Gugatan Kepada Ahli Waris PT Krama Yudha Dinilai Cacat Hukum

Sabtu, 12 Agustus 2023 – 11:13 WIB
Kuasa Hukum Damianus Renjaan. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Pusat Arsjad Rasjid (Pemohon I) menggugat PT Krama Yudha (Persero) sebesar Rp 700 miliar di peradilan niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Pihak tergugat adalah Rozita Binte Puteh (Termohon I), Ery Rizly Bin Ekarasja Putra Said (Termohon II) dan Hesti Nurmalasari (Termohon III). Ketiganya dianggap bertanggung jawab atas utang sebesar sekitar Rp 700 miliar.

BACA JUGA: Ketua RW 06 Pluit Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, Kuasa Hukum Membela Begini

Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Termohon I dan II, Damianus Renjaan dalam keterangannya pada Sabtu (12/8/2023).

Menurut Damianus, selain Arsjad Rasjid, tiga Pemohon lain, yakni Said Perdana Bin Abubakar Said (Pemohon II), Indra P Said (Pemohon III), dan Daud Kai Rizal (Pemohon IV).

BACA JUGA: Mafia Tanah Cuma Jadi Tahanan Kota, Kuasa Hukum Korban Datangi Polda Metro Jaya

“Namun, sebenarnya, empat Pemohon dan tiga Termohon tersebut, bukan para pihak yang menandatangani akta perjanjian Nomor 78 di tahun 1998 atau 25 tahun lalu tersebut,” ujar Damianus.

Damianus mengatakan para pihak ini hanya sebagai ahli waris dari yang menandatangani akta 78.

BACA JUGA: Arsjad Rasjid: Tiongkok Sumber Investasi Terbesar ASEAN, Penting untuk Indonesia

Pemohon I, mewakili Alm Makmunar Rasjid, pemohon II mewakili Alm. Abi Hasan Said, Pemohon III mewakili Almh Nuni Asmuni Said, dan Pemohon IV mewakili Almh Srikandi Dja’far Said.

Damianus menjelaskan Arsjad dan lainnya menyebut Rozita dan Ery adalah istri dan anak dari Alm Eka Rasja Putra Said (anak Alm. Sjarnobi).

Hesti juga dibawa-dibawa menjadi Termohon III lantaran Arsjad dan lainnya mengganggap Hesti adalah istri kedua Alm Eka.

“Padahal Rozita dan Ery saat ini sedang berhadap-hadapan di pengadilan dengan Hesti dalam perkara lain karena tidak mengakui Hesti sebagai istri kedua Alm. Eka,” ujar Damianus.

“Para pihak yang terkait dalam Akta 78 ini semuanya sudah meninggal dunia. Srikandi, Nuni dan Abi adalah saudara kandung Sjarnobi sedangkan Makmunar adalah rekan karib Sjarnobi,” ujar Damianus.

Saat Sjarnobi meninggal dunia, kendali PT Krama Yudha dilanjutkan putranya, Eka, yang kemudian meninggal dunia pada September 2022. Selanjutnya perseroan dijalankan para profesional.

Damianus mengatakan pada 25 Juli 2023, muncullah gugatan PKPU Arsjad dan tiga pemohon lainnya.

Mereka mendaftarkannya melalui peradilan niaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara PKPU NO. 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA. JKT.PST. Sidang perdana kasus ini pun telah dilangsungkan pada Rabu (9/8/23) lalu di PN Jakarta Pusat.

“Dalam permohonan PKPU-nya mereka meminta Rozita, Ery dan Hesty bertanggung jawb atas permohonan Rp 700 miliar ini dan harus membayarnya kepada Arsjad dan lainnya,” ujar Damianus.

Riwayat Akta 78

Damianus menjelaskan pada masa lalu, Sjarnobi membangun PT Krama Yudha (Persero) dan berhasil.

Dia mengatakan karena perusahaan maju dan sukses, Sjarnobi ingin ‘berbagi’ rezeki dengan tiga saudara kandungnya; Srikandi, Nuni dan Abi. Ia juga berbagi dengan sahabat karibnya, Makmunar.

Untuk membuktikan keseriusannya, Sjarnobi melakukan perjanjian di hadapan notaris SP Henny Singgih pada 20 April 1998, hingga lahirlah akta notaris nomor 78 (akta 78).

Akta ditandatangani Sjarnobi sebagai pihak I dan Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar sebagai pihak II.

Isi akta 78 antara lain, Sjarnobi siap memberikan bonus sebesar 18 persen dari keuntungan bersih PT Krama Yudha kepada Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar.

Namun, akta tidak menyebutkan berapa besaran nilai bonusnya. Akta 78 juga menyebutkan bonus diberikan saat perseroan memiliki keuntungan dan selama Sjarnobi, masih menjadi pemegang saham mayoritas.

Pada periode ini, 1998-2001, pemberian bonus terwujud. Namun, pada 13 April 2001, Sjarnobi meninggal dunia. Itu berarti, sebagaimana kesepakatan dalam akta 78, tidak ada lagi pemberian bonus.

Syarat lain dalam akta 78 tersebut adalah pemberian bonus bersifat sukarela (tidak ada timbal-balik), tidak wajib atau atas dasar kemurahan hati Sjarnobi. Namun, diusahakan setiap tahun (tidak ada penentuan waktu).

Atas dasar sukarela, kata Damianus, maka secara hukum disebut naturlijke verbintenis (perikatan wajar/bebas/alamiah), tidak dapat dituntut pelaksanaannya di pengadilan sesuai pasal 1359 ayat (2) KUHPerdata.

Akta 78 juga menjelaskan Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar, tidak diperkenankan melihat pembukuan perseroan. Sebab, keempatnya bukan pemegang saham.

Rozita, Ery dan Termohon III juga dikategorikan sebagai keturunan kedua dan ketiga dari pihak pertama yang sama sekali tidak mengetahui Akta 78 tersebut, sehingga secara hukum, tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas akta tersebut.

Fakta juga mengemuka bahwa para Pemohon maupun para Termohon, belum pernah tercatat sebagai direksi, komisaris dan pemegang saham PT Krama Yudha dan oleh karena itu, tidak ada yang mengetahui pembukuan perseroan, sesuai tuntutan Arsjad dan lainnya.

Rozita dan Ery juga berpendapat, permohonan Arsjad dan lainnya telah kedaluwarsa. Sebab Pasal 210 UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan batas permohonan PKPU adalah 90 hari sejak meninggalnya pewaris. Sjarnobi meninggal 13 April 2001 dan Eka meninggal 16 September 2022.

Jika dihitung sampai 25 Juli 2023 saat permohonan PKPU diajukan Arsjad dan lainnya, telah melewati 312 hari.

“Syarat dikabulkannya PKPU berdasarkan Pasal 222 Ayat (1) dan (3) jo Pasal 8 Ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 adalah adanya utang yang dapat dibuktikan secara sederhana, sedangkan dalam perkara ini Termohon PKPU I dan II tidak mengetahui. Mereka juga tidak menandatangani Akta 78 yang menjadi dasar utang. Masalah lain adalah sedang ada sengketa antara Termohon I, II di satu pihak, melawan Termohon III di pihak lain. Para Termohon ini harus menunggu putusan pengadilan siapa yang berhak menjadi ahli waris,” kata Damianus Renjaan.

Damianus menyebut kliennya berharap majelis hakim bisa menangani perkara PKPU ini dengan profesional.

“Apalagi klien kami sebagai ahli waris generasi ketiga dari para pembuat perjanjian adalah warga negara asing. Mereka butuh kepastian dan perlindungan hukum yang layak,” pungkas Damianus.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler