Informasi yang diperoleh di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen-Dikti) ternyata hanya mensyarat-utamakan guru besar dan tercatat sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi tanpa embel-embel negeri atau swasta. Syarat lainnya, yang dicalonkan minimal berpangkat eselon II.
"Syarat utama akademik menjadi koordinator Kopertis adalah guru besar dan dosen di salah satu perguruan tinggi. Diprioritaskan mereka yang sudah berpangkat eselon II," jelas Analisis Kepegawaian Dikti, John Frits Torihoran di kantor Dikti, Jakarta, Jumat (20/7).
Menurut John Frits, penunjukan koordinator Kopertis seperti Kopertis IX wilayah Sulawesi merupakan wewenang Dikti. Pihak Dikti-lah, katanya, yang mengusulkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sekaligus dilantik oleh Mendikbud.
Masih kata John, Frits, penunjukan guru besar sebagai koordinator Kopertis tidak asal tunjuk. Pihak Dikti, sebutnya, tetapi terlebih dahulu melakukan pemantauan dan seleksi terhadap beberapa calon yang dianggap pantas menakhodai Kopertis.
"Penilaian oleh Dikti memang sifatnya interen, dan tanpa pemberitahuan kepada bersangkutan (calon koordinator)," beber John.
Yang jelas, lanjutnya, pengalaman dan masa kerja merupakan salah satu penilaian dalam menetapkan calon. Termasuk, di antaranya, kemampuan berkoordinasi dengan Dikti.
Menurut John Frits, kemampuan berkoordinasi dengan Dikti sangat perlu karena koordinator Kopertis, salah satu tugasnya adalah membantu Dikti dalam mengemban otoritas, wewenang, dan tanggung jawab terhadap universitas/institut dan sekolah tinggi sebagai pelaksana program pembinaan terhadap
perguruan tinggi dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 1961 dan perundang-undangan lainnya.
"Salah satu tugas koordinator Kopertis adalah membantu Dikti mengontrol kegiatan perguruan tinggi, melaporkan perkembangan maupun kendala-kendala yang dialami perguruan tinggi di wilayahnya," katanya.
Selain itu, dengan jalannya koordinator tersebut, diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengajar (dosen) dalam mencerdaskan bangsa Indonesia. Tingkatan kualitas sendiri, lanjutnya, sudah ada standar sertifikasi dosen, yang juga sebagai salah satu syarat mendapatkan tunjangan profesi.
Kedudukan, tugas, dan wewenang Koordinator Kopertis, katanya lagi, ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 170b/ 1967, tanggal 10 Oktober 1967 walaupun wilayah kerjanya akan ditetapkan kemudian.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang, diterbitkan pula keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 1/PK/1968 tanggal 17 Februari 1968 tentang Kantor Koordinator Perguruan Tinggi sekaligus menetapkan wilayah kerjanya. Wilayah Kopertis sendiri dibagi menjadi 12 Kopertis dan Sulawesi sebagai Kopertis IX dengan jumlah binaan 320 PTS. (fmc/una)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemdikbud Terima 89 Pengaduan Pungutan Siswa Baru
Redaktur : Tim Redaksi