Gunung Agung di Bali akhirnya meletus dua bulan setelah puluhan ribu penduduk dievakuasi dari sekitar gunung berapi tersebut.
Namun letusan ini terbilang kecil - dan sejauh ini belum ada perintah evakuasi baru serta bandara tetap beroperasi seperti biasa.
BACA JUGA: Polisi di Australia Barat Kini Boleh Berjenggot
Kepala Kepolisian Daerah Bali Petrus Golose menjelaskan tidak ada kepanikan menyusul letusan gunung tersebut.
Letusan yang terjadi kemarin itu menunjukkan semburan uap dan batuan setinggi 800 meter ke arah timur menjauh dari Pulau Bali.
BACA JUGA: Bahasa Indonesia Jadi Pilihan Pelajaran Murid 3 SD Australia Barat
Awan debu tersebut berbahaya bagi pernafasan dan mesin pesawat terbang, namun sejauh ini volumenya sangat kecil dan belum mempengaruhi operasi di Bandara Internasional Ngurah Rai. Skip Twitter Tweet
FireFox NVDA users - To access the following content, press 'M' to enter the iFrame.
BACA JUGA: Bus di London Akan Gunakan Bahan Bakar dari Biji Kopi
Status peringatan aktivitas penerbangan diubah menjadi "oranye", mengindikasikan posisi awan debu di sekitar gunung berapi itu tidak lebih tinggi dari 3.900 meter.
Kepala pemantauan gunung berapi di Gunung Agung, I Dewa Made Mertayasa, menjelaskan letusan tersebut merupakan "ledakan freatik" dan belum ada alasan untuk memperluas zona evakuasi di sekitar gunung berapi yang mencakup kawasan 6 - 7,5 kilometer dari kawah.
"Freatik artinya yang air tertampung di permukaan kawah karena hujan deras dikombinasikan dengan magma dan mengalami kenaikan," kata Mertasaya.
"Berbahaya bagi penduduk yang tinggal di dalam radius 6 km sampai 7.5 km dari kawah. Zona evakuasi tersebut harus tetap berlaku karena awan debu mengarah ke sana," jelasnya.
"Masyarakat harus waspada, karena gunung berapi tersebut telah memuntahkan awan debu - meski dalam ukuran kecil dan non-piroklastik - tapi debu tersebut tetap akan mempengaruhi masyarakat sekitar Gunung Agung," tambahnya.
Status siaga Gunung Agung belum lama ini diturunkan ke level tertinggi kedua setelah beberapa pekan berada di level tertinggi.Seperti yang diperkirakan Skip Twitter Tweet
FireFox NVDA users - To access the following content, press 'M' to enter the iFrame.
Ahli vulkanologi AS Dr Janine Krippner mengamati perkembangan Gunung Agung sejak bulan September lalu.
"Hal ini yang telah mereka perkirakan sebelumnya," katanya.
"Mereka mengatakan jika terjadi sesuatu kemungkinannya akan kecil. Mungkin akan membesar nantinya tapi (letusannya) dimulai dari yang kecil. Hal ini terjadi seperti yang diperkirakan," jelasnya.
"Letusan freatik pada dasarnya merupakan letusan tanpa magma. Kita semua melihat uap yang menyembur di puncak gunung berapi," kata Dr Krippner.
"Apa yang bisa terjadi dengan gunung berapi adalah uapnya bisa terjebak, dan tertekan, bisa menyebabkan ledakan," katanya.
Pada September lalu lebih dari 150.000 penduduk setempat dievakuasi dari rumah mereka, sebagian karena pengalaman letusan Gunung Agung pada tahun 1963.
Ketika itu, lebih dari 1.000 warga Bali meninggal di lereng gunung tersebut - kebanyakan meninggal akibat awan debu panas yang disebut "aliran piroklastik".
Resiko besar lainnya terhadap kehidupan manusia terjadi setelah letusan saat hujan menghanyutkan gelombang lumpur dan bebatuan dari gunung atau biasa disebut lahar.
Sekitar 30.000 warga dari desa-desa di sekitar gunung kini masih berada di pusat penampungan. Sejauh ini, belum ada rencana memperluas zona evakuasi desa-desa lainnya.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendidikan Indonesia Sudah Merata Namun Kualitas Tidak Meningkat