Gugatan Izin Rumah Ibadah Ditolak

Kamis, 07 Maret 2013 – 06:48 WIB
JAKARTA--Solidaritas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (SKP KBB) bersikukuh terdapat kesalahan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006. Upaya konstitutional akan tetap dilakukan meskipun sempat mendapat penolakan.
      
Koordinator Nasional SKP KBB, Pdt Palti Panjaitan, mengatakan upaya konstitutional untuk dilakukan uji materi terhadap peraturan tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, itu sudah pernah diajukan agar terjadi uji materi di Mahkamah Konstitutional (MK). "Tetapi tidak diluluskan," akunya usai melakukan pengaduan ke Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Perempuan di Jakarta, Rabu (6/3).
      
Dalam peraturan tersebut menurutnya terdapat poin krusial yang dinilai fatal dan harus diperbaiki. "Dalam peraturan bersama dua menteri itu terdapat poin bahwa izin mendirikan rumah ibadah diserahkan kepada sipil. Ini fatal! Semestinya menjadi kewenangan penuh negara. Pemerintah," tegasnya.
   
Palti beranggapan seperti itu sebagai tafsir atas pasal 14 ayat 2 dari peraturan bersama dua menteri itu. Pada intinya tentang persyaratan pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah.
   
Selain itu harus mendapat dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Harus mendapatkan rekomendasi tertulis kepala kantor Departemen Agama kabupaten/kota, dan selanjutnya mendapatkan rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota.
   
Palti menerjemahkan pasal itu tidak bedanya sebagai upaya penyerahan wewenang izin pendirian rumah ibadah kepada warga sipil. Akibatnya, kata dia, terjadi kesulitan dalam praktiknya di lapangan bagi agama tertentu yang ingin mendirikan rumah ibadat di satu lokasi tertentu.
   
Ketua Komnas HAM, Otto Syamsuddin Ishak, mengatakan terkait hal ini pihaknya sedang memelajari terutama dari beberapa kasus yang belakangan terjadi. Setidaknya sudah ada empat poin utama yang akan dikaji.
   
Pertama, akan dicari payung kebijakan yang menaungi masalah kehidupan beragama di indonesia. "Ada usul Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang) atau Undang Undang, tapi itu harus dipelajari lagi," ujarnya ditemui di kantornya, kemarin.
   
Kedua mencari payung kebijakan untuk pihak korban. Fokus mengurusi pihak korban seperti pemindahan paksa, pihak yang menanggung kesulitan mendapat hak warga negara seperti Kartu Tanda Penduduk, kesulitan menikah, dan sebagainya karena perbedaan keyakinan, dan beberapa kasus lainnya.
   
"Ketiga kita meminta pihak Polri untuk memberikan rasa aman kepada mereka. Jadi kebebasan berekspresi oke tapi Polri harus tegas dalam tindakan anarkisnya. Selama ini dirasakan ketegasannya tidak merata bahkan ada kecenderungan aparat di bawah ini cenderung takut kepada gerombolan massa yang melakukan serangan," ungkapnya.
   
Keempat berkaitan dengan bagaimana menyikapi Pemerintah Daerah yang melakukan pembangkangan terhadap sesuatu yang berlandaskan hukum. Tentunya yang berkaitan dengan kerukunan hidup beragama dan pendirian rumah ibadat. "Ini yang akan dibicarakan kemudian. Selama ini semua laporan yang berkaitan dengan kehidupan beragama dibuat untuk kepentingan advokasi. Bukan pada pelanggaran HAM-nya, apakah kategori biasa atau berat. Masih harus dipelajari lagi," terusnya.
   
Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), belum lama ini angkat bicara menyangkut persoalan yang sedang mendapat perhatian ini. JK bercerita bahwa dirinya baru saja ceramah di Makasar dalam konferensi gereja di hadapan 700 pendeta.

Dalam sesi tanya jawab ada pertanyaan dari peserta tentang gereja di Yasmin, Bogor, yang bermasalah. Dijawab bahwa sudah ada 56 ribu Gereja di seluruh Indonesia dan tidak ada masalah. Pertumbuhan jumlah Gereja bahkan lebih besar daripada Masjid sehingga dia balik mengatakan, kenapa urusan satu Gereja sampai bicara ke seluruh dunia?.
      
Toleransi itu menurut JK ada di keduabelah pihak. Maka apa salahnya pembangunan dipindah lokasi sedikit saja, toh, menurutnya Tuhan tidak masalah hambanya berdoa di mana saja. "Izin Membangun gereja bukan urusan Tuhan tapi urusan walikota," kata JK.
      
Sekitar dua bulan lalu, menyikapi berbagai kasus serupa, PBB memang mengirim utusannya ke Indonesia. Para perwakilan organisasi antar bangsa itu melakukan dialog dengan berbagai pihak terkait di Indonesia.(gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolresta Malang Bakal Polisikan Pengedar Transkrip Pembicaraan Yuni

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler