Guru Besar IPB: Kebijakan Impor Beras Harus Dipertimbangkan Secara Matang

Jumat, 05 Maret 2021 – 20:45 WIB
Stok beras. Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Muhammad Firdaus berpendapat kebijakan impor 1 juta beras dalam memenuhi cadangan beras nasional harus dipertimbangkan kembali.

Menurut Firdaus, kebijakan impor beras tersebut harus dipikirkan secara matang, mengingat saat ini para petani tengah menghadapi musim panen yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan.

BACA JUGA: Bulog Serap Beras Medium untuk 2021, Mulai dari Aceh

"Kalau kita mengimpor apalagi dalam volume yang cukup besar seperti satu juta ton, maka harus betul-betul dipertimbangkan dengan matang," kata Firdaus pada Jumat (5/3).

Dia menilai impor beras dalam jumlah besar akan dapat mengganggu beban mental para petani, dan pelaku usaha lainya yang kini tengah berjuang meningkatkan produksi dalam negeri.

BACA JUGA: Setiap Hari Jokowi Selalu Mencari Menterinya yang Satu Ini

"Kebijakan impor harus didasarkan pada data yang akurat. Dan sebuah data itu tidak bisa disediakan oleh satu pihak saja. Namun harus melibatkan data lain dan mengacu pada data yang benar. Kebijakan impor itu harus mengacu pada data yang valid," kata Prof Firdaus.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis adanya potensi peningkatan produksi padi pada tahun 2021 sebesar 4,86 juta hektare atau naik sebesar 26,56 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.

BACA JUGA: Kementan Terus Mengawal Masa Panen Padi di Semua Wilayah Indonesia

Kenaikan produksi ini terjadi karena panen raya di awal tahun, terutama di sejumlah daerah terus menunjukan tren positif.

Berdasarkan catatan BPS, pergerakan produksi beras tahun 2020 mencapai 54,65 juta ton. Angka ini masih lebih tinggi ketimbang angka tahun 2019 yang hanya mencapai 54,60 juta ton.

Adapun total luasan panen pada tahun 2020 mencapai 10,66 juta hektar dengan total produksi padi mencapai 54,65 juta ton (gabah kering giling).

Sementata itu, jika dilihat menurut subround, produksi padi pada Mei-Agustus 2020 mengalami peningkatan sebesar 1,14 juta ton gabah kering giling atau 6,04 persen.

Sementara untuk periode September-Desember mengalami peningkatan sebesar 2,68 juta ton gabah kering giling atau 22,54 persen jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019.

Penurunan hanya terjadi pada subround Januari-April 2020, yakni sebesar 3,78 juta ton gabah kering giling atau 15,91 persen dibandingkan subround Januari-April 2019.

Bila dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2020 sebesar 31,33 juta ton atau mengalami kenaikan sebanyak 21,46 ribu ton atau 0,07 persen dibandingkan 2019 yang hanya sebesar 31,31 juta ton.

Sekali lagi, Prof Firdaus menilai pentingnya membaca data yang valid sebelum mengeluarkan kebijakan impor. Terlebih untuk pangan strategis seperti beras adalah mata pencaharian jutaan petani yang terus berjuang meningkatkan produksi.

"Impor pangan strategis harus dipertimbangkan dengan berdasarkan data yang akurat. Data yang akurat itu harus segera dikumpulkan dari daerah sentra produksi padi," pungkasnya.(*/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler