jpnn.com - MOJOKERTO – Seorang siswi SMK negeri di Kabupaten Mojokerto, Jatim, menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan gurunya. Pelaku bukanlah guru pria, melainkan perempuan.
Pelecehan dilakukan si guru di dalam kelas saat pelajaran berlangsung. Pelecehan bermula ketika siswi kelas XI itu baru kembali dari mengikuti pendidikan sistem ganda (PSG) di tempat kerja selama dua bulan.
BACA JUGA: Cuaca Buruk Ancaman Nelayan Pantai Timur
Dia kembali masuk sekolah. Saat itu si guru melihat tubuh siswi tersebut semakin gemuk. Di sela pelajaran, guru itu lantas memanggil siswi tersebut ke depan kelas.
Si guru mencurigai tubuh siswi itu melar karena hamil. Dia lantas bertanya apakah siswi tersebut hamil.
BACA JUGA: Angkat Telepon Saat Nyetir, Jeep Tabrak Tiang Listrik
"Dia juga membuka rok siswi itu, kemudian memegang perutnya," ungkap Yudha Hadi, kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BPPKB) Kabupaten Mojokerto, Sabtu (25/4).
Karena tindakan tersebut, siswi itu merasa dipermalukan. Dia malu karena dicurigai hamil. Dia juga malu karena roknya dibuka di hadapan teman-temannya.
BACA JUGA: BBM Naik, Harga Gula Melambung
"Kejadian di kelas itu tidak hanya disaksikan para siswi, tetapi juga ada siswa (pria, Red) di kelas," ungkapnya.
Menurut dia, guru tersebut bisa dijerat Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Sebab, dampak pelecehan itu sangat besar pada anak. Siswa bisa trauma berkepanjangan. Bahkan, hingga kelak dia dewasa," lanjutnya.
Pria yang juga sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto itu menyatakan, saat ini siswi yang menjadi korban pelecehan tersebut berada dalam perlindungannya.
"Korban kita dorong agar melaporkan kasusnya ke polisi. Dia sudah lapor," tuturnya.
Tindakan tersebut dilakukan untuk memberikan efek jera kepada si guru. Jadi, tidak terulang pada siswi yang lain. Saat ini, kata dia, pihaknya mendampingi korban dengan fokus menghilangkan traumanya.
Dia juga mendampingi korban agar tidak sampai mendapat perlakuan diskriminatif dan intimidatif di sekolah karena melaporkan pelaku yang merupakan gurunya.
Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2002, pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Hal itu mengacu pasal 81 dan pasal 82. Dalam pasal 82, disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun serta denda paling banyak Rp 300 juta dan paling sedikit Rp 60 juta. (jif/abi/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Hari Tenggelam, Mayat Yusuf Ditemukan
Redaktur : Tim Redaksi