat dan Banten (BJB).
Percepatan realisasi rencana tersebut diklaim sebagai upaya penyelamatan krisis likuiditas di Bank Banten.
BACA JUGA: Bank Banten Bermasalah, Gubernur Minta Masyarakat Tidak Panik
Hal itu tercantum dalam surat Gubernur Banten nomor 580/933-BPKAD/2020 tertanggal 29 April. Surat tersebut bersifat penting dengan perihal progres pasca letter of intent (LOi) antar Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat. Surat ditujukan langsung ke Presiden Joko Widodo.
Informasi yang dihimpun, isi surat itu adalah menindaklanjuti LOi antar dua gubernur pada 23 April lalu. Dalam kesempatan itu terdapat rencana penggabungan PT Bank Pembangunan Daerah Banten, Tbk (Bank Banten) ke dalam PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk (BJB).
BACA JUGA: Kabar soal Rencana Penggabungan Usaha Bank Banten ke dalam Bank BJB
Terdapat 10 poin dalam surat yang disampaikan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH). Meski demikian, jika ditotal hanya ada sembilan poin. Poin satu hingga empat runut namun setelah empat langsung loncat ke poin enam hingga 10.
Pada poin 10 atau yang terakhir, WH memohon kepada Presiden melalui fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merealisasikan kesepakatan LOi dalam menyelamatkan dan pemprov dan mencegah hal-hal yang tak diinginkan di kemudian hari.
BACA JUGA: Pasien Corona Ini Sembuh Setelah Konsumsi Bawang Putih Panggang
Selanjutnya, untuk menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap Bank Banten dan membantu kelancaran pelaksanaan LOi melalui pendelegasian peraturan OJK. Itu sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat 1 Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Rina Dewiyanti membenarkan, Pemprov Banten telah berkirim surat ke Presiden. Isi dari surat itu adalah tindaklanjut LOI terkait merger Bank Banten ke dalam BJB.
"Iya (sudah berkirim surat ke presiden)," ujarnya dilansir Banten Raya, Minggu (10/5).
Mantan Kepala BPKAD Kabupaten Lebak itu menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan sehingga terbitnya surat permohonan bantuan kepada Presiden. Salah satunya berkaitan dengan upaya penyelamatan dana di kas daerah (kasda).
"Ya jelaslah ini upaya menyelamatkan krisis likuiditasnya BB (Bank Banten-red). Juga memastikan dana kasda dapat diselematkan," katanya.
Disinggung adanya kesalahan urutan nomor surat ke presiden, Rina menegaskan tak perlu diperdebatkan. Menurutnya, yang terpenting adalah subtansi yang disampaikan. "Yang terpenting substansinya," tuturnya.
Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Provinsi Banten Fitron Nur Ikhsan mengatakan, ada sejumlah catatan yang menjadi sorotan pihaknya terhadap apa yang disampaikan gubernur ke presiden dalam suratnya. Pertama, pembahasan dalam surat itu antara Bank Banten, BJB dan Pemprov Banten.
"Pembahasan tidak melibatkan Pemprov Jabar. Padahal LOi adalah antara Pemprov Banten dan Jabar. Gubernur Ngebet merger ke BJB tapi Gubernur Jabar kayaknya enggak peduli," paparnya.
Lebih lanjut wakil rakyat asal Kabupaten Pandeglang itu juga menyoroti, keteledoran redaksional untuk surat yang akan dikirimkan ke presiden. Dia masih menemukan kesalahan elementer urutan nomor poin dari empat yang langsung loncat ke poin enam.
"Nomor lima kok enggak ada? dari empat langsung keenam. Teledor, ini surat ke presiden seperti ini," tegasnya.
Selanjutnya, dalam surat itu menunjukan kondisi likuiditas Bank Banten sangatlah buruk dan itu mencerminkan manajemen yang buruk serta ada permasalahan di pengawasan. Potret global Bank Banten membutuhkan Rp1,5 triliun untuk menormalisasi jalannya perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya.
"Dalam proses DD (due diligence), perhitungan kebutuhan dana akan lebih detail termasuk juga perhitungan berapa besar NPL (non performing loan) atau kredit macet yang ada di Bank Banten. Info terkini kredit macet di Bank Banten ada sekitar Rp2 triliun, jadi kasarnya kebutuhan dana penyehatan Bank Banten sekitar Rp3,5 triliun," tuturnya.
Selanjutnya dikatakan Fitron, Gubernur Banten menyadari kalau dengan pendekatan bisnis to bisnis, tidak mungkin BJB akan mau ngambil alih Bank Banten atau melakukan penggabungan. Sebab, sebelumnya sudah pernah dijajaki oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Chairul Tanjung (CT) Corp dan hasilnya batal masuk.
"Gubernur sedang berharap penyelamatan gratis dari presiden," katanya.
Terakhir, pada statement penutupan surat gubernur terlihat begitu sangat frustasi dan khawatir kalau merger tidak terealisasi. Kalau sampai gagal terealisasi, Bank Banten akan terpuruk tanpa peminat dan kemungkinan dilikuidasi.
Menurutnya, semua surat laporan progres gubernur kepada presiden itu menunjukan bukti bahwa proses merger bukan sesuatu yang direncanakan dan diinginkan. Pihak BJB menjadi korban karena dipaksa menerima penggabungan dengan dalih imbas Covid-19.
"Padahal saya menduga ini adalah langkah panik OJK karena kecolongan atas kecerobohan pememindahan RKUD (rekening umum kas daerah) tanpa melakukan kajian yang proper," tuturnya. (dewa/bantenraya)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti