Guru Besar IPB Sebut Impor 1 Juta Ton Beras Bertentangan dengan UU Cipta Kerja

Kamis, 11 Maret 2021 – 20:00 WIB
Guru Besar IPB Muhammad Firdaus menyinggung rencana kebijakan impor beras 1 juta ton yang bertentangan dengan UU Ciptakerja. Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar IPB Muhammad Firdaus menyinggung rencana kebijakan impor 1 juta ton beras yang bertentangan dengan UU Cipta Kerja. Menurutnya, kebijakan itu benar-benar tidak memperhatikan kepentingan petani.

Dia mengingatkan, pasal 14 dan 36 UU Cipta Kerja secara gamblang mengamanatkan keberpihakan kepada petani.

BACA JUGA: Pemerintah Pusat Berencana Impor Beras, Ganjar: Kayaknya Petani Butuh Perhatian

"Saya mengingatkan saja bahwa kepedulian kami terhadap petani itu dipertegas oleh UU Cipta Kerja. Ada dua pasal yang secara eksplisit menyatakan bahwa impor pangan atau pangan pokok harus memperhatikan kepentingan petani dan lainya," kata Firdaus dalam program Forum Bisnis Indonesia TvOne, Kamis, (11/3).

Lebih lanjut Firdaus mengatakan, pasal 14 UU Cipta Kerja mengatur bahwa sumber penyediaan pangan tetap diprioritaskan dari produksi dalam negeri dan memperhatikan kepentingan petani, nelayan dan juga para pelaku usaha pangan mikro dan kecil.

BACA JUGA: Impor Beras Bikin Petani Rugi, Perpadi: Bisa Mati

Firdaus meminta pemerintah untuk menghitung secara benar berapa jumlah stok beras sesungguhnya.

Hitungan tersebut harus meliputi jumlah stok di Perum Bulog, horeka, setiap rumah tangga, penggilingan dan yang ada di petani Indonesia.

BACA JUGA: DPR Minta Pemerintah Batalkan Impor Beras, Ini Alasannya...

"Semua ini harus dihitung betul dengan cermat dan ini yang nanti harus jadi kesepakatan semua pihak. Tentunya ada keterwakilan petani, sehingga nanti rencana impor jadi atau tidaknya sangat ditentukan oleh data ini," ujarnya.

Prof Firdaus mempertegas bahwa kebijakan impor belum tepat untuk dilakukan.

Sebab, baik perdiksi dari BPS maupun FAO menyebutkan bahwa produksi pangan di 2021 akan lebih baik dibandingkan tahun lalu.

"BPS merilis dan kelihatannya kebutuhan pangan kita (masyarakat) cukup. Jadi tidak perlu impor. Kedua kalau mempelajari persiapan sampai akhir tahun. BPS dan FAO juga menunjukan data, di mana produksinya positif, perkiraannya lebih baik dibanding 2020," katanya.

Secara teori, kata Prof Firdaus, beras adalah permintaan yang sangat elastis karena berkategori bahan pokok.

Dengan demikian, kondisi dan ramalan yang ada, baik dari FAO maupun BPS perlu dipertimbangkan untuk sebuah pengambilan kebijakan.

"Saya kira kenapa tidak perlu impor karena stok yang ada di masyarakat juga betul-betul harus dihitung secara cermat," pungkasnya. (cr3/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler