jpnn.com, JAKARTA - Jumlah guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang memiliki sertifikasi masih minim. Saat ini baru 20 ribu guru TIK yang tersertifikasi. Padahal sertifikasi menjadi salah satu syarat utama untuk mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG).
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Awaluddin Tjallae mengatakan, saat ini jumlah guru TIK adalah 40 ribu orang. Yang belum memenuhi sertifikasi dan tidak linear pendidikan S1-nya sebanyak 20 ribu orang. Di satu sisi, tidak ada penambahan guru baru.
BACA JUGA: CATAT! Guru Zaman Now Harus Menguasai HOTS
"Ini akan menjadi masalah karena sekarang sudah ada mata pelajaran (mapel) informatika. Walaupun bukan mapel wajib dan hanya pilihan di SMP dan SMA tapi butuh guru-guru yang mengerti informatika," ujar Tjalla di depan guru-guru TIK se Indonesia, Sabtu (1/9).
Dia menyampaikan, mapel informatika harus diajari guru-guru yang punya kompetensi di bidang tersebut. Karena ada laporan di lapangan, bahwa masih jadi ganjalan belum sinkronnya konten buku dan kompetensi dasar guru.
BACA JUGA: Ironis, Guru Mengajar Teknologi tapi Tak Punya Kompetensi
"Guru harus dilihat kemampuan strategi pembelajarannya. Karena selembar informasi di buku oleh guru berkompetensi baik, bisa disampaikan dalam empat jam pelajaran. Tapi guru yang tidak kompeten 100 halaman belum cukup untuk sejam pelajaran," paparnya.
Pada kesempatan sama, Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengungkapkan, penerapan mapel informatika akan terganjal bila guru dan fasilitasnya tidak mendukung. Walaupun saat Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) banyak SMP dan SMA yang menjadi penyelenggaranya tapi bukan berarti fasilitasnya ada. Faktanya banyak sekolah yang meminjam komputer di sekolah lain.
BACA JUGA: Kompetensi Guru di Wilayah Terpencil Masih Rendah
Begitu juga dengan kualitas guru. Dulu ada mapel TIK tapi isinya sangat berbeda dengan informatika. TIK hanya mengajarkan bagaimana siswa menggunakan komputer. Sekarang mapel informatika mengajarkan siswa bagaimana membuat aplikasi dan berpikir HOTS (high order thinking skills).
"Guru-guru kita harus belajar dan mengembangkan diri karena sekarang sudah jadi zamannya internet of thinking. Jadi bukan hanya siswa yang harus berpikir computational thinking, gurunya juga harus mengubah mindset-nya," beber Indra yang juga direktur Eduspec ini.
Dia menambahkan, yang jadi pekerjaan bersama adalah bagaimana menyiapkan anak-anak menghadapi era computational thinking. Tidak usah jauh-jauh ke daerah Papua yang akses internetnya susah. Di Jakarta saja ada daerah yang sangat minim fasilitas internetnya.
"Yang harus disiapkan pemerintah adalah bagaimana mendesain program ini ke depan. Dan, harus diingat Informatika bukan mengajarkam anak jadi programmer komputer. Tujuan utamanya adalah menjadikan anak berpikir HOTS," tegas Indra.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Pengurus PGRI Dirayu Parpol
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad