Guru, Murid dan Orangtua Jadi Korban
Perubahan Kurikulum 2013
JAKARTA--Rencana perubahan kurikulum 2013 dianggap membebankan banyak pihak, seperti guru, murid dan orangtua. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Reno Listyarti, guru menjadi terbebani karena tak pernah dilibatkan dalam pembahasan rencana perubahan kurikulum itu .
"Guru hanya dilibatkan dalam implementasi saja, tetapi tidak dilibatkan di proses awal," kata Retno dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (5/12).Seperti diketahui, rancangan Kurikulum 2013 akan mengurangi mata pelajaran di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Mata pelajaran SD yang sebelumnya ada 10 dipadatkan menjadi 6, sedangkan mata pelajaran SMP yang sebelumnya berjumlah 12 diringkas menjadi 10.
Enam mata pelajaran yang diajarkan di SD itu adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Kesenian. Sementara Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial yang sebelumnya ada di daftar mata pelajaran, akan diajarkan secara terpadu dengan pelajaran-pelajaran lain sesuai tema yang sedang dibahas.
Sementara itu, 10 mata pelajaran yang akan diajarkan di tingkat SMP adalah Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Muatan Lokal, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Prakarya.
Lebih lanjut Retno menerangkan, guru yang paling dirugikan adalah guru yang sedang mengenyam pendidikan sesuai bidangnya, namun ternyata mata pelajarannya telah dihapus.
Selain guru, murid juga akan mengalami perubahan dratis dalam menghadapi kurikulum ini. Mata pelajaran mereka memang akan berkurang, tapi jumlah jam pelajaran justru bertambah. Jam belajar siswa SD bertambah rata-rata empat jam per minggu. Untuk kelas 1 SD, jam belajar bertambah dari 26 menjadi 30 jam, kelas 2 SD dari 27 menjadi 32 jam, kelas 3 SD dari 28 menjadi 34 jam, sedangkan kelas 4, 5, 6 SD dari 32 menjadi 36 jam.
Jam pelajaran siswa SMP pun bertambah enam jam per minggu, dan siswa SMA bertambah dua jam per minggu. Satu jam pelajaran adalah 35 menit, bukan 60 menit. Penambahan jam belajar ini dilakukan karena jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat dibanding negara-negara lain. "Penambahan jam pelajaran, berarti kan harus makan siang. Anak-anak ini akan mengalami masa yang berbeda dengan yang sebelumnya," ujar Retno.
Jumono, salah satu perwakilan dari Aliansi Orangtua Peduli Pendidikan Indonesia (APPI) menyatakan orangtua juga akan merasakan dampak dari rencana yang terkesan buru-buru ini. Terutama mengenai penyediaan buku-buku pelajaran.
" Buku yang sudah ada akan ditarik dan harus dibebankan ke orangtua saja. Apa yang mau diharapkan kalau seperti ini. Ini ide enggak bener saat memaknai kurikulum hanya mata pelajaran saja. Korupsi dana BOS saja terjadi dimana-mana, jangan hanya pikirkan soal ini saja," pungkas Jumono.(flo/jpnn).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Stop Penarikan Guru Negeri di Sekolah Swasta
Redaktur : Tim Redaksi