Gubernur dan Bupati di Kalbar Diminta Patuhi Edaran Mendagri

Jumat, 02 November 2012 – 14:19 WIB
PONTIANAK - Anggota Komisi A DPRD Kalbar, Syafaruddin Hum meminta gubernur dan wali kota/bupati mematuhi Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri dengan nomor surat 800/4329/SJ supaya tidak memberikan jabatan kepada pegawai negeri sipil yang sudah pernah menjalani hukuman pidana. “Instruksi Mendagri sangat jelas. Bagi yang sudah diberikan jabatan, ada baiknya dicabut," katanya, Kamis (1/11) di Pontianak.
 
Menurut dia, pembinaan para PNS memang berada di tangan kepala daerah. Namun, Kemendagri juga bisa melakukan pembinaan dengan meminta pencopotan pejabat tertentu. Katanya, tidak elok jika orang yang pernah tersangkut pidana mendapat jabatan. ”Di Pemprov, kabupaten/kota kita tidak tahu apa ada data pejabat yang pernah menjalani hukuman diberikan jabatan. Kita akan cari tahu itu,” tuturnya.

Dengan edaran Kemendagri tersebut, lanjutnya, tidak ada alasan lagi kepala daerah buat mempertahankan jabatan PNS tertentu. Soalnya, itu akan menjadi preseden buruk bagi PNS bersih, jujur dan berprestasi yang mau bekerja mengabdi kepada daerah, bangsa dan negara.

Dia menambahkan Surat Edaran Mendagri dikeluarkan karena banyaknya PNS yang melaksanakan hukuman pidana, namun masih menduduki jabatan struktural. Surat ini mengingatkan kepada gubernur, wali kota/bupati dalam pengangkatan jabatan mematuhi sejumlah peraturan perundang-undangan.

Politikus PAN Kalbar ini menjelaskan sesuai semangat reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi dan tindak kejahatan jabatan lain, PNS yang telah menjalani hukuman pidana disebabkan tindak pidana korupsi atau kejahatan jabatan lain supaya tidak diangkat di jabatan struktural. Sebab di daerah masih banyak PNS berprestasi, kompeten, jujur dan bersih. “Mereka ini yang mestinya mengisi jabatan struktural,” tuturnya.

Sebelumnya Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya mengatakan meskipun Pemprov Kalbar belum menerima surat edaran itu, namun pihaknya siap menjalankan peraturan itu. “Yang jelas kalau sudah ada surat edaran seperti itu, kita siap untuk melaksanakannya. Pastinya, lahirnya peraturan itu sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Dengan semangat untuk memberantas korupsi, mungkin peraturan ini menjadi bagian dari itu,” katanya.

Kata dia, yang dimaksud dalam surat edaran itu bukanya hanya narapidana terlibat kasus korupsi, namun eks narapidana berbagai kasus lain. “Saya kira itu sangat bagus, kita juga lebih enak. Kita dibawah, wajib ikut dengan keputusan yang diatasa,” kata dia.

Christiandy menjelaskan, yang perlu dipahami kalimat narapidana itu sendiri. Yang disebut narapidana adalah yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sementara yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap,  belum disebut sebagai narapidana. Untuk menyatakan orang bersalah atau tidak, harus dibuktikan terlebih dahulu di Pengadilan.

Menurutnya, bisa saja orang dituding melakukan kesalahan, tetapi pembuktian di pengadilan ternyata orang itu tidak salah. Tentunya itu harus diperhatikan juga. Akan tetapi yang sudah dihukum atau status hukumnya sudah jelas. Dia juga mengungkapkan, di Kalbar sampai saat ini tidak ada. “Kita tidak akan mengangkat narapidana,” ungkapnya.

Di Kalbar, ada pejabat negara yang terlibat kasus hukum, namun nasih belum inkrah. Yang dimaksud inkrah adalah tidak ada lagi upaya hukum membela diri. Selain itu, perlu juga dilihat apakah pejabat itu menjadi eks narapidana karena kasus korupsi dan kasus yang merugikan negara, atau karena kasus kebijakan yang tidak merugikan negara. (den)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Massa Blokir Lima Gate CPI

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler