Gunung Salak, Apa Kabarmu Kini?

Selasa, 27 November 2018 – 12:20 WIB
Ilustrasi Gunung Salak. Foto: Radar Bogor

jpnn.com, BOGOR - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat 2.203 kali gempa di Gunung Salak sepanjang tahun ini. Bak bom waktu, gunung api purba tersebut mengharuskan masyakarat tetap waspada.

Abu hitam menyembur setinggi 50 ribu kaki dari puncak Gunung Salak, 5 Januari, 319 tahun silam. Letusan di akhir abad 16 itu pun membawa kerusakan masif di bangunan-bangunan sepanjang Bogor hingga Batavia (sekarang Jakarta). Letusan itu menutupi atmosfer Bogor dan Sukabumi. Mengalirkan aliran lahar dan material vulkanik seperti batu-batuan melalui Sungai Cisadane dan Ciliwung hingga ke Teluk Jakarta.

BACA JUGA: Istri Habis Melahirkan Ditinggal di Rumah, Suami Dapat Motor

Peristiwan besar itu tercatat dalam data dasar Gunung Api Indonesia (Edisi Kedua). Letusan Gunung Salak berikutnya terjadi tak lebih dari seabad setelah letusan pertama, yaitu pada 1761 dan 1780. Namun, dua letusan di abad ke 17 itu tak memiliki skala letusan yang besar seperti letusan pertama.

Terakhir, Gunung Salak meletupkan aktivitas vulkanisnya pada 1938 berupa erupsi freatik yang terjadi di kawah Cikuluwung Putri. Kini, Gunung Salak masih menyandang status sebagai gunung api aktif. Selama ratusan tahun sejak letusan hebat tahun 1699 Gunung Salak masih tertidur.

BACA JUGA: Cinta Ditolak, Jiwa Terganggu, Komar Dipasung 10 Tahun

“Ancaman tetap saja ada. Makanya pemantauan terus kami lakukan,” ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat pada PVMBG, Kristianto kepada Radar Bogor.

Secara geologis, Gunung Salak merupakan gunung api purba yang terdiri dari beberapa puncak. Puncak tertinggi Gunung Salak atau yang sering disebut sebagai Puncak Salak I memiliki ketinggian puncak 2.211 meter di atas permukaan laut (mdpl). Aktivitas vulkanik di Gunung Salak termasuk dalam kategori Stratovolcano tipe A (gunung yang menunjukan aktivitasnya sejak tahun 1.600).

BACA JUGA: Semoga Petilasan Soekarno di Megamendung Tak Diambil Asing

Kini, tercatat ada beberapa kawah aktif di puncak Gunung Salak, yaitu kawah terbesar yang diberi nama Kawah Ratu, lalu Kawah Cikaluwung Putri dan Kawah Hirup yang menjadi bagian juga dari sistem vulkanis Kawah Ratu. Nama Gunung Salak sendiri berasal dari Bahasa Sanskerta, “Salaka” yang berarti perak.

Dari Pos Pengamatan Gunung Salak di Kampung Babakansari Desa Benda Kecamatan Benda, Kabupaten Sukabumi, aktivitas gunung yang memiliki dua puncak ini dipantau selama 24 jam.

“Sama seperti gempa bumi, tak ada satu pun ahli yang dapat memprediksi kapan sebuah gunung akan bangun dari tidur panjangnya. Kami hanya bisa memprediksi dari aktivitas-aktivitas hariannya saja. Dari aktivitas-aktivitas itulah kami akan menentukan status sebuah gunung,” ungkap Kristianto.

Dia menjelaskan Gunung Salak mengitari hampir sebagian wilayah Kabupaten Bogor di sebelah barat. Sebagian wilayah Gunung Salak juga masuk di bagian tenggara Kabupaten Sukabumi. Akses menuju Gunung Salak mudah dijangkau dari Ciampea, Tenjolaya, Pamijahan, atau Leuwiliang.

Terkait status-status gunung, pihaknya membaginya menjadi empat bagian. Antara lain; normal, waspada, siaga, dan awas. Normal adalah kondisi gunung yang tidak menunjukkan aktivitas secara visual, siesmik, dan kejadian vulkanik.

Di status ini, sebuah gunung dinyatakan aman dari batas waktu tertentu hingga batas waktu tertentu. Kris menyebut jika Gunung Salak saat ini masih dalam keadaan normal.

“Kalau status waspada dikeluarkan saat gunung menunjukan serangkaian aktivitas erupsi yang tidak menimbulkan dampak bahaya secara kepada masyarakat. Kawasan yang berbahaya hanya berada di sekitaran jangkauan kawah terdekatnya saja,” jelasnya.

Sementara untuk status siaga, dikeluarkan berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan instrumental. Dapat teramati peningkatan aktivitas yang semakin nyata. Sedangkan status awas adalah level tertinggi dari status sebuah gunung.

Apabila hasil dari pengamatan secara visual atau instrumental dapat teramati adanya peningkatan aktivitas yang semakin jelas semacam erupsi, dan seluruh kawasan rawan bencana berpotensi terancam. “Di sinilah warga yang berada di kawasan rawan bencana mulai dilakukan evakuasi,” imbuhnya.

Meski status Gunung Salak dalam kondisi normal, pemerintah kata dia, harus memaksimalkan penataan fungsi tata ruang yang sesuai potensi kebencanaan. Karenanya, PVMBG mengeluarkan peta bencana yang harus dipahami masyarakat. Permasalahannya adalah tak banyak orang yang memahami batas peta bencana yang disebut Kawasan Rawan Bencana (KRB).

Ada tiga kategori KRB. Kata kategori itu adalah KRB I, II, dan III. Pertama, KRB III. Dilihat dari posisinya, KRB III merupakan kawasan yang letaknya paling dekat dengan sumber erupsi yang sering terlanda gas racun, lontaran batu, aliran lava, erupsi freatik, dan juga awan panas. Jika merujuk pada sejarah, KRB III ini berada dari kawasan 0,5 hingga 1,5 KM dari pusat erupsi.

Oleh karena itu, KRB III adalah kawasan yang haram untuk dijadikan hunian masyarakat ataupun kawasan wisata. Kris mewanti-wanti agar tidak mendekat ke wilayah KRB III sekali pun untuk pendakian.

“KRB III atau istilahnya Hard Zone III. Ini kawasan yang paling berbahaya. Pada kondisi normal, bisa saja terjadi aktivitas di sekitar kawah,” tukasnya.

Jika melihat kondisi visual saat ini, wilayah-wilayah yang masuk KRB III ini memang tak dihuni penduduk. Sebab wilayahnya lebih didominasi area perkawahan. Deretan kawah-kawah itu antara lain berada di wilayah bebukitan Gunung Sumbul, antara lain Kawah Paeh, Kawah Niang, Kawah Ratu, dan Kawah Hidup.

Berikutnya adalah Kawasan Rawan Bencana II. Jika dilihat dari sifatnya, KRB II adalah wilayah-wilayah yang jika gunung api mengeluarkan erupsinya akan menyebar material-material vulkanik seperti aliran pirolastik, aliran lava, lahar, base surge, gas racun, lontaran batu pijar, dan material lainnya. Mayoritas berada di ketinggian 1.500 MDPL.

“KRB II paling parah berada di sekitaran radius hingga 3 KM dari pusat lingkaran pusat erupsi,” katanya. Beberapa desa di Kecamatan Pamijahan paling potensial menjadi ruang gerak persebaran sisa-sisa erupsi. Jangkauan KRB II antara lain dari pusat Sungai Cibojong, Cikuluwung, dan juga Cigamea yang kemudian bermuara ke Sungai Cianteun.

Terakhir KRB I. Jangkauan wilayah KRB I berada di sekitar radius 42.6 KM dari pusat erupsi. Yang menjadi target persebaran KRB I adalah sungai dan potensi pergerakan semburan abu vulkanik apabila terjadi letusan. Sebab, di wilayah ini aliran lahar memungkinkan untuk mengalir dari beberapa sungai.

Di antaranya Ciapus, Cihideung, Cinangneng, Ciampea, dan Cijagapati. Sungai-sungai tersebut mayoritas bermuara di Sungai Cisadane. “Kalau pun ada banjir bandang akibat lava, yang paling terdampak tentunya wilayah Pamijahan. Untuk wilayah KRB I ini adalah pusat sasaran evakuasi. Kami akan memberikan pesan kepada instansi terkait di setiap status yang kami berikan. Tentunya itu semua melihat dari potensi sumber lava,” papar Kristianto.

Baik KRB I, II, atau pun III, Kris menegaskan jika wilayah tiga kawasan ini adalah daerah yang tidak boleh dihuni penduduk, terutama hunian yang sifatnya tetap. Meski begitu, masih saja ada masyarakat yang nekat membangun bangunan-bangunan vila di wilayah Kawasan Rawan Bencana. PVMBG, kata Kris, hanya sebatas memberikan imbauan.

“Kecuali untuk aktivitas penelitian gunung api, itu masih dibolehkan. Itu pun dengan tetap memperhatikan faktor-faktor keamanan bila sewaktu-waktu terjadi erupsi,” paparnya.

Kris mengurai, peta KRB dibuat berdasarkan pola bentangan alam, topografi, geologi, sejarah kegiatan, sebaran produk, letusan terdahulu, dan hasil pengamatan-pengamatan di lapangan. “Kami berharap masyarakat mengetahui ini. Ini sangat penting untuk antisipasi dini,” katanya.

Sementara itu Nur Hidayah (29) warga Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor mengaku tak tahu apa itu KRB. “Soalnya setahu saya adem-adem saja,” ujar Nur.

Hal senada diungkapkan Hidayat (26) warga Desa Cibunian yang tak jauh dari kaki Gunung Salak. Dia mengaku tak tahu batasan-batasan wilayah rawan bencana. “Kami berharap Gunung Salak selalu dalam kondisi normal,” pintanya. (cr3)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oh! 14 Tahun Dipaksa Suami jadi PSK, Setor 6 Juta per Bulan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler