Gubernur Terpilih Harus Kompak dengan Presiden

Selasa, 11 September 2012 – 07:48 WIB
JAKARTA - Model pemilihan kepala daerah di Indonesia sudah silih-berganti. Di era Orde Baru, DPRD yang memilih kepala daerah secara formalitas lantaran calon jadi sudah 'diputuskan' dari pusat. Lantas di era reformasi, bebas dari kendali pusat karena pemilihan dilakukan langsung oleh rakyat. Hubungan pusat-daerah pun terasa janggal. Program-program nasional yang ditetapkan Jakarta, tidak jalan di daerah.

Itulah yang dikeluhkan Irmadi Lubis, yang kemarin (10/9) resmi dilantik Ketua DPR Marzuki Alie, sebagai anggota DPR menggantikan Panda Nababan yang mengundurkan diri karena tersangkut kasus hukum.

Menurut  pria kelahiran Pematang Siantar 7 Februari 1952 itu, Indonesia menganut sistem presidensial, dimana presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, dari pusat hingga provinsi dan kabupaten/kota. "Dengan sistem ini, mestinya apa yang menjadi visi-misi presiden juga harus menjadi visi-misi kepala daerah dalam sistem perencanaan pembangunan daerah. Tapi sekarang, pusat lain, daerah lain, bagaimana bisa jalan?" cetus Irmadi kepada wartawan di sela-sela pelantikannya sebagai anggota DPR di Senayan.

Keluhan mantan anggota Komisi V DPR (1999-2004) dan Komisi VI DPR (2004-2009) dari Fraksi PDI Perjuangan itu bukan mengada-ngada. Ambil contoh proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, yang molor lantaran ada tarik-ulur kewenangan penetapan lahan, sampai-sampai Menko Perekonomian Hatta Radjasa mewarning Pj Gubernur Gatot Pujo Nugroho.

Menurut mantan ketua Pansus RUU KEK itu, jika pola hubungan pusat-daerah tak segera dibenahi, maka banyak program pembangunan yang bakal terbengkalai. Karenanya, dia mengatakan, saatnya kini berbagai model coba-coba pilkada diakhiri. Dia mendukung sepenuhnya materi di RUU pemilukada, dimana nantinya gubernur dipilih oleh DPRD, bukan lagi lewat pilkada langsung oleh rakyat.

Logikanya, presiden merupakan sosok politisi dari partai pemenang pileg. DPRD yang akan memilih gubernur, mayoritas juga pasti akan diisi oleh partai pemenang pileg. Dengan demikian, gubernur terpilih juga berasal dari partai pemenang.

"Biar kompak. Presiden dari partai pemenang, gubernur juga dari partai pemenang," ujar Irmadi, yang mengaku berpikir seribu kali untuk dilantik menjadi anggota DPR lagi lantaran tak mau ada imej mengambil keuntungan dari kasus yang didera Panda Nababan itu.

Namun, agar fair, Irmadi mengatakan, UU pemilukada yang nantinya mengatur pilgub dipilih DPRD, harus diterapkan setelah pemilu 2014. Jika diterapkan sekarang, sejumlah pilgub yang digelar sebelum pemilu 2014, dipastikan banyak yang dimenangkan jagonya Partai Demokrat, sebagai pemenang pemilu 2009.

Irmadi merupakan politisi gaek PDIP. Masa jeda dari aktivitas politik, Irmadi menghabiskan hari-harinya dengan ngemong dua cucunya. "Bersama dua cucu merupakan kebahagiaan tersendiri," ujar pria yang dikenal dekat dengan kalangan jurnalis ini.

Sebenarnya Irmadi tak pernah berpikir kembali berkiprah di Senayan. Namun, setelah ada surat pengunduran diri yang diajukan Panda Nababan  dan DPP PDIP memproses PAW dan menunjuk dirinya sebagai pengganti, baru lah Irmadi menyatakan siap balik ke 'dunia aslinya'.

"Karena Panda mengundurkan diri dan partai memerintahkan dan mengusulkan pergantian maka sebagai kader  saya harus mematuhinya," kata Irmadi. Itu pun melalui proses perenungan yang lama. Bahkan, anak-anaknya sempat keberatan. Tapi setelah dijelaskan bahwa ini tugas partai, anak-istri akhirnya menyetujui. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dianggap Hanya Jual Pencitraan, Jokowi Malah Salahkan Media

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler