jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal berharap Polri bisa menindaklanjuti informasi soal guru honorer Supriyani diminta membayar denda Rp 50 juta agar tidak diperkarakan dalam kasus dugaan penganiayaan.
“Kalau informasi ini benar terjadi, kami harap Polri bisa menindaklanjuti lebih jauh," kata Cucun melalui keterangan persnya, Kamis (23/10).
BACA JUGA: Soal Guru Honorer Jadi Pelaku Pemukulan, Wakil Ketua DPR Singgung Restorative Justice
Diketahui, guru honorer Supriyani menjadi tersangka karena dituduh menganiaya murid yang belakangan diketahui putra seorang polisi di Polsek Baito.
Dalam kasus itu, muncul kabar guru honorer Supriyani diminta membayar denda sebesar Rp 50 juta kepada siswa pada momen mediasi kasus.
BACA JUGA: Guru Honorer Supriyani Sangat Sedih Mendengar Dakwaan Penuh Kejanggalan
Supriyani juga mengaku diminta untuk mengakui tuduhan penganiayaan setelah ditetapkan sebagai tersangka saat penyidikan di kepolisian.
Namun, pihak guru honorer Supriyani tidak menyanggupi denda dan tak mengakui pernah menganiaya murid yang juga anak anggota polisi.
BACA JUGA: Kronologi Guru Honorer Supriyani Dituduh Memukul Anak Polisi hingga Dijebloskan ke Bui
Cucun berharap Polri tidak tinggal diam atas informasi tersebut dan membiarkan penyalahgunaan wewenang aparat di level apa pun.
"Jangan sampai ada muncul bibit-bibit korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Sikap arogansi aparat juga tidak dapat dibenarkan,” ujar Cucun.
Dalam kasus guru honorer Supriyani, pihak LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra sudah mengungkapkan banyak kejanggalan dalam penanganan perkara.
Misalnya, pada saat hari kejadian yang dituduhkan, Supriyani berada di kelas berbeda dengan anak pelapor.
Dalam dakwaan pihak kejaksaan, korban disebut dipukul satu kali dengan sapu, sedangkan kesaksian saksi berkata lain.
Para saksi merujuk luka murid seperti cedera akibat terbakar, bukan berdasarkan pukulan dari sapu yang menjadi alat bukti.
Selain itu, Supriyani yang telah mengabdi sebagai guru honorer selama 16 tahun dituduh menganiaya korban pada pukul 10.00 WITA.
LBH HAMI menganggap waktu kejadian janggal karena pas jam tersebut seluruh siswa biasanya sudah pulang.
Cucun berdasarkan berbagai kejanggalan itu menekankan pentingnya semua pemangku kepentingan, termasuk pihak kepolisian dan sistem pengadilan, bisa menangani perkara secara transparan.
"Kami semua setuju bahwa penganiayaan terhadap anak adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi. Namun, kita juga harus memastikan bahwa semua pihak diperlakukan adil dan bahwa tuduhan tidak digunakan sebagai alat untuk menyerang,” kata dia. (ast/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan