Gunung Agung Aneh, Misterius

Jumat, 01 Desember 2017 – 07:16 WIB
SUNSET: Kepulan asap letusan Gunung Agung, Karangasem. Foto: RAKA DENNY/JAWA POS

jpnn.com - Sisi misterius Gunung Agung di Karangasem, Bali, kembali terjadi. Sudah tiga kali mengalami tremor menerus overscale, tapi tetap tenang.

Padahal, jika di tempat lain, hampir pasti sudah menumpahkan lahar. Hal serupa pernah terjadi ketika status awas sebelumnya. Meski diguncang ribuan gempa, namun Gunung Agung tetap tenang.
----
SALAH seoarang petugas di Pos Pantau Rendang mengingatkan semua yang sedang standby untuk segera meninggalkan pos pantau yang lokasinya 12 Km dari kawah puncak, Selasa sore (28/11).

BACA JUGA: Dramatis, Evakuasi Paksa 2 Lansia di Lereng Gunung Agung

Saat itu alat mencatat gempa tremor menerus yang drastis pada pukul 13.00 wita-14.00 wita.

"Bapak-bapak warga sekalian mohon tinggalkan tempat ini," ujar salah satu petugas pos pantau Rendang menunjukkan kepanikkannya, kala itu.

BACA JUGA: Tolong, Jangan Swafoto di Aliran Lahar Dingin Gunung Agung

Maklum, itu adalah kali pertama alat menunjukkan tremor terus menerus. Tapi, setelah sekian jam tidak terjadi apa-apa, petugas lebih sedikit tenang.

Bahkan, ketika terjadi tremor menerus, Rabu (29/11), petugas di tim Pos Pemantauan Gunung Agung di Rendang, juga tampak jauh lebih tenang.

BACA JUGA: Turis Terdampak Erupsi Gunung Agung Harus Dilayani Baik-Baik

Begitu pula, saat tremor ketiga terjadi, Kamis (30/11). Petugas di Pos Pemantauan Rendang tampak cukup tenang. Meski tetap meminta warga waspada dan mengikuti imbauan pemerintah, namun tak terlihat wajah kepanikan seperti Selasa sore lalu.

Apalagi, ketika hari menjelang siang hingga sore, Gunung Agung tampak tenang. Kepulan asap juga tampak putih dan tak sebesar hari-hari sebelumnya.

Penampakan Gunung Agung inilah yang membuat banyak orang bertanya-tanya. Padahal, paginya tercatat tremor menerus oversvale.

Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Bernadus Wisnu Widjaja menyebut Gunung Agung “sangat baik.”

Sebab pada saat banyak warga di kawasan rawan bencana yang belum mengungsi, Gunung Agung “hanya” memberikan peringatan seakan-akan terus meminta warga menjauh dan membuat mereka tak nyaman di rumah.

Misalnya, erupsi berupa hujan abu vulkanik, bau belerang hingga lontaran batu. Bahkan gempa tremor overscale.

“Gunung Agung ‘sangat baik’. Selalu mengingatkan dengan bau belerang, tidak meletus. Sampai overscale tapi tidak meletus,” terangnya.

Berkaca dari gunung di daerah lain, tremor overscale biasanya gunung langsung meletus hebat. Namun Gunung Agung beberapa kali mengalami overscale tapi tidak meletus dahsyat.

“Overscale biasanya langsung meletus, di sini gak. Saya kira gunung ini ‘ramah’. Saya kira letusan besar, tapi ramah. Bolak-balik mengingatkan. Gempa bumi sampai 900 kali, tapi tidak meletus,” beber Wisnu.

Melihat beberapa kali peringatan tersebut, pihaknya berharap ada kesadaran warga yang masih bertahan di zona merah, memahami risiko bencana. Jangan sampai terjadi saat situasi genting baru teriak meminta evakuasi.

“Perlu edukasi, prepare lebih penting. Jangan sampai sudah emergency baru turun, karena tim penyelamat juga akan kesulitan,” katanya.

Mengacu data BNPB, 22 desa yang masuk zona rawan itu, yakni Desa Ababi, Pidpid, Nawakerti, Datah, Bebandem, Jungutan, Buana Giri, Tulamben, Dukuh, Kubu, Baturinggit, Ban, Sukadana, Menanga, Besakih, Pempatan, Selat, Peringsari, Muncan, Duda Utara, Amerta Bhuana, dan Sebudi.

Tidak semua warga di desa harus mengungsi. Ada yang setengah penduduknya harus mengungsi. Ada juga yang semua penduduk, tergantung jarak sebagaimana rekomendasi PVMBG.

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Bali Express (Jawa Pos Group), gempa tremor menerus overscale (melebihi skala seismograf) ketigakalinya terjadi pada pukul 07.55 wita-08.19 wita. Atau dengan durasi 24 menit. Tidak ada tampak kepanikan saat gempa tremor menerus overscale tersebut.

Apalagi dari menjelang sore, Gunung Agung terlihat jelas dan tampak tenang. Asap kawah berwarna putih tebal dan kelabu bergerak menuju arah Timur-timur laut atau ke arah Kota Amlapura.

Diwawancarai di Pos Pantau Rendang, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani menjelaskan bahwa hingga saat ini Gunung Agung masih kritis.

Walaupun jumlah gempa yang tercatat masih minim, akan tetapi gempa tremor menerus atau gempa yang diakibatkan oleh adanya aktivitas vulkanik di kawah ini terus terekam. Bahkan, hingga saat ini Gunung Agung telah tiga kali mengalami gempa tremor overscale.

Dengan adanya gempa tremor menerus bahkan hingga overscale ini tentu menurutnya merupakan indikasi adanya aktivitas vulkanik dengan intensitas tinggi di dalam kawah Gunung Agung.

Pun demikian, ketika melihat Gunung Agung secara visual sore ini (kemarin) Kasbani pun mengakui bahwa secara kasat mata gunung terlihat lebih tenang dan cerah.

“Iya memang agak tenang kelihatanya, agak cerah, tapi jangan sampai kita tidak waspada karena Gunung masih berstatus awas dan aktivitas di dekat kawah masih terjadi,” ungkapnya.

Menurutnya, hingga saat ini magma Gunung Agung masih bergerak untuk memenuhi lantai kawah menjadi lava.

Aktivitas pemenuhan lantai kawah inilah yang menjadi selah satu penyebab gempa tremor menerus yang bahkan hingga overscale. Selain itu gunung yang sedang erupsi dinlai wajar mengalami tremor menerus.

Lebih lanjut dikatakan Kasbani terkait dengan adanya dua jenis abu yakni abu putih tebal dan kelabu menurutnya hal tersebut diakibatkan karena adanya jumlah kandungan yang berbeda.

“Kalau putih tebal itu kandungan airnya banyak karena intensitas hujan yang tinggi, sedangkan kelabu itu biasanya mengandung material atau abu vulkanik,” paparnya.

Sedangkan ketika dikonfirmasi terkait dengan adanya akuifer atau lapisan air tanah yang diduga menjadi penyebab adanya lahar hujan walaupun intensitas hujan rendah pihaknya mengatakan bahwa akuifer tidak bisa membuat lahar hujan.

“Akuifer itu lapisan air tanah, tidak bisa membuat lahar hujan,” tegasnya.

Dijelaskan Kasbani bahwa lahar hujan itu terjadi akibat adanya pertemuan antara hujan dan abu vulkanik yang bercampur.

Dengan terbawanya abu vulkanik bersama air hujan tentu daerah yang lebih rendah menjadi pertemuan sehingga dikenallah istilah lahar hujan. “Jadi lapisan air tannh itu tidak bisa,” bebernya lagi.

Pun demikian, akuifer tersebut dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya letusan freatik pada sebuah Gunung Api walaupun gunung api tidak mengalami hujan di kawah, maka letusan freatik dapat terjadi akibat adanya akuifer ini.

“Kalau menjadi penyebab letusan freatik bisa, tapi kalau lahar hujan itu tidak bisa,” pungkasnya. (wan/gus/yes)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lahar Dingin Gunung Agung jadi Tontonan Warga


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler