jpnn.com, JAKARTA - PTUN Jakarta kembali menggelar sidang gugatan masyarakat adat terhadap Presiden dan DPR RI, Kamis (14/3).
Gugatan ini dilayangkan lantaran para tergugat mengabaikan kewajiban konstitusional mereka untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang telah diajukan sejak 2009 silam.
BACA JUGA: Berniat Lindungi Masyarakat Adat, Mahfud Tunjuk Tumbler No One Left Behind di Debat
Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggungat. Salah satunya adalah Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Abdon Nababan yang mengungkapkan bagaimana dirinya mengawal pengesahan RUU Masyarakat sejak 1999.
"Sejak Kongres Masyarakat Adat Nasional tahun 1999 yang mendesak pemerintah menerbitkan instrumen hukum bagi masyarakat adat," kata Abdon.
BACA JUGA: Forum Masyarakat Adat Buru Bersatu Siap Menangkan Prabowo-Gibran
Dia pun mengungkapkan bahwa pihaknya telah membuat semacam kontrak politik dengan Presiden Jokowi pada 2014 silam.
Dalam kesepakatan itu, Jokowi menegaskan komitmennya untuk merealisasikan RUU Masyarakat Adat.
BACA JUGA: Menteri Hadi Pastikan Kedaulatan Masyarakat Adat Melalui HPL Tanah Ulayat
”Sayangnya, janji ini tidak dikawal. Perampasan tanah semakin banyak. Menurut saya, ini sudah darurat,” ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menuntut keseriusan DPR dan pemerintah dalam menuntaskan persoalan ini.
Menurutnya, masa jabatan DPR yang masih tersisa 7 bulan ini sangat cukup untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Apalagi, dalam debat cawapres Januari lalu, terungkap bahwa telah terjadi perampasan 8,5 juta hektare wilayah adat yang mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dalam 10 tahun terakhir.
"Gibran juga mengatakan pemerintah sedang mendorong. Suara gibran kan mewakili Jokowi. Jadi kalau itu serius sebelum dilantik seharusnya juga bisa," kata dia kepada wartawan di sela-sela sidang.
"Permasalahan di DPR kan ini dua fraksi terbesar menolak terang-terangan, yaitu PDIP dan Golkar. Sekarang RUU itu masih di meja pimpinan (DPR) Ibu Puan," tambah dia.
Rukka mengatakan, RUU Masyarakat Adat sudah dibahas secara sangat luas. Didiskusikan mulai dari kampung-kampung, pertemuan-pertemuan organisasi masyarakat adat, masyarakat sipil hingga akademisi.
Aspirasi masyarakat adat pun tetap sama dengan saat RUU ini pertama kali diajukan 15 tahun lalu.
"Kalau dilihat dari seluruh UU yang lahir di Indonesia, ini yang paling banyak dibicarakan di publik dan paling panjang dibicarakan, tapi sampai saat ini masih tertahan di meja ketua Ketua DPR Ibu Puan Maharani," pungkas Rukka. (dil/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif