MESKI tidak mengajukan calon pengisi kursi wakil gubernur (wagub) yang kosong, posisi Gubernur Bengkulu, H. Junaidi Hamsyah, S.Ag, M.Pd tetap aman. Secara kelembagaan, Junaidi tidak akan mendapat sanksi dari pemerintah jika hingga masa kepemerintahannya berakhir kursi wagub tetap kosong.
Dikatakan Juru bicara (Jubir) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Reydonizar Moenoek, sanksi yang akan diterima Junaidi hanya sebatas sanksi moral. Yakni kekecewaaan masyarakat yang mungkin hilang kepercayaan terhadap pemerintah atas tindakan Junaidi. Tentu kondisi pemerintahan yang seperti ini kurang baik dalam implementasi pembangunan.
"Mengapa saya katakan aman secara kelembagaan. Baik di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun dalam Peraturan Pemerintah Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala daerah, tidak disebutkan adanya sanksi bagi kepala daerah atas kekosongan jabatan wakil," kata Reydonizar.
Untuk kasus Provinsi Bengkulu, dijelaskan Reydonizar, Pemda Provinsi sudah menjalankan aturan pasal 131 ayat (1) PP Nomor 32 Tahun 2005 itu. Dimana posisi kepala daerah yang diberhentikan melalui Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai putusan inkrah harus diganti dengan wakil kepala daerah hingga masa jabatan berakhir.
"Dalam hal ini mantan Gubernur, Agusrin M Najamudin, ST yang terbelit kasus korupsi sudah diganti oleh Junaidi. Namun aturan pasal 131 ayat (2) belum diterapkan. Dimana jabatan wakil yang kosong sementara masih ada sisa jabatan 18 bulan, kepala daerah wajib ajukan 2 calon wakil dari parpol pengusung. Nah itu yang belum dilakukan Junaidi," jelas Reydonizar.
Tetapi dalam implementasinya, meski dikatakan wajib mengisi jabatan wakil kepala daerah yang masih sisakan waktu 18 bulan, tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang melanggar. Untuk posisi kursi Wagub Bengkulu yang kosong, diakui Reydonizar, bisa jadi karena Junaidi masih punya pertimbangan lain.
"Junaidi sendiri sudah koordinasi dengan Kemendagri yang intinya minta waktu ke presiden untuk pengisian jabatan wagub ini. Namun tetap saja mekanismenya seorang gubernur mengajukan 2 calon wagub ke DPRD. Siapa 2 calon itu, silakan gubernur komunikasikan dengan parpol pengusung. Begitupun parpol pengusung jangan sungkan beri masukkan. Keduanya harus saling berkomunikasi," tandas Reydonizar.
Persoalan DPRD siap menggulingkan Junaidi lewat hak interpelasi dewan, Reydonizar enggan komentar. Diakuinya antara dewan dan gubernur sama-sama punya hak. Gubernur punya hak prerogatif (hak mutlak yang tidak bisa diganggu gugat).
"Saran kami jalan terbaik, gubernur dan parpol pengusung harus menjalin komunikasi yang baik. Bicarakan soal posisi wagub yang kosong ini dengan kepala dingin yang inti masalahnya mempertimbangkan positif-negatifnya jika jabatan kosong atau diisi," ungkap Reydonizar.
Hal serupa untuk jabatan Wabup Seluma yang kasusnya sama dengan wagub. Termasuk jabatan wabup Rejang Lebong yang kosong pascameninggalnya Wabup terpilih, Slamet Diono. Secara otomatis kepala daerah/wakil yang meninggal diberhentikan. Tetapi mekanismenya tetap lewat pemberitahuan dari pemerintah daerah bersangkutan.
"Untuk wabup Seluma saya rasa tidak ada beda dengan kasus wagub. Tetapi untuk wabup RL kita lihat dulu apakah sudah ada pemberitahuan dari daerah bersangkutan atau tidak. Kalau ada langsung kita berhentikan dan daerah bisa langsung ajukan penggantinya," demikian Reydonizar. (ble/sca)
Dikatakan Juru bicara (Jubir) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Reydonizar Moenoek, sanksi yang akan diterima Junaidi hanya sebatas sanksi moral. Yakni kekecewaaan masyarakat yang mungkin hilang kepercayaan terhadap pemerintah atas tindakan Junaidi. Tentu kondisi pemerintahan yang seperti ini kurang baik dalam implementasi pembangunan.
"Mengapa saya katakan aman secara kelembagaan. Baik di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maupun dalam Peraturan Pemerintah Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala daerah, tidak disebutkan adanya sanksi bagi kepala daerah atas kekosongan jabatan wakil," kata Reydonizar.
Untuk kasus Provinsi Bengkulu, dijelaskan Reydonizar, Pemda Provinsi sudah menjalankan aturan pasal 131 ayat (1) PP Nomor 32 Tahun 2005 itu. Dimana posisi kepala daerah yang diberhentikan melalui Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai putusan inkrah harus diganti dengan wakil kepala daerah hingga masa jabatan berakhir.
"Dalam hal ini mantan Gubernur, Agusrin M Najamudin, ST yang terbelit kasus korupsi sudah diganti oleh Junaidi. Namun aturan pasal 131 ayat (2) belum diterapkan. Dimana jabatan wakil yang kosong sementara masih ada sisa jabatan 18 bulan, kepala daerah wajib ajukan 2 calon wakil dari parpol pengusung. Nah itu yang belum dilakukan Junaidi," jelas Reydonizar.
Tetapi dalam implementasinya, meski dikatakan wajib mengisi jabatan wakil kepala daerah yang masih sisakan waktu 18 bulan, tidak ada sanksi bagi kepala daerah yang melanggar. Untuk posisi kursi Wagub Bengkulu yang kosong, diakui Reydonizar, bisa jadi karena Junaidi masih punya pertimbangan lain.
"Junaidi sendiri sudah koordinasi dengan Kemendagri yang intinya minta waktu ke presiden untuk pengisian jabatan wagub ini. Namun tetap saja mekanismenya seorang gubernur mengajukan 2 calon wagub ke DPRD. Siapa 2 calon itu, silakan gubernur komunikasikan dengan parpol pengusung. Begitupun parpol pengusung jangan sungkan beri masukkan. Keduanya harus saling berkomunikasi," tandas Reydonizar.
Persoalan DPRD siap menggulingkan Junaidi lewat hak interpelasi dewan, Reydonizar enggan komentar. Diakuinya antara dewan dan gubernur sama-sama punya hak. Gubernur punya hak prerogatif (hak mutlak yang tidak bisa diganggu gugat).
"Saran kami jalan terbaik, gubernur dan parpol pengusung harus menjalin komunikasi yang baik. Bicarakan soal posisi wagub yang kosong ini dengan kepala dingin yang inti masalahnya mempertimbangkan positif-negatifnya jika jabatan kosong atau diisi," ungkap Reydonizar.
Hal serupa untuk jabatan Wabup Seluma yang kasusnya sama dengan wagub. Termasuk jabatan wabup Rejang Lebong yang kosong pascameninggalnya Wabup terpilih, Slamet Diono. Secara otomatis kepala daerah/wakil yang meninggal diberhentikan. Tetapi mekanismenya tetap lewat pemberitahuan dari pemerintah daerah bersangkutan.
"Untuk wabup Seluma saya rasa tidak ada beda dengan kasus wagub. Tetapi untuk wabup RL kita lihat dulu apakah sudah ada pemberitahuan dari daerah bersangkutan atau tidak. Kalau ada langsung kita berhentikan dan daerah bisa langsung ajukan penggantinya," demikian Reydonizar. (ble/sca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Aceh Segera Temui SBY
Redaktur : Tim Redaksi