jpnn.com, BANDUNG - Sebanyak 467 peserta dari 150 siswa jenjang TK sampai SMA se-Bandung Raya memeriahkan Pribadi Festival 2019. Agenda tahunan ini juga diikuti 12 perguruan tinggi (PT) yang menyajikan berbagai informasi menarik seputar kampus.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Sartika pun larut dalam festival yang berisikan macam-macam perlombaan. Mulai lomba story telling, tarian, lagu, cerdas cermat. Juga ada pameran, bazar, serta pertunjukan berbagai hasil riset siswa-siswi Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK) Pribadi Bilingual School Bandung.
BACA JUGA: Tingkatkan Kompetensi, 1.200 Guru Dikirim ke 12 Negara
Tidak hanya sains, berbagai game buatan anak-anak SD SPK Pribadi jadi perhatian pengunjung. Kadis Dewi juga tertarik dan mencoba permainan game karya anak-anak SD itu.
"Wah, game-nya menarik dan menantang. Enggak harus pakai gawai main game, pake alat sederhana juga bisa," kata Dewi sembari mencoba permainan yang mengandung gelombang elektromagnetik, Sabtu (23/11).
BACA JUGA: Tingkatkan Kompetensi, Guru Harus Aktif di Komunitas
Dia juga mencoba bermain game pingpong sederhana. Caranya memasukkan bola ke dalam gelas. Meski terlihat mudah tetapi ternyata sulit. Dewi sempat beberapa kali mencoba tetapi gagal dan akhirnya menyerah.
"Udah ya, ibu mau lihat hasil temuan anak-anak lainnya," ujarnya
Dewi mengaku baru kali pertama datang ke SPK Pribadi. Namun, dia bisa melihat mengapa sekolah ini bisa mencetak anak-anak bermental olimpiade. Tidak hanya sains tapi juga seni.
"Di sekolah ini ternyata anak-anaknya sudah dididik bermental olimpiade. Mereka dibimbing dan dikelompokkan sesuai minat. Itu bagus, anak yang minat sains dan seni digembleng secara profesional oleh guru-guru lokal. Meski SPK, guru asingnya bisa dihitung dengan jari," tuturnya.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Sekolah SMA SPK Pribadi Billingual School Bandung, Rahmat Hidayat. Menurut dia, hanya dua guru asing selebihnya tenaga pendidik WNI.
Dia menambahkan, selain sains dan seni, SPK Pribadi membekali siswa dengan pemahaman agama. Selain bertujuan mengenalkan siswa dengan pribadi panutan, juga untuk menangkal bibit radikalisme di lingkungan sekolah.
"Semua siswa ada guru agamanya masing-masing. Di asrama ada azan, dan setiap Minggu siswa Katolik dan Kristen ada pembina yang mengarahkan mereka ke gereja. Sebab mereka berasal dari seluruh Indonesia," kata Rahmat.
Rahmat juga menekankan tiga pilar utama kepada para siswa, di mana ketiga pilar tersebut menjadi kunci agar para peserta didik tidak terjun dalam doktrin-doktrin kekerasan.
Tiga pilar tersebut adalah Allah, Bangsa, dan Perdamaian. Karena tiga pilar itu, maka otomatis jauh dari doktrin kekerasan.
Untuk meningkatkan kompetensi guru, Rahmat mengatakan, pihaknya mewajibkan para tenaga pendidik mengikuti pelatihan (in house training) setiap Sabtu, untuk mengetahui ilmu pendidikan terbaru.
"Konteksnya tentang metode mengajar, pedagogi ter-update. Kami undang pengawas sekolah untuk in house training tiap Sabtu. Akhir semester juga ada tes, untuk mengecek apakah kognitif mereka terupdate atau tidak. Termasuk juga bahasa asing. Kalau bahasa asing mereka sudah expired, harus diperbarui. Karena itu juga berpengaruh dengan pendapatan," bebernya.
Kepsek SPK SMP Pribadi Muhammad Budiawan menambahkan, peran guru sangat vital. Itu sebabnya, sekolah ini tidak melibatkan dosen dari universitas saat membimbing siswa dalam sains maupun seni tetapi murni hanya guru di sini. Ini agar para guru ini dekat dengan siswa.
"Guru-guru wajib memberikan konsep dasarnya ke siswa. Misalnya untuk sains, siswa diajarkan apa yang menjadi masalah. Kemudian bagaimana solusinya dan kira-kira teknologi apa yang cocok. Jadi kami tanamkan kepada siswa, temuan itu awalnya dari deteksi masalah," bebernya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad