Perilaku "istimewa" bagi para guru ini bakal menghapus kasus-kasus kriminalisasi guru yang akhir-akhir ini marak. Pengurus Besar (PB) PGRI selama ini mencatat banyak guru dilaporkan ke polisi hanya karena perkara sepele. Misalnya menjewer atau menabok siswanya yang nakal. Bahkan menegur siswa dengan nada sedikit kencang juga bisa berujung laporan ke polisi.
Ketua Umum PB PGRI Sulistyo di Jakarta Selasa (30/10) menuturkan, keputusan bersama atau MoU pihaknya dengan jajaran kepolisian sudah masuk tahap finalisasi. "Finalisasi akhir keluar pada 15 November nanti oleh Bareskrim Mabes Polri," kata dia.
Sulistyo menuturkan hak "istimewa" guru ini merupakan konsekuensi diberlakukannya kode etik guru pada 1 Januari tahun depan. Kode etik ini nantinya harus dijalankan semua guru yang tergabung dalam organisasi profesi guru. Sampai saat ini, organisasi profesi guru yang ada di Indonesia masih PGRI saja.
Menurut pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Jawa Tengah itu, perlakuan aturan khusus untuk pelanggaran profesi tertentu juga sudah diterapkan untuk profesi-profesi lain. Seperti dokter dan wartawan.
Sulistyo menjelaskan setelah kode etik ini diterbitkan seluruh pelanggaran profesi guru akan diproses oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Dia menyebutkan bahwa saat ini DKGI sudah dibentuk di tingkat pusat, provinsi, bahkan seluruh kabupaten dan kota.
Pada teknis pelaksanaannya nanti, jika ada perselisihan antara masyarakat dengan guru terkait kode etik profesi guru, maka harus dilaporkan ke DKGI kabupaten atau kota. Selanjutnya DKGI ini menjalankan proses penegakan kode etik hingga tahap persidangan. "SOP (standard operational procedure) persidangannya sudah kita siapkan," tutur Sulistyo.
Hasil dari persidangan ini bisa berujung pada pemberian sanksi administrasi, kepegawaian, dan hukum pidana. Di masing-masing sanksi tadi ada kategori ringan, sedang, hingga berat.
Nah, jika putusan sidang di DKGI ini menjatuhkan vonis sanksi hukum pidana, baru diserahkan ke pihak kepolisian. Guru juga memiliki hak banding atas putusan ini. Banding dilayangkan ke DKGI tingkat provinsi hingga DKGI pusat. Ketika ada guru yang diproses polisi, juga masih berhak mendapatkan bantuan hukum dari PGRI.
Perlakuan spesial bagi guru tadi memiliki pengecualian. Jika kesalahan yang dibuat guru bukan dalam konteks profesi guru, seperti narkoba, pembunuhan, hingga teroris, polisi bisa langsung memperoses tanpa melewati DKGI.
Meskipun begitu, Sulistyo mengatakan proses BAP-nya wajib dilakukan di gadeng guru milik PGRI. Upaya ini penting untuk menjaga mental guru supaya tidak stress. Bagi Sulistyo, guru yang stress bisa berdampak fatal bagi siswa. "Kalau stress-nya ringan bisa saja dia malah bernyanyi-nyanyi ketika mengajar matematika. Tapi kalah stress-nya sudah berat, lain lagi," papar Sulsityo.
Dengan adanya DKGI dan lembaga bantuan hukum untuk guru, Sulistyo mengakui jika biaya operasional PGRI bakal meningkat. Untuk itu memang benar ada rencana menaikkan iuran anggota PGRI. "Kami tetap berusaha mandiri (tidak meminta APBN atau APBD, red)."
Opsi yang muncul saat ini iuran rutin anggota PGRI mulai tahun depan sebesar Rp 10 ribu per orang per bulan untuk guru yang sudah sertifikasi. Sedangkan bagi guru yang belum bersertifikasi, iuran ditetapkan Rp 5.000 per orang per bulan. Jika skema ini berjalan, PB PGRI yang berkedudukan di Jakarta bisa mengantongi hasil iuran Rp 3 miliar lebih per tahun. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar Kongres, IPNU-IPPNU Undang Menteri Pendidikan Singapura
Redaktur : Tim Redaksi