Guru Besar Pertambangan Sebut Kerugian Lingkungan di IUP Aktif Tidak Bisa Dipidana

Kamis, 21 November 2024 – 15:11 WIB
Pengadilan Negeri Tipikor menggelar sidang kasus korupsi timah. Dok: source for JPNN.

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Pertambangan Universitas Hasanudin Prof Abrar Saleng memberikan keterangan mengejutkan dalam sidang tindak pidana korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Helena Liem dkk di PN Tipikor, Rabu (20/11).

Abrar menegaskan bahwa kerugian lingkungan tidak akan bisa dikenakan pidana bagi pemegang IUP yang masih aktif. 

BACA JUGA: Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Timah Sorot Perhatian di Persidangan

“Meskipun terjadi illegal mining?” tanya JPU.

“Jangan ngomong-ngomong illegal mining bu. Kalau illegal mining kita ditangkap polisi. Karena ibu bilang ini kerugian negara, jadinya kita di sini. Kalau illegal mining itu urusan polisi,” kata Abrar, dikutip JPNN.com, Kamis (21/11).

BACA JUGA: Begini Penjelasan Ahli Hukum Bisnis soal Kerja Sama PT Timah dengan Swasta

Dia menjelaskan bahwa jaksa tidak memahami masalah aturan hukum pertambangan, pelanggaran dalam perkara itu harusnya masuk dalam ranah administrasi.

Abrar menyebutkan pelanggaran pidana harusnya ditegakkan kepada perusahaan yang mengelola tambang ilegal, bukan berizin dan itu ranah polisi serta penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM.

BACA JUGA: Gagal di Kasus Timah, Kejagung Jangan Cari Pengalihan Isu dengan Menumbalkan Polri

Dia menyebutkan bahwa aktivitas penambangan di Kepulauan Bangka Belitung bukanlah kegiatan ilegal, lantaran memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih aktif.

“Jika sebuah perusahaan pertambangan memiliki izin usaha penambangan (IUP) maka maka setiap pelanggaran yang dilakukan masuk dalam sanksi administrasi dan bukan pidana,” kata Abrar.

Ditanya wartawan seusai persidangan, Abrar menjelaskan bahwa BUMN dapat melakukan kerjasama dengan mitra jasa pertambangan yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dan didasari dengan perjanjian kerjasama.

Dia menyebutkan dasar hukumnya diatur dalam pasal 124 ayat (3) UU Minerba juncto pasal 137 ayat (3) PP No 96 Tahun 2021. 

Abrar menilai telah terjadi kekeliruan mendasar dalam memahami kepemilikan atas cadangan mineral di lahan IUP PT Timah yang belum dikelola pemiliknya. Akibatnya terjadi tuduhan illegal mining dan tindak pidana korupsi.

“Cadangan mineral bukan aset pemegang IUP melainkan aset yang dikuasai oleh negara sehingga semua bahan galian tambang sebelum pembayaran iuran produksi masih menjadi hak penguasaan negara terlebih lagi bila aset tersebut belum diusahakan,” jelasnya.

Abrar menilai bahwa para pihak yang dijadikan terdakwa bukan subyek hukum yang terkait dengan tindak pidana pertambangan.

Dia juga menjelaskan tindak pidana pertambangan sebagaimana diatur dalam pasal 158 UU Minerba lingkupnya adalah menambang tanpa IUP, tidak sesuai tahapan IUP, menambang diluar wilayah IUP, menambang di lahan koridor, tidak menyampaikan hasil produskinya, tidak membayar iuran, menambang dalam kawasan hutan tanpa IPPKH, tidak melakukan reklamasi, dan menampung/ mengolah/ memurnikan produksi tambang dari illegal mining.

"Terhadap illegal mining pasal 149 dan pasal 150 UU Minerba menegaskan bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap illegal mining hanya dilakukan oleh polisi dan PPNS,” pungkas Abrar.(mcr8/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sikap Ahli di Sidang Kasus Timah Tidak Etis, Perhitungan Kerugian Negara Diragukan


Redaktur : Elfany Kurniawan
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler