Guru Honorer Cerita Detik-detik Kerusuhan di Wamena, Rukonya Ludes Dibakar Massa

Rabu, 09 Oktober 2019 – 08:27 WIB
Sejumlah kendaraan di Halaman kantor Bupati Jayawijaya yang dibakar saat kerusuhan di Wamena, 23 September. Foto: dok.ANTARA News Papua/Marius Frisson Yewun

jpnn.com - Sebagian pengungsi korban kerusuhan di Wamena ada yang tinggal sementara di rumah kerabat mereka di Timika, Papua.

Mereka mengaku masih trauma dengan kerusuhan yang terjadi pada Senin (23/9) di ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, itu.

BACA JUGA: 1.010 Rumah, Kantor, Kendaraan, Dibakar saat Rusuh Wamena

Ani Safsafubun, salah seorang pengungsi Wamena kepada ANTARA di Timika, Rabu (9/10), mengatakan seluruh aset keluarganya berupa ruko tempat jualan sekaligus rumah tinggal yang terletak di Pasar Misi atau Pasar Woma semuanya sudah ludes dibakar massa perusuh.

"Ruko saya semuanya habis. Sekarang kami mau pulang ke Tual (Maluku Tenggara). Kami tidak mau kembali ke Wamena karena trauma dengan kejadian itu," kata Ani.

BACA JUGA: Mayoritas Warga Lokal Wamena tak Ingin Pendatang Pulang Kampung

Ani bersama suaminya, Chandra Letsoin bekerja sebagai guru honorer di salah satu sekolah dasar di Kabupaten Yahukimo. Selama ini mereka membangun usaha dan tempat tinggal di Wamena.

Ani bersama keluarganya menunggu jadwal pelayaran kapal PT Pelni dari Timika menuju Tual.

BACA JUGA: Ketum IGI Usul Kuota PPG Mandiri 50% untuk Guru Honorer

Ani cerita, pada Senin 23 September 2019 pagi saat pecah kerusuhan di Wamena, dirinya sedang berada di rumah kerabatnya yang terletak di belakang Kantor Bupati Jayawijaya. Rumah kerabatnya itu, katanya, berdekatan dengan Lembaga Pendidikan Yapis Wamena.

"Tiba-tiba datang sekelompok pelajar dari luar ke SMA Yapis memaksa siswa di sekolah itu untuk ikut demo. Para siswa ketakutan, ada yang melompat dari lantai dua. Melihat situasi itu, saya memutuskan pulang ke rumah di Pasar Misi," tuturnya.

Saat itu, lanjutnya, kerusuhan disertai aksi bakar-bakaran kantor pemerintah, swasta maupun rumah-rumah warga terjadi secara bersamaan.

Kompleks perumahan guru-guru bahkan gedung sekolah SMP Katolik Santo Thomas Wamena yang berada di dekat Pasar Misi juga ikut menjadi sasaran amukan kelompok perusuh yang ditengarai bukan merupakan penduduk asli Wamena (penduduk asli Wamena biasa disebut orang Lembah Baliem).

Ani bersama keluarganya dan tetangga sekitar memutuskan mengungsi ke Kantor Dekenat Wamena. Sesaat setelah itu, massa perusuh membakar ludes Pasar Misi Wamena setelah terlebih dahulu membakar Kantor Bupati Jayawijaya dan fasilitas umum lainnya.

Massa perusuh sempat masuk ke Kantor Dekenat Wamena dengan menjebol pagar depan yang dikunci rapat, sebagian memanjat pagar tembok dari arah belakang. Melihat itu, ibu-ibu yang mengungsi ke Kantor Dekenat Wamena meminta Pastor Dekan untuk mengenakan jubah pastor agar para perusuh tidak melakukan aksi anarkis di tempat itu.

Tidak selang lama, aparat TNI dan Polri tiba di Kantor Dekenat Wamena lalu mengevakuasi warga tersebut ke Markas Kodim Jayawijaya.

"Kami satu minggu mengungsi di Kodim Jayawijaya lalu berangkat ke Jayapura menggunakan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara. Setelah satu minggu di Jayapura, kami berangkat lagi ke Timika menggunakan pesawat komersial, tiket penerbangannya ditanggung oleh keluaga besar masyarakat Kei di Jayapura," kata Ani.

Pengungsi lainnya, Paula Foza Hukunala juga mengaku masih trauma dengan kerusuhan yang terjadi di Wamena pada Senin (23/9).

"Kalau ingat kejadian itu, saya tidak mau kembali lagi ke Wamena. Kami keluar dari rumah hanya dengan pakaian di badan saja. Anak saya yang paling kecil sampai kencing di celana," kata Paula yang mengaku tinggal di Jalan Bhayangkara Wamena itu.

Paula mengaku baru bisa mengganti pakaiannya saat tiba di posko pengungsian di Jayapura.

Kini Paula bersama seorang putrinya yang masih kecil dan 14 orang pengungsi asal Kepulauan Kei, Maluku Tenggara masih menantikan jadwal kapal yang akan mengangkut mereka dari Pelabuhan Pomako Timika menuju Tual.

"Suami saya masih di Wamena, mereka tidak bisa turun ke Timika karena aparat minta supaya laki-laki tetap tinggal di Wamena, perempuan saja yang diizinkan keluar dari Wamena," ujarnya. (Antara/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler