jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Dewi Tristantini mengembangkan produk berbahan biomassa untuk kemajuan industri herbal dan kosmetik di Indonesia.
Dewi menjelaskan bahwa biomassa yang ada di dunia ini bisa memberikan manfaat bagi siapa saja serta mendorong kemajuan bagi industri herbal.
BACA JUGA: Redakan Flu dengan Mengonsumsi 7 Teh Herbal Ini
Menurut dia, biomassa adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua bahan organik yang berasal dari tanaman budidaya baik yang di darat maupun yang di laut serta semua sampah organik yang dapat dijadikan sumber bahan baku bagi industri makanan, obat herbal, kosmetik, dan lain-lain.
Hal ini diutarakannya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Herbal dan Kosmetik Fakultas Teknik (FT) UI.
BACA JUGA: Redakan Nyeri Asam Urat dengan 3 Herbal Alami Ini
"Biomassa sangat baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, karena bahan baku yang sangat melimpah ada di sekitar kita yang disebabkan oleh biodiversity Indonesia yang termasuk sepuluh besar di dunia,” ucap Dewi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/7).
Pemanfaatan biodiversity yang melimpah tersebut, bisa menciptakan bahan-bahan organik inovatif terbarukan berpeluang sebagai pengganti bahan sintetik yang kurang ramah lingkungan.
BACA JUGA: Potensi Pasar Kosmetik Thailand Berekspansi di Asia Tenggara
Banyaknya biodiversitas dan letak Indonesia sebagai daerah tropis, membuat negara ini berpeluang besar untuk memanfaatkan sumber daya alamnya yang melimpah.
Secara turun temurun, pemanfaatan herbal atau biomassa dipelajari dan dicatat yang kemudian menjadi dasar penting untuk pengobatan tradisional.
Dia bilang tanaman herbal dapat dimanfaatkan menjadi bahan obat dan kosmetik karena mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat.
Hingga saat ini, ada sekitar 9 ribu jenis senyawa fitokimia yang sudah teridentifikasi, tetapi baru sekitar 200 jenis yang dimanfaatkan untuk kesehatan dan kecantikan.
"Modernisasi pengembangan produk herbal dan kosmetik berbahan biomassa, memerlukan bantuan ilmu yang sifatnya rasionalitas, salah satunya adalah komputasi eksperimen,” kata dia.
Kedua, berupa nilai keekonomian atau daya saing dari produksi, sehingga industri herbal dan kosmetik bisa berperan di tengah masyarakat yang terus berkembang.
Metode In Silico dengan teknik molecular docking simulation adalah cara untuk memprediksi interaksi antara senyawa obat atau fitokimia (ligan) dengan protein target berupa enzim atau reseptor.
Dewi juga menambahkan simulasi produksi (SP) obat herbal perlu dilakukan untuk mengetahui daya saing atau viabilitas ekonominya.
“Dari penelitian yang telah dilakukan, saya telah menghasilkan tiga produk obat herbal dan satu bahan kosmetik yang diproduksi secara terbatas,” tuturnya.
Hasil inovasi tersebut, di antaranya Jamu Serba Guna Bancar Resik (SGBR), yaitu obat herbal untuk mencegah atau mengurangi atheroschlerosis.
Lalu, Jamu Turun Tegang Syaraf (TTS), yaitu obat herbal untuk mencegah/mengurangi sakit syaraf terjepit (Trigeminal Neuralgia).
Kemudian, Jus dan Kapsul Ekstrak Daun Sambung Nyawa, yaitu produk herbal antioksidan tinggi dan scrub berbahan Selulose Asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang ramah lingkungan. (mcr4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Implora Perluas Jangkauan Pasar Kosmetik di Jakarta
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi