Gunung Sanghyang, Kisah Soekarno dan Doa Mulia Hasto

Selasa, 01 Januari 2019 – 16:27 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama tokoh adat Bali, Sulinggih Cri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun di Gunung Sanghyang, Bali (31/12). Foto: Fatan Sinaga/JPNN

jpnn.com - "Damailah negeriku, hindarkanlah kami dari bencana, berikanlah semangat Soekarno kepada kami, berikanlah kesehatan kepada Ibu Megawati Soekarnoputri dan menangkanlah Jokowi - Ma'ruf di Pemilihan Presiden 2019."

Fathan Sinaga - JPNN

BACA JUGA: Akan Ada Kejutan SBY buat Prabowo-Sandi demi Repotkan Jokowi

PENGGALAN kalimat itu adalah untaian doa yang dituturkan Hasto Kristiyanto di Gunung Sanghyang, Bali saat malam pergantian tahun 2019.

Hujan rintik-rintik dan dinginnya malam, menjadi saksi bisu sekretaris jenderal PDI Perjuangan tersebut memanjatkan harapannya.

BACA JUGA: BW Jadi Panelis Debat Capres, TKN Jokowi-Maruf Kurang Sreg

Hasto bersama rombongan dari Jakarta diterima di Puri milik tokoh adat Bali, Sulinggih Cri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun di Kota Denpasar pada Selasa (31/12).

Sebelum memulai pendakian, Hasto diminta tokoh adat yang populer dipanggil Ratu Bhagawan untuk santap siang.

BACA JUGA: Khofifah Yakin Jokowi Menang di Jatim

Hasto ditemani rombongan di antaranya Ramond Dony Adam (caleg Aceh I), Indah Nataprawira (caleg Jabar V) dan Mohammad Monib (caleg Jatim XI).

Perjalanan menuju kaki Gunung Sanghyang dilanjutkan menggunakan mobil. Rombongan tiba pukul 15.00 di Desa Singaraja, Kecamatan Bancesari.

Ratu Bhagawan beserta warga setempat, berkisar 40 orang turut menemani pendakian Hasto. Mereka memulai pendakian sekitar pukul 16.00.

Langkah demi langkah secara perlahan ditempuh untuk sampai di puncak gunung 2.087 meter di atas permukaan laut itu.

Di sela langkahnya, Hasto kerap melempar ilmu kepada rombongan lain. Misalnya, menerangkan jenis tumbuhan yang ada di sekitar. Lalu, menjelaskan mana tumbuhan yang bisa dimakan.

"Ini pakis, ujungnya yang muda bisa dimakan," kata Hasto sembil melahap tumbuhan tersebut. Orang di sekitarnya ikut mempraktikkan hal tersebut.

Selama pendakian, Hasto terus memimpin rombongan. Pria berusia 52 tahun ini melesat tepat di belakang Ratu.

Sesekali setelah melepas tanjakan tajam, napas Hasto terdengar berat. Keringatnya bercucuran. Tetapi kakinya terus melangkah. Sementara rombongan lainnya dari Jakarta tertinggal jauh di belakang.

"Saya satu bulan ini sudah tidak makan nasi dan cukup olahraga. Dari berat badan 85 kilogram, sekarang sudah 75 kilogram. Jadi badan terasa ringan," ucap dia.

Tampaknya, bukan perkara sulit bagi Hasto mencapai puncak. Dari desa terakhir menuju puncak, perjalanan hanya memakan waktu dua jam. Sementara menurut warga setempat, perjalanan pendaki dilakukan normal selama lima jam.

"Ini bukan pertama kali ke sini. Ini kali ketiga," tutur Hasto. Saat pertama ke gunung ini, Hasto juga merasa tidak sanggup mendaki. Namun, tekad dan semangatnya kuat sehingga bisa mencapai puncak.

Untuk menyemangati para pendaki lainnya, Hasto memekikkan kata merdeka. Di samping itu, Hasto juga menceritakan perjuangan Presiden Pertama RI Soekarno di pengasingan dan PDI Perjuangan saat di luar pemerintahan.

Bahwa apa yang mereka lewati hari ini, belum seberapa sakitnya dengan perjuangan Bapak Pendiri Bangsa dan partainya.

"Merdekaaaaaa!" teriak Hasto memecah kesunyian Gunung Sanghyang.

Saat sang mentari kembali beradu di ufuk barat tepat pukul 18:00, Hasto tiba 30 meter di bawah puncak Gunung Sanghyang.

Bersama rombongan pertama, Hasto langsung masuk ke dalam gubuk dengan Ratu. Mereka menikmati kopi menunggu yang lain datang.

Bagi Hasto, mendaki adalah proses melawan emosi. Kemudian, sebagai bahan refleksi untuk mengenal diri dan alam.

Ratu sempat menyinggung Hasto adalah satu-satunya politikus yang konsisten. Meski sudah menduduki jabatan strategis di PDI Perjuangan, Hasto tidak jemawa.

"Satu-satunya elite politisi yang mau tahun baruan, capek-capek ke puncak gunung. Mungkin banyak politisi lainnya merayakan tahuan baru di hotel dan acara yang megah," tutur Ratu.

Sembari menunggu pergantian malam tahun baru, Hasto dan lainnya berkumpul di depan api unggun. Beberapa di antaranya ada yang sembahyang. Setelahnya semua berkumpul di depan api unggun.

Suasana sangat cair di atas sana. Meski suhu mencapai sekitar lima derajat, tetapi semuanya tampak ceria.

Di penghujung malam pukul 00:00, Hasto memanjatkan doa. Membuka doa, Hasto mendoakan negara damai dan rukun. Dia mengharapkan perpecahan dan hoaks tidak lagi menjamur di negeri ini.

Lalu, anggota DPR RI 2004 - 2009 ini meminta Sang Khalik melindungi negeri dari bencana alam. Bencana-bencana yang selama ini menguji Indonesia diharapkan berganti menjadi berkah pada 2019.

Tak lupa pula pria kelahiran Yogyakarta ini meminta kepada Yang Kuasa agar banyak pemuda mengikuti semangat Bung Karno. Selain itu mendoakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri agar sehat selalu.

Terakhir, Hasto mendoakan Joko Widodo - Ma'ruf Amin bisa menang di Pilpres 2019. Jokowi - Ma'ruf diharapkan bisa tabah dan sabar atas serangan fitnah dan hoaks.

Sesuai doa tersebut dibacakan, rintik hujan membasahi puncak Gunung Sanghyang. Bagi Ratu, fenomena alam itu bukti Yang Kuasa mengabulkan permintaan umat-NYA.(tan/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi-Maruf Siap Berdebat, TKN Ogah Pakai Konsultan Asing


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler