PADANG - Sejumlah guru SMKN 5 Padang mengeluhkan dipergunakannya uang koperasi SMKN 5 Padang untuk menutupi kekurangan uang pembangunan sekolah yang berlokasi di Belanti ini. Menurut mereka, dipakainya uang tersebut, anggota lainnya tidak bisa meminjam uang pada koperasi sekolah.
Berdasar informasi yang dihimpun Padang Ekspres (JPNN Group), SMKN 5 Padang mendapatkan bantuan Direktur Pengembangan SMK Kementerian Pendidikan Nasional. Bantuan itu senilai Rp3,6 miliar untuk membangun gedung yang rusak akibat gempa dan diswakelolakan. Bantuan itu dipergunakan untuk pembangunan 14 ruang sekolah pada tahun ajaran 2010/2011.
Pembangunan selesai, namun tim swakelola berutang Rp476 juta. Akibatnya, uang koperasi sekolah Rp200 juta terpakai untuk menambal kekurangan dana pembangunan ruang sekolah baru itu. Selain koperasi, juga meminjam ke bank.
Menurut guru tersebut, untuk menambah biaya pembangunan tersebut juga diambilkan dari siswa. Uang sekolah dinaikkan dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu. Kemudian uang ujian kompetensi untuk siswa kelas tiga juga dinaikkan dari Rp600 ribu dinaikkan menjadi Rp750 ribu.
“Kami tidak tahu apakah ada korupsi dari pembangunan itu. Kami hanya menuntut agar uang koperasi sebanyak Rp200 juta dibayar kembali,” kata guru SMKN 5 Padang ini diamini dua temannya.
Dia mengungkapkan, tidak jelas alasan kepala sekolah ketika itu dijabar Yefrizon memilih tidak menenderkan dan memilih swakelola. Sehingga dibentuk tim yang akan mengerjakan.
Tim swakelola ini terdiri dari kepala sekolah, komite sekolah dan sejumlah guru jurusan pembangunan. Padahal, ketika bantuan Rp3,6 miliar tersebut turun dari Dit PSMK ada kontraktor yang menawarkan diri untuk membangunan ruang kelas baru itu.
“Kontraktor itu berjanji akan menambah dua ruang kelas baru dari 14 kelas jadi 16 kelas. Bahkan sanggup memberikan sukses fee pada kepala sekolah sebanyak 20 persen dari Rp3,6 juta. Tapi sekolah menolaknya, sehingga memutuskan untuk melaksanakan dengan sistem swakelola,” kata ibu guru tersebut.
Ternyata, tim itu sendiri menjadi kekurangan uang untuk melanjutkan. Dalam proses pengerjaan, ruang kelas yang dibuat 14 lokal dua tingkat tersebut kekurangan uang hingga Rp476 juta. Karena tidak dikerjakan rekanan, tim swakelola terpaksa mencari uang tambahan agar bisa melanjutkan pembangunan. Akibatnya, uang koperasi dipinjam Rp200 juta.
Sisanya dipinjam dari pihak ketiga lainnya, seperti uang dari guru. Termasuk uang dari Bank. Sedangkan untuk mengganti, ketua tim yang saat itu langsung kepala sekolah mencarikan dengan pungutan dari siswa.
Banyak caranya tim mencarikan uang penggantinya. Uang SPP anak-anak dinaikan dari Rp80 ribu jadi Rp150 ribu. Kemudian, uang ujian kompetensi siswa kelas tiga naik dari Rp600 ribu jadi Rp750 ribu.
“Sedangkan saat masih Rp600 ribu uang tersebut masih bersisa sebanyak Rp21 juta usai pelaksanaan ujian. Sisanya itu dimanfaatkan untuk ganti uang yang terpakai untuk pembangunan tersebut,” paparnya.
“Kami menyesalkan tim yang bekerja untuk melaksanakan pembangunan. Uang koperasi tidak dibayar Rp200 juta. Uang sekolah siswa dinaikan, beberapa hak guru dipotong untuk membayar kekurangan tersebut,” kata guru berinisial E ini.
Untuk itu, dia bersama 67 orang anggota koperasi lainnya menuntut uang tersebut diganti kembali. Jika tidak maka anggota koperasi akan membawah persoalan itu ke ranah hukum. “Kalau tidak juga ada kejelasan, kami akan adukan pengurusnya ke polisi,” tegasnya. (padeks)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilik Ruko Bersikukuh Ganti Rugi
Redaktur : Tim Redaksi